1.1. Latar Belakang
Pembangunan secara umum dan khsnya program
pembangunan bidang pertanian pada
hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani
menuju kehidupan yang lebih sejahtera
dan modern. Namun dalam perjalanannya program pembangunan pertanian masih belum dapat menunjukkan hasil
yang cukup signifikan untuk mencapai
tujuan tersebut (Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2005).
Sektor pertanian mempunyai
peranan penting dalam perekonomian Indonesia
baik dalam bentuk PDB maupun dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Berdasarkan bidang usahanya,
sektor pertanian terbagi atas subsektor tanaman pangan atau palawija, hortikultura,
perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan
(Purnomo dan Hanny P, 2007).
Pembangunan ketahanan pangan,
sesuai amanat Undang – Undang Nomor 7
tahun 1996 tentang pangan, bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang
cukup, mutu dan gizi yang layak, aman
konsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu (Suryana, 2003).
Mengingat sumberdaya yang
dimiliki di setiap daerah sebagian berbasis sumberdaya agribisnis (lahan, perairan,
keanekaragaman hayati) dan hampir 90 % usaha
kecil, menengah, dan koperasi berada pada agribisnis; maka pembangunan ekonomi nasional yang sesuai dengan amanat
konstitusi adalah pembangunan sistem
agribisnis (Suryana, 2003).
Dalam pengembangan sistem
ketahanan pangan, aktor utama yang berperan
adalah para pelaku bisnis, yaitu produsen, pengolah dan pedagang, yang sebagian besar adalah pengusaha kecil. Untuk
itu upaya peningkatan ketahanan pangan
lebih difokuskan kepada pemberdayaan kelompok masyarakat pengusaha kecil agar mereka mandiri dan mampu mengembangkan usaha agribisnisnya secara berkelanjutan sehingga pangan tersedia
setiap saat (Suryana, 2003).
Konsep ketahanan pangan lebih
luas dibandingkan dengan konsep swasembada
pangan seperti yang sering digunakan dalam konteks produksi tanaman pangan yang hanya berorientasi pada
aspek fisik kecukupan produksi bahan
pangan. Para ahli sepakat bahwa ketahanan pangan minimal mengandung unsur pokok yaitu ketersediaan pangan,
aksesbilitas masyarakat dan stabilitas harga
pangan. salah satu dari unsur diatas tidak terpenuhi maka suatu Negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan
pangan yang baik. Walaupun pangan
tersedia cukup tinggi di tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya
tidak merata, maka ketahanan pangan
masih dikatakan rapuh. Aspek distribusi bahan pangan sampai ke pelosok rumah tangga pedesaan yang tentunya mencakup
fungsi tempat, ruang dan waktu juga
tidak kalah pentingnya dalam upaya memperkuat strategi ketahanan pangan (Arifin, 2005).
Pangan adalah sesuatu yang hakiki
dan menjadi hak setiap warga negara untuk
memperolehnya. Ketersediaan pangan sebaiknya cukup jumlahnya, bermutu baik, dan harganya terjangkau. Salah satu
komponen pangan adalah karbohidrat yang
merupakan sumber utama bagi tubuh.
Kelompok tanaman penghasil karbohidrat
disebut tanaman pangan. Di Indonesia tanaman pangan yang digunakan masih terbatas pada beberapa jenis
yaitu padi, jagung, ubi jalar, dan ubi kayu.
Selain sebagai sumber karbohidrat tanaman pangan juga sumber protein.
Jenis tanaman yang merupakan
sumber protein yaitu kacang tanah, kacang hijau dan kedelai (Purnomo dan Hanny P, 2007).
Pangan merupakan istilah yang
amat penting bagi pertanian karena secara hakiki pangan merupakan salah satu kebutuhan
paling dasar dalam pemenuhan aspirasi
humanistik. Masalah konsumsi dan pemenuhannya akan tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi di
Indonesia. Status konsumsi pangan sering
dipakai sebagai salah satu indikator tingkatan kesejahteraan masyarakat. Krisis penyediaan pangan akan
menjadi masalah yang sangat sensitif dalam
dinamika kehidupan sosial-politik. Oleh karena itu, mendiskusikan topik ketahanan pangan menjadi sangat penting
(Hanafie, 2010).
Pangan merupakan kebutuhan pokok
yang harus tersedia setiap saat, baik kuantitas
maupun kualitas, aman, bergizi dan terjangkau daya beli masyarakat.
Kekurangan pangan tidak hanya
dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi, bahkan dapat mengancam keamanan sosial (BKP,
2011).
Dalam dimensi yang lebih makro,
eksternal, strategis dan politis, ketahanan
pangan dapat menjelma menjadi keberdaulatan pangan, yang merujuk kepada suatu ancaman berat bagi keberdaulatan
suatu bangsa yang tidak mampu memenuhi
produksi pangan domestiknya. Ketergantungan yang begitu tinggi terhadap pangan impor adalah suatu indikasi
dari berkedaulatan pangan. Bentuk paling
menakutkan dari buruknya keberdaulatan pangan adalah keterjebakan pangan. Negara hanya menggantungkan sepenuhnya
pada pasokan pangan Negara lain,
sementara cadangan devisanya dan neraca pembayaran di negerinya sangat buruk (Arifin, 2004).
Oleh karena itu, untuk mengatasi
kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan
pangan masyarakat, perlu dilakukan persamaan persepsi tentang instrument analisis yang digunakan para aparat
di daerah, yang difasilitasi melalui kegiatan
Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan (BKP, 2011).
Ketahanan pangan diartikan
sebagai kondisi di mana setiap orang sepanjangwaktu
memiliki akses, baik secara fisik maupun ekonomis, terhadap pangan yang cukup, aman dan bergizi, untuk
memenuhi kebutