Skripsi agribusiness:Distribusi Pendapatan Dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika


 BAB I PENDAHULUAN
I.1.  Latar Belakang Tanaman kopi diduga berasal dari benua  Afrika, tepatnya Negara Ethiopia.
Awalnya tanaman kopi tumbuh liar di hutan-hutan dataran tinggi. Penyebaran  awal kopi ke berbagai wilayah cukup lambat. Hal ini disebabkan tanaman kopi  hanya berkhasiat sebagai penghangat badan. Saat negara-negara Islam berjaya  pada abad ke-15, penelitian tentang kopi terus dilakukan. Berdasarkan peneilitian  tersebut, kopi ternyata berpotensi sebagai obat-obatan dan sebagai penahan rasa  ngantuk. Sejak adanya perkembangan pengolahan kopi, tanaman ini menjadi  terkenal hingga tersebar ke berbagai wilayah di Eropa, Asia, dan Amerika  (Suwarto dan Octavianty, 2010).

Banyaknya khasiat yang didapat dari kopi menyebabkan penyebarannya cukup  pesat terutama di Benua Eropa. Pada tahun 1637, kedai kopi pertama kali di  Benua Eropa berada di Inggris. Mereka menyebutnya sebagai Penny Universities,  tempat berkumpulnya para pengusaha, karyawan bank, dan pekerja lainnya. Di  Italia kedai kopi pertama dibangun di kota Salerno pada tahun 1645 yang diberi  nama Botega Delcafe, tempat ini kemudian menjadi pusat pertemuan para  cendikiawan di negara pizza tersebut. Setelah mengalami stagnasi di Inggris,  kedai kopi merambah ke negara-negara Eropa lainnya, seperti, Perancis dan  Jerman. Salah satu kesukaan orang-orang di Paris, Perancis, adalah mengunjungi  CafĂ© Procope yang dibangun pada tahun 1689 (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Penyebaran tanaman kopi di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa terjadi pada  tahun 1700-an. Awalnya seorang berkebangsaan Belanda membawa tanaman kopi  jenis Arabika ke Botanic Garden di Amsterdam, Belanda. Saat zaman penjajahan  Belanda di Indonesia, berbagai percobaan penanaman kopi jenis Arabika  dilakukan di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Percobaan pertama dilakukan  di daerah Pondok Kopi, Jakarta. Setelah tumbuh dengan baik disana, tanaman  kopi diaplikasikan di Jawa Barat dengan sistem tanam paksa. Setelah menyebar ke  Pulau Jawa, tanaman kopi disebar ke beberapa provinsi di Pulau Sumatera dan  Sulawesi (Panggabean, 2011).
Prospek pengembangan kopi memiliki potensi yang cukup besar bagi peningkatan  sumber devisa negara serta peningkatan pendapatan petani yang pada akhirnya  berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Namun usaha tersebut mengalami  beberapa kendala, baik dari sisi produksi kopi maupun harga jual kopi. Kopi  sangat berarti bagi perekonomian petani sehingga tidak mudah untuk  mengendalikan peningkatan produksi. Dengan demikian, pemerintah daerah  sebagai regulator harus memberikan perhatian khusus dalam menerapkan  kebijakan yang sudah dicanangkan oleh pemerintah pusat. Beberapa permasalahan  yang dihadapi petani kopi, seperti, kurangnya pangsa pasar ekspor bagi  perkebunan kopi rakyat serta harga jual kopi yang belum memihak bagi para  petani kopi, perlu dibantu oleh pemerintah daerah setempat (Spillane, 1990).
Provinsi Sumatera  (Sumut) selama ini dikenal sebagai salah satu daerah  penghasil kopi Arabika terbesar di Indonesia. Belakangan ini, klon yang banyak  digunakan, yaitu, Sigarar Utang Aceh Tengah (Ateng) serta Kartika 1 dan 2.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010,  Kabupaten penghasil kopi Arabika terbesar di Sumut ialah Dairi, yakni, sebesar  10.031,20 ton selama tahun 2009. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut ini, Tabel 1. Luas Tanaman dan Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di  Provinsi Sumatera  Menurut Kabupaten, Tahun 2006 – 2009.
Kabupaten Luas Tanaman (Ha)  Produksi (Ton)  TBM  TM  TTM  Jumlah 1.  Nias  –  –  –  –  – 2.  Mandailing Natal  1.172,24  495,68  27,07  1.694,99  349, 3.  Tapanuli Selatan  –  –  –  –  – 4.  Tapanuli Tengah  –  –  –  –  – 5.  Tapanuli   4.604,50  8.661,50  303,55  13.569,55  9.130, 6.  Toba Samosir  291,92  1.840,61  223,65  2.356,55  3.383, 7.  Labuhan Batu  –  –  –  –  – 8.  Asahan  –  –  –  –  – 9.  Simalungun  1.846,81  4.830,46  –  6.677,27  7.245, 10. Dairi  2.236,00  7.902,00  201,00  10.339,00  10.031, 11. Karo  249,00  4.381,00  605,00  5.136,00  6.447, 12. Deli Serdang  182,00  668,70  16,00  866,70  678, 13. Langkat  –  –  –  –  – 14. Nias Selatan  –  –  –  –  – 15. Humbang Hasundutan  3.205,00  6.971,50  1.060,50  11.237,30  5.496, 16. Pakpak Bharat  158,00  1.164,00  49,00  1.371,00  1.151, 17. Samosir  978,60  2.506,10  409,20  3.893,00  2.573, 18. Serdang bedagai  –  –  –  –  – 19. Batu Bara  –  –  –  –  – 20. Padang Lawas   –  –  –  –  – 21. Padang Lawas  –  –  –  –  – 22. Labuhan Batu Selatan  –  –  –  –  – 23. Labuhan Batu   –  –  –  –  – 24. Nias   –  –  –  –  – 25. Nias Barat  –  –  –  –  – J u m l a h 2009  39.421,55  39.421,55  2.795,97  57.141,89  45.482, 2008  38.549,36  38.549,36  2.528,12  56.390,81  45.351, 2007  35.017,57  35.017,57  5.856,87  53.869,36  42.222, 2006  34.554,37  34.554,37  527,93  50.310,24  38.524, Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera  2010.
Produksi kopi Arabika Sumut banyak digemari pasar ekspor dan hanya 2% saja  yang dikonsumsi di dalam negeri. Setidaknya, ekspor kopi Sumut menopang 15%  kinerja ekspor kopi nasional yang mencapai 342.000 ton per tahun. Selain petani,  eksportir kopi Sumut juga terpaksa harus sabar karena jumlah ekspor mereka  menurun. Hal yang sama juga dialami para penggemar kopi Arabika Sumut yang  harus rela menerima pasokan yang menyusut. Selama ini, peminum kopi asal  Amerika Serikat dan Eropa sudah mengenal kopi dari Sumut dengan nama kopi  Sidikalang dan Mandailing. Kopi jenis arabika Sumut itu menjadi kopi mahal  yang disediakan kafe-kafe kopi di Amerika Serikat (Tragistina dan Amri, 2010).
Kabupaten Dairi merupakan sentra penghasil kopi Arabika terbesar di Sumatera   dengan Kecamatan Sumbul sebagai daerah yang memproduksi kopi  Arabika terbanyak di Dairi. Sekitar 95% penduduk di Kecamatan Sumbul  berprofesi sebagai petani kopi dan buruh tani serta menjadikan usahatani kopi  sebagai usahatani primadona didaerah tersebut. Walaupun mayoritas petani di  Kecamatan Sumbul sudah mengusahakan usahatani kopi sebagai usahatani utama,  namun ternyata banyak diantara mereka yang masih mengusahakan kegiatan lain  sebagai mata pencaharian tambahan, seperti usahatani Kol, usahatani Cabai,  usahatani Ubi Jalar, usahatani Ubi Kayu, dan kegiatan produktif lain diluar  usahatani, seperti, beternak, bertukang, dan berdagang (Simanjuntak, 2005).
Sudah menjadi rahasia umum bahwa akibat ketebatasan luas lahan yang  diusahakan petani disamping harga jual produksi pertanian yang cenderung  fluktuatif akan mempengaruhi tingkat pendapatan petani, sementara kebutuhan  keluarga dengan jumlah tanggungan yang cukup besar akan mendorong petani  untuk mencari kegiatan lain diluar usahatani utamanya sebagai sumber mata  pencaharian tambahan. Banyaknya sumber-sumber mata pencaharian yang dapat  ditekuni oleh para petani dan keluarganya dipengaruhi beberapa faktor, antara  lain, kemampuan ekonomi, kreativitas petani, ketersediaan tenaga kerja keluarga,  dan lain-lain. Dengan semakin banyaknya kegiatan produktif yang dapat  dilakukan petani dan keluarganya diharapkan akan meningkatkan total pendapatan  keluarga (Simanjuntak, 2005).
Akhir-akhir ini di beberapa daerah penghasil kopi, cukup banyak petani kopi yang  mengganti tanamannya dari kopi menjadi tanaman jagung ataupun tanaman  perkebunan lainnya. Pasalnya, biaya peremajaan tanaman kopi cukup besar,  padahal umur perkebunan kopi mereka sudah lama. Selain itu, penggunaan klon  kopi yang turun-temurun tanpa adanya pemuliaan bibit kopi dapat menurunkan  kuantitas dan kualitas biji kopi. Sarana dan prasarana transportasi di beberapa  daerah penghasil kopi turut menjadi faktor menurunnya mutu biji kopi. Tanpa  adanya pengawasan dari pemerintah daerah setempat, perkebunan kopi beresiko  ditinggalkan oleh para petaninya yang berdampak pada timbulnya ketimpangan  pendapatan para petani kopi didaerah tersebut. Hal tersebut sebaiknya segera  diatasi oleh pemerintah daerah setempat sehingga dapat meningkatkan kontuinitas  produksi, memperbaiki mutu kopi, menstabilkan harga jual kopi, serta  mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan petani kopi (Panggabean, 2011).


Skripsi agribusiness:Distribusi Pendapatan Dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI

Bab I
Download 
 Bab II
 Download 
 Bab III - V
 Download 
Daftar Pustaka
 Download 
Lampiran
Download