PENDAHULUAN
Latar Belakang Beras merupakan suatu komoditi strategis yang
memiliki kedudukan yang paling utama
diantara komoditi- komoditi yang lainnya. Beras merupakan salah satu makanan pokok yang di konsumsi masyarakat
secara luas. Beras menjadi salah satu
bahan pangan penghasil karbohidrat yang paling besar disamping jagung dan ubi dan berperan penting dalam
mencukupi bahan pangan nasional.
Pangan menjadi kebutuhan dasar
yang utama bagi manusia yang harus dipenuhi
setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan (beras) merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam
pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi
Roma (1996). Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang Pangan. Sebagai kebutuhan
dasar dan hak asasi manusia, pangan
mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil
dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan
ketidakstabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu.
Kondisi kritis ini bahkan dapat membahayakan
stabilisasi nasional yang dapat meruntuhkan Pemerintah yang sedang berkuasa (Anonimous a ,2008).
Upaya untuk menjaga ketersediaan
beras dalam negeri diwujudkan dalam salah
satu program ketahanan pangan (revitalisasi pertanian). Ketahanan pangan pada tatanan nasional merupakan kemampuan
suatu negara untuk menjamin seluruh
penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak dan juga halal, yang didasarkan pada
optimasi pemanfaatan dan berbasis pada
keragaman sumber daya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan
ketersediaan pangan nasional terhadap impor.
Impor merupakan kegiatan ekonomi
membeli produk luar negeri untuk keperluan
atau dipasarkan dalam negeri. Adanya unsur perbedaan atau keterbatasan sumber daya yang dimiliki setiap
negara, merupakan faktor utama dari
munculnya perdagangan internasional. Tujuan utama dari adanya kegiatan perdagangan internasional adalah tercapainya
efisiensi pengalokasian sumber daya
dunia dan kemakmuran serta kesejahteraan umat manusia. Sedangkan tujuan dari suatu perdagangan luar negeri bagi
penduduk suatu negara adalah memperoleh
barang yang tidak dapat diproduksi dalam negeri, memperoleh keuntungan dari adanya spesialisasi dan
perdagangan, dan meningkatkan pendapatan
nasional bagi negara yang melakukan
ekspor dan impor (Murni,
2006).
Faktor- faktor yang mendorong
suatu negara melakukan perdagangan internasional
adalah untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri, memperoleh keuntungan dan meningkatkan
pendapatan negara, adanya perbedaan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi, adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu
pasar baru untuk menjual produk tersebut,
adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya dan jumlah penduduk yang menyebabkan
perbedaan hasil produksi, dan adanya
keterbatasan produksi, adanya kesamaan selera terhadap suatu barang, keinginan membuka kerja sama, hubungan poltik
dan dukungan dari negara lain dan
terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negarapun di dunia dapat hidup sendiri ( Apridar, 2009).
Harga merupakan salah satu pertimbangan bagi
petani untuk memilih komoditas apa yang
bakal dipilih. Dalam situasi harga cenderung kurang menguntungkan atau lebih rendah dibanding
biaya produksi, sangat besar kemungkinan
untuk tidak memilih komoditas tersebut. Dalam konteks beras, sejak beras menjadi komoditas utama dengan
akses ke pasar global sedemikian luasnya,
perubahan sekecil apapun pada lingkungan eksternal akan berdampak terhadap terbentuknya harga beras di pasar
domestik (Sabil, 2004).
Untuk menjaga harga beras tetap
terkendali produksi nasional harus tetap seimbang dengan konsumsi nasional. Terjadinya
peningkatan impor hanya akan memicu
kenaikan harga beras internasional, karena itu dalam jangka panjang semakin besar ketergantungan terhadap impor
semakin tidak terjamin pasokan beras
secara murah. Indonesia adalah net importer beras dalam pasar dunia, sehingga pada intinya kebijakan impor beras
hanya relevan untuk mengendalikan harga dalam jangka pendek ( Sugema, 2006).
Di Indonesia peningkatan produksi
beras tidak sepesat peningkatan jumlah penduduk,
dimana jumlah penduduk pada tahun 2003 mencapai 219,28 juta jiwa dangan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar
1,27 % pertahun, sedangkan kebutuhan
beras penduduk adalah sebesar 29.383 juta ton, dengan tingkat konsumsi beras perorang sebesar 134Kg / tahun
. Jumlah kebutuhan beras dibandingkan
dengan rata-rata ketersedian beras selama lima tahun terakhir adalah sebesar 25.989 juta ton, maka akan tejadi
kekurangan beras sebesar 3.394 juta ton beras.
