Skripsi agribusiness:Analisis Rasio Ketersediaan Pangan Dan Komsumsi Pangan


 BAB I PENDAHULUAN
 1.1 Latar Belakang  Saparinto  dan  Hidayati (2006) mendefenisikan pangan  adalah segala  sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang  tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan ataupun minuman bagi  konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya adalah bahan tambahan pangan, bahan  baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan  atau pembuatan makanan atau minuman. Komoditi pangan yang sangat vital  meliputi beras, jagung, cabai merah, gula pasir, bawang merah, daging ayam,  daging sapi, telur ayam, dan minyak goreng. Kesembilan komoditi ini sering  disebut dengan bahan pangan strategis di Indonesia melihat pola konsumsi  Indonesia yang lazim menggunakan bahan pangan ini yang sudah menjadi budaya  di masyarakatnya.

Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu sistem  yang terdiri dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi, yaitu subsistem  ketersediaan mencakup pengaturan kestabilan dan kesinambungan penyediaan  pangan. Ketersediaan pangan menyangkut masalah produksi, stok, impor dan  ekspor, yang harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan  sebagaian bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, pangan yang  tersedia bagi keluarga harus cukup volume dan jenisnya, serta stabil dari waktu  kewaktu.
Dalam Waspada online (2010), produksi beras Kota Medan saat ini hanya  dapat mencukupi sekitar 3% dari besar konsumsi beras Kota Medan. Jumlah   pemenuhan konsumsi beras ini mengalami penurunan seiring terus berkurangnya  potensi lahan pertanian Kota Medan yang selama ini tersebar di beberapa  kecamatan yakni Marelan, Labuhan, dan Medan Deli. Potensi lahan pertanian  Kota Medan seluas 3.900 Ha dengan angka produktivitas lahan pertanian yang  sebesar 4.569 kuintal/hektare, kemudian berkurang menjadi 2.100 hektare pada  2011. Ekstensifikasi pertanian sudah tidak mungkin di Medan  melihat  keterbatasan lahan yang ada. Karenanya hingga saat ini, Medan dalam  pemenuhan konsumsi pangan beras masih bergantung kepada daerah lain yang  selama ini menjadi sentra penyuplai beras seperti Deliserdang, Simalungun, dan  Serdang Bedagai. Adapun jumlah produksi dan impor pagan strategis di Kota  Medan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel1.1  Produksi & Impor Pangan Strategis Kota Medan Tahun 2010  (ton/tahun) No.  Komoditas Pangan Strategis  Jumlah  Produksi  Impor 1.  Beras  9.287  297.
2.  Jagung  1.435  129.
3.  Cabai Merah  535  5.
4.  Daging Ayam (buras & ras)  354   5.  Daging Sapi  2.412  9.
6.  Telur Ayam  968  9.
7.  Minyak Goreng  66.176   8.  Gula Pasir  0  12.
9.  Bawang Merah  0  11.
Sumber: BKP Medan, 2010  Dilihat dari Tabel 1.1, tidak hanya pada beras, produksi pangan strategis  yang lain seperti jagung, cabai merah, daging ayam, daging sapi, dan telur ayam dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Kota Medan masih  membutuhkan impor. Bahkan untuk komoditas pangan gula pasir dan bawang  merah, Kota Medan hanya mengandalkan impor dari luar Kota Medan.
 Ketergantungan akan pangan impor merupakan hal yang kurang aman untuk  menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan dalam suatu wilayah.
Cadangan pangan dalam pemenuhan ketersediaan pangan Kota Medan  merupakan komponen yang sangat penting dalam penyediaan pangan, karena  dapat difungsikan sebagai stabilisator impor pangan pada saat produksi atau impor  tidak mencukupi. Informasi mengenai stok  pangan strategis  sangat penting  diketahui untuk melihat situasi katahanan pangan, baik di tingkat rumah tangga,  kabupaten, wilayah maupun nasional. Informasi stok beras pemerintah relatif  lebih mudah diperoleh karena penyelenggaranya adalah instansi pemerintah (pada  saat ini Bulog). Namun demikian, informasi  mengenai stok gabah/beras di  masyarakat lebih sulit diperoleh dan data stok ini tidak tersedia secara rutin. Di  sisi lain data  stok ini sangat dibutuhkan dalam penentuan kebijakan  sektor   pertanian   karena   menyangkut   ketersediaan   pangan di suatu  wilayah (Pudjadi dan Harisno, 2007).
