Skripsi agribusiness: Akses Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah


 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang  Di negara kita, kesulitan dalam penyeimbangan neraca pangan sudah dialami  sebelum awal krisis moneter terjadi pada pertengahan tahun 1997. Bahkan, pemenuhan kebutuhan beras yang pernah diatasi secara swasembada pada tahun  1986, sampai saat sekarang ini ternyata tidak dapat dipertahankan. Menurut data  dari Badan Pusat Statistik tahun 1999, kita  telah mengimpor beras sebanyak 1.8  juta ton pada tahun 1995; 2.1 juta ton pada tahun 1996; 0.3 juta ton pada tahun  1997; 2.8 juta ton pada tahun 1998; 4.7 juta ton pada tahun 1999. Di awal tahun  2000 kita bahkan dibanjiri dengan beras impor yang diberitakan ilegal, sedangkan  di awal tahun 2006 kita diramaikan dengan keputusan pemerintah untuk  mengimpor beras, yang dianggap tidak berpihak kepada petani meskipun hal itu  bukan merupakan issue baru dan disadari pula bahwa petani kita pun merupakan  konsumen beras.Bahkan, pada tahun ini kita dirisaukan dengan impor benih padi  yang konon tidak berjalan mulus pula sampai ke tangan petani, padahal hasil yang  diharapkan dapat mendongkrak produksi beras (Anonimus b , 2011).

Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang  cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan  tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun.  Dalam hal inilah,   petani padi memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan.Petani padi  merupakan produsen pangan sekaligus juga kelompok konsumen terbesar yang  sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli  pangan. Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus  juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan  mereka sendiri (Anonimus a , 2011).
Rumah tangga petani membutuhkan akses untuk mencapai fasilitas dan pelayanan  agar dapat memenuhi kebutuhan dasar sosial ekonomi sehingga mampu hidup  sejahtera dan lebih produktif.Oleh karena itu, akses merupakan hal yang penting  dalam mencapai kesejahteraan hidup seseorang termasuk akses terhadap pangan  (Parikesit, 2003).
Akses pangan merupakan suatu kemampuan rumah tangga untuk secara periodik  memenuhi sejumlah pangan yang cukup melalui kombinasi cadangan pangan  mereka sendiri dan hasil dari rumah, pekarangan sendiri, pembelian, barter,  pemberian, pinjaman, dan bantuan pangan. Untuk mewujudkan hal tersebut di  wilayah pedesaan dipengaruhi oleh beberapa aspek antara lain aspek fisik, akses  ekonomi, dan akses sosial. Akses pangan merupakan aspek kritis dalam  perwujudan ketahan pangan karena merupakan salah satu pilar ketahanan pangan  selain ketersedian dan pemanfaatan pangan. Dengan kata lain, meski secara fisik  pangan tersedia namun jika masyarakat tidak mampu mengaksesnya maka  ketahanan pangan tidak akan terwujud. Kemampuan akses pangan rumah tangga  dikatakan baik apabila rumah tangga mampu menjangkau pangan yang tersedia   dengan baik secara fisik, ekonomi, dan sosial untuk memenuhi kebutuhan gizi  anggotanya setiap saat (BPS Sumut, 2010).
Akses rumah tangga terhadap pangan sangat dipengaruhi oleh pendapatan rumah  tangga.Bahkan menurut (Suhardjo, 1996) pendapatan rumah tangga dapat  dijadikan indikator bagi ketahanan pangan  rumah tangga karena pendapatan  merupakan salah satu kunci utama bagi rumah tangga untuk mengakses pangan.
Tingkat pendapatan yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi  rumah tangga untuk memilih pangan dalam jumlah maupun jenisnya. Rumah  tangga atau masyarakat yang berpenghasilan rendah mempergunakan sebagian  besar dari penghasilannya untuk membeli makanan, dan semakin tinggi  penghasilan semakin menurun proporsi yang digunakan untuk membeli makanan.
Rumah tangga yang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan  akan berakibat buruk pada status gizi anggota rumah tangganya. Pendapatan  mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan dan perbaikan konsumsi  pangan dimana perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi  perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti  memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang  lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan  dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli (Hardiansyah, 1987).
Dilakukannya penelitian ini karena penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut  mengenai pangsa pengeluaran pangan, akses pangan, dan pendapatan petani padi  sawah di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira.Dengan pertimbangan   bahwa di Desa Sempung Polding ini merupakan salah satu desa di Kecamatan Lae  Parira yang memiliki lahan sawah yang banyak.
1.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka telah diidentikasi masalah-masalah yang  akan diteliti adalah sebagai berikut :  1)  Berapa besar pendapatan rumah tangga petani padi sawah di daerah  penelitian? 2)  Bagaimana pangsa pengeluaran rumah tangga petani padi sawah di daerah  penelitian ? 3)  Bagaimana akses pangan rumah tangga petani padi sawah di daerah  penelitian? 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan diatas, maka tujuan dari  penelitian ini adalah : 1)  Untuk mengetahui besar pendapatan rumah tangga petani padi sawah di  daerah penelitian  2)  Untuk mengetahui pangsa pengeluaran rumah tangga petani padi sawah di  daerah penelitian 3)  Untuk mengetahui bagaimana akses pangan rumah tangga petani padi sawah  di daerah penelitian.
 1.3 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :  1)  Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan.
2)  Sebagai syarat bagi peneliti untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas  Pertanian, ,   


Skripsi agribusiness: Akses Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI

Bab I
Download 
 Bab II
 Download 
 Bab III - V
 Download 
Daftar Pustaka
 Download 
Lampiran
Download