Ketidakseimbangan antara kebutuhan beras dengan ketersediaan beras dan dengan tidak diimbangi peningkatan produksi
beras mengakibatkan terjadinya peningkatan
dan ketergantungan terhadap impor (Rusmarilin dan Asmin,2005).
Tabel 1. Produksi Beras tahun 2002 - 2011 Tahun Januari-
April Meiagustus SeptemberDesember total
produksi %kenaikan produksi
produksi (ton) produksi (ton) produksi
(ton) 2002
1.415.349 802.678 935.278
3.153.
2003 1.567.275
974.561 861.239 3.403.075
7,92 2004 1.579.289
901.236 938.257 3.418.782
0, 2005 1.476.381 1.000.200
970.813 3.447.394 0, 2006
1.191.157 852.632 963.847
3.007.636 -12, 2007 1.379.758
906.929 990.837 3.277.524
8,97 2008 1.375.864
928.263 1.036.667 3.340.794
1, 2009 1.426.876 1.035.569
1.065.453 3.527.898 5, 2010
1.477.755 1.008.785 1.095.762
3.582.302 1, 2011 1.640.325
1.125.786 1.089.150 3.855.261
7,62 Sumber : BPS, diolah Dari tabel diatas dapat dilihat perkembangan
produksi beras dari tahun 2002 – 2011.
Pada tahun 2006 produksi beras mengalami penurunan yang sangat drastis yakni hingga mencapai 12,76%. Hal ini
disebabkan karena menurunnya luar areal
penanaman padi dan produktifitas padi .Rata-rata produksi padi dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir mengalami
peningkatan sebesar 2,21% setiap
tahunnya. Peningkatan produksi beras disebabkan oleh peningkatan luas lahan pertanian. Akan tetapi peningkatan
produksi beras tidak sebesar peningkatan
jumlah penduduk setiap tahunya, sehingga produksi beras yang meningkat masih tidak mencukupi untuk
kebutuhan penduduk dalam jangka waktu
yang panjang.
Untuk memperkuat stok beras,
Badan Urusan Logistik (Bulog) terus mendatangkan
beras impor. Memasuki bulan Februari 2011, pasokan beras impor asal Vietnam ke Sumut melalui Pelabuhan Belawan semakin meningkat dan selama Januari 2011, Bulog Sumut
telah memasok 62.275 ton.
Ketergantungan Indonesia akan
kegiatan impor tenyata tidak dapat dihentikan.
Walaupun ketersedian beras untuk tahun 2010
yakni 2.523.415 ton hingga Desember
masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yaitu 1.807.509 ton, dimana masih ada surplus
sekitar 715.907 ton (Anomimous b ,2011).
Identifikasi Masalah Dari latar
belakang yang teelah diuraikan maka identifikasi masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hubungan luas lahan dengan produksi
beras ? 2.
Bagaimana hubungan impor beras dengan harga beras domestik ? 3.
Bagaimana hubungan harga beras domestik dengan harga internasional ? 4.
Bagaimana hubungan impor beras ke dengan produksi beras di ? Tujuan
penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Untuk menganalisis hubungan luas lahan dan produksi beras .
2. Untuk menganalisis hubungan impor beras
dengan harga beras domestik.
3. Untuk menganalisis hubungan harga beras
domestik dengan harga beras internasional.
4. Untuk menganalisis hubungan impor beras ke dengan produksi
beras di .
Kegunaan penelitian 1. Sebagai bahan pertimbangan dan kajian bagi
pemerintah dalam peningkatan produksi
beras di .
2. Sebagai acuan bagi staff BULOG dalam mengatur harga beras dan pengambilan keputusan dalam melakukan kegiatan
impor beras di .
3. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi yang
membutuhkan.
Skripsi agribusiness:Hubungan Impor Beras Dengan Harga Beras Dan Produksi Beras
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI
Bab I
|
Download
| |
Bab II
|
Download
| |
Bab III - V
|
Download
| |
Daftar Pustaka
|
Download
| |
Lampiran
|
Download
|