Menurut Suwandi  (2005), dengan jumlah penduduk yang semakin  meningkat maka dapat dipastikan bahwa kebutuhan akan pangan juga akan  semakin meningkat. Dengan kata lain terjadi peningkatan konsumsi.  Sebagai  contoh beras, permintaan terhadap beras meliputi konsumsi di dalam rumah; di  luar rumah antara lain di rumah makan, hotel; konsumsi makanan hasil industri  pengolahan; dan kebutuhan beras untuk cadangan rumah tangga. Terjadi  permintaan produksi yang tinggi. Namun sayangnya, adanya peningkatan  konsumsi terkadang tidak dapat diimbangi dengan adanya peningkatan produksi.
Ketersediaan lahan produksi padi di Medan semakin berkurang yang  mengakibatkan berkurangnya produksi beras Medan.
 Total konsumsi penduduk Kota Medan dapat diketahui dengan mengalikan  konsumsi pangan per orang dengan jumlah penduduk. Dilihat dari pemenuhan  konsumsi pangan dari impor, angka impor yang terus meningkat untuk berbagai  komoditas pangan disebabkan oleh tiga hal penting. Yang pertama, kebutuhan  pangan yang semakin meningkat karena populasi yang meningkat. Yang kedua,  konsumsi perkapita yang meningkat sebagai hasil dari peningkatan kesejahteraan  dan pendidikan. Ketiga, produksi yang menurun atau meningkat dengan kecepatan  yang lebih kecil dari pada peningkatan kebutuhan, karena kondisi yang ada  terutama harga, tidak kondusif untuk peningkatan produksi dan juga alih fungsi  lahan(Husodo, 2004).
Ketersediaan dan konsumsi pangan dapat menjadi masalah utama yang  disebabkan oleh adanya kekurangan pemenuhan kebutuhan konsumsi semestinya  dimana pada akhirnya akan berkaitan dengan standar gizi bagi masyarakat Kota  Medan. Hal ini ditandai dengan banyaknya Kepala Keluarga (KK) yang tergolong  dalam rumah tangga rawan pangan. Di ibukota Provinsi Sumatera Utara, Medan, total rumah tangga rawan pangan mencapai 79.136 KK atau 22,93% dari total  rumah tangga rawan pangan Sumatera Utara. Kelurahan rawan pangan di Kota  Medan sebanyak 14 kelurahan yang tersebar di 4 kecamatan. 4 Kecamatan  tersebut yaitu Medan Tuntungan, Medan Labuhan, Medan Marelan, dan Medan  Belawan. Untuk data selengkapnya diterangkan pada Tabel 1.2.
 Tabel 1.2 Data Kelurahan Rawan Pangan Kota Medan Tahun 2009  No  Kecamatan  Kelurahan Rumah  Tangga  (KK) Rumah  Tangga  Miskin (RTS) Persentase  Rumah  Tangga  Miskin (%) 1  Medan  Tuntungan Sidomulyo  465  194  41, Baru Ladang  Bambu 933  340  36, Namo Gajah  417  161  38, 2  Medan  Labuhan Pekan Labuhan  5.212  1.588  30, Nelayan Indah  1.885  732  38, 3  Medan  Marelan Terjun  6.548  1.582  24, Paya Pasir  2.746  952  34, Labuhan Deli  4.149  1.850  44, 4 Medan  Belawan  Belawan  Pulau Sicanang 2.979  1.600  53, Belawan Bahagia  2.662  1.540  57, Belawan Bahari  2.582  1.591  61, Belawan II  4.959  2.368  47, Bagan Deli  3.350  1.662  49, Belawan I  4.470  2.599  58, J U M L A H    43.357  18.759  43, Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2009 dalam BKP, 2010  Jumlah masyarakat/rumah tangga miskin 3 (tiga) terbesar terdapat di  Kecamatan Medan Belawan yaitu di Kelurahan Belawan Bahari sebanyak 1.591  jiwa (61,62 %), Kelurahan Belawan I 58,14 %, dan Kelurahan Belawan Bahagia  57,85 %. Adanya keluarga yang rawan pangan ini umumnya disebabkan oleh  masalah ekonomi (pendapatan) yang tidak mendapat akses terhadap kebutuhan  pangan yang layak, sehat dan aman untuk konsumsi keluarganya. Hal ini   dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan pangan, stabilitas harga pangan (food  stability), dan keterjangkauan pangan (food accessability) di Kota Medan. Harga  pangan di pasar relatif mahal mengakibatkan kesusahan masyarakat di sebagian  golongan tertentu dalam membeli kebutuhannya. Tidak terpenuhinya kebutuhan  pokok ini memicu banyaknya gizi buruk yang dialami oleh masyarakat miskin.


Skripsi agribusiness:Analisis Rasio Ketersediaan Pangan Dan Komsumsi Pangan
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI

Bab I
Download 
 Bab II
 Download 
 Bab III - V
 Download 
Daftar Pustaka
 Download 
Lampiran
Download