BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dalam pembangunan ekonomi, pola kemitraan
nerupakan perwujudan cita-cita untuk
melaksanakan sistem perekonomian gotong royong yang dibentuk antara mitra yang kuat dari segi permodalan,
pasar, dan kemampuan teknologinya bersama
petani golongan lemah serta miskin yang tidak berpengalaman.
Tujuannya adalah meningkatkan
produktivitas dan usaha atas kepentingan bersama. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi
dengan pola kemitraan dianggap sebagai
usaha yang menguntungkan, terutama ditinjau dari pencapaian tujuan pembangunan nasional jangka panjang
(Darmono, 2004).
Pembangunan pertanian di
Indonesia tetap dianggap penting dari keseluruhan
pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru
pertumbuhannya yang meningkat yaitu
sekitar 0,26%. Dilihat dari potensi sumberdaya yang besar dan beragam, pertanian akan memiliki prospek yang
cerah bila terus dikembangkan, apalagi
sumbangan sektor pertanian untuk pendapatan nasional yang cukup besar, ditambah lagi dengan mayoritas penduduk
Indonesia bermata pencaharian disektor
pertanian sehingga hal ini dapat menjadi basis pertumbuhan didaerah pedesaan (Nuhfil, 2003).
Perkebunan mempunyai kedudukan
yang penting di dalam pengembangan pertanian
baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebunan di Propinsi menujukkan tren yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin
luasnya lahan perkebunan dan meningkatnya
produksi rata-rata pertahun, dengan komoditas utama kelapa sawit, kelapa, karet, kakao, tebu dan tanaman
lainnya. Peluang pengembangan tanaman perkebunan
semakin memberikan harapan, hal ini berkaitan dengan semakin kuatnya
dukungan pemerintah terhadap usaha perkebunan rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku
dari produk perkebunan dan semakin
luasnya pangsa pasar produk perkebunan (Rahardjo, 1993).
Seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk indonesia, kebutuhan akan pangan
khsnya gula terus mengalami peningkatan
permintaan. Pemaksaan terhadap pemenuhan
akan kebutuhan gula memberikan kontribusi yang besar akan rentannya ketahanan pangan. Pendekatan
sentralistis dilakukan oleh pemerintahan
dengan tanpa mempertimbangkan kepentingan wilayah menyebabkan ketergantungan yang besar bagi
daerah untuk mengembangkan kebijakan
pembangunan pertanian. Pemaksaan tehadap komoditas budidaya serta pemaksaan teknologi yang diterapkan
menyebabkan semakin hilangnya kearifan lokal
dan keanekaragaman tanaman yang sebelumnya ada. Hal ini diikuti serta turunnya kualitas tanah, hancurnya teknologi
lokal serta ketergantungan yang besar
terhadap produk luar yang diintrodusir tersebut (Rahardjo, 1993).
Salah satu tanaman perkebunan
yang memiliki arti penting pada industri gula adalah tebu. Hal ini disebabkan tebu
merupakan bahan baku dalam pembuatan gula
(Rahardi, 1993).
Tebu atau saccharum officinarum
termasuk keluarga rumput – rumputan.
Mulai dari pangkal sampai ujung
batangnya mengandung air gula dengan kadar mencapai 20%. Air gula inilah yang kelak yang
dibuat Kristal – Kristal gula atau gula
pasir (Mardianto. 2005).
Meningkatnya kebutuhan gula domestik sangat
mempengaruhi pengembangan perkebunan
tebu. Pengembangan tanaman tebu ditujukan untuk menambah pasokan bahan baku pada industri gula
dan diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan petani tebu dengan cara partisipasi aktif petani tebu tersebut (Susmiadi, 1999).
Terdapat tiga permasalahan utama
yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan
agribisnis pergulaan, yaitu : 1. Produktivitas yang cenderung turun yang disebabkan
penerapan teknologi on farm dan
efisiensi pabrik gula yang rendah.
2. Impor gula yang semakin meningkat.
3. Harga gula domestik tidak stabil yang
disebabkan oleh sistem distribusi yang kurang
efisien (Mardianto, 2005).
Salah satu alternatif untuk
mengurangi atau mempersempit terjadinya kesenjangan sosial dan masalah-masalah
tersebut, maka dilakukan pengembangan kemitraan
usaha antara pengusaha besar (kuat) dengan pengusaha kecil (lemah).
Kemitraan ini diharapkan dapat
memacu dan memicu pertumbuhan ekonomi sekaligus mendorong pemerataan kesejahteraan,
penyerapan tenaga kerja, pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan
regional wilayah (Hafsah, 2000).
Manusia yang terdiri dari pihak
pengusaha, pemerintah, dan petani/masyarakat
merupakan unsur terpenting didalam mewujudkan kelanjutan dari program kemitraan
tersebut. Kelembagaan pengawasan juga diperlukan untuk mengawasi jalannya kemitraan dari pemerintah
dan pengusaha sehingga tidak merugikan
kaum petani. Pihak pemerintah juga bisa berfungsi sebagai pengawas dan perantara jalannya proses kemitraan antara
pengusaha dan petani/ masyarakat, walaupun
dalam kenyataannya lembaga
pengawasan ini sulit
untuk didapatkan (Sumardjo,dkk.
2004).
Kemitraan merupakan suatu
strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan
diantara yang bermitra dalam menjalankan
etika bisnis. Dalam konteks ini pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan tersebut harus memiliki
dasar-dasar etika bisnis yang dipahami bersama
dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan.
Komposisi kemitraan itu sangat
bervariasi, tetapi merupakan representasi pelaku ekonomi seperti produsen, pedagang, eksportir,
pengolah, pemerintah daerah/pusat,
perguruan tinggi, lembaga riset lain, lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya (Haeruman, 2001).
Kemitraan bukan sebuah pengaturan
resmi berdasarkan kontrak.
Kemitraan adalah sebuah cara
melakukan bisnis dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan
bisnis bersama. Kemitraan menggantikan
hubungan pembeli atau pemasok teradisional dengan suatu derajat kerjasama dan saling percaya serta
memanfaatkan keahlian setiap mitra usaha guna memperbaiki persaingan secara keseluruhan
(Linton, 1997).
Pengeluaran untuk konsumsi pangan
dan non pangan berkaitan erat dengan
tingkat pendapatan masyarakat. Di negara yang sedang berkembang, pemenuhan kebutuhan makanan masih menjadi
prioritas utama, karena untuk memenuhi
kebutuhan gizi (Sumanto, 2002).
tyle=' � s a ��� �� '> 3.340.794
1, 2009 1.426.876 1.035.569
1.065.453 3.527.898 5, 2010
1.477.755 1.008.785 1.095.762
3.582.302 1, 2011 1.640.325
1.125.786 1.089.150 3.855.261
7,62 Sumber : BPS, diolah Dari tabel diatas dapat dilihat perkembangan
produksi beras dari tahun 2002 – 2011.
Pada tahun 2006 produksi beras mengalami penurunan yang sangat drastis yakni hingga mencapai 12,76%. Hal ini
disebabkan karena menurunnya luar areal
penanaman padi dan produktifitas padi .Rata-rata produksi padi dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir mengalami
peningkatan sebesar 2,21% setiap
tahunnya. Peningkatan produksi beras disebabkan oleh peningkatan luas lahan pertanian. Akan tetapi peningkatan
produksi beras tidak sebesar peningkatan
jumlah penduduk setiap tahunya, sehingga produksi beras yang meningkat masih tidak mencukupi untuk
kebutuhan penduduk dalam jangka waktu
yang panjang.
Untuk memperkuat stok beras,
Badan Urusan Logistik (Bulog) terus mendatangkan
beras impor. Memasuki bulan Februari 2011, pasokan beras impor asal Vietnam ke Sumut melalui Pelabuhan Belawan semakin meningkat dan selama Januari 2011, Bulog Sumut
telah memasok 62.275 ton.
Ketergantungan Indonesia akan
kegiatan impor tenyata tidak dapat dihentikan.
Walaupun ketersedian beras untuk tahun 2010
yakni 2.523.415 ton hingga Desember
masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yaitu 1.807.509 ton, dimana masih ada surplus
sekitar 715.907 ton (Anomimous b ,2011).
Identifikasi Masalah Dari latar
belakang yang teelah diuraikan maka identifikasi masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hubungan luas lahan dengan produksi
beras ? 2.
Bagaimana hubungan impor beras dengan harga beras domestik ? 3.
Bagaimana hubungan harga beras domestik dengan harga internasional ? 4.
Bagaimana hubungan impor beras ke dengan produksi beras di ? Tujuan
penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Untuk menganalisis hubungan luas lahan dan produksi beras .
2. Untuk menganalisis hubungan impor beras
dengan harga beras domestik.
3. Untuk menganalisis hubungan harga beras
domestik dengan harga beras internasional.
4. Untuk menganalisis hubungan impor beras ke dengan produksi
beras di .
Kegunaan penelitian 1. Sebagai bahan pertimbangan dan kajian bagi
pemerintah dalam peningkatan produksi
beras di .
2. Sebagai acuan bagi staff BULOG dalam mengatur harga beras dan pengambilan keputusan dalam melakukan kegiatan
impor beras di .
3. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi yang
membutuhkan.
Skripsi agribusiness:Analisis Perbandingan Pendapatan Program Kemitraan
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI
Bab I
|
Download
| |
Bab II
|
Download
| |
Bab III - V
|
Download
| |
Daftar Pustaka
|
Download
| |
Lampiran
|
Download
|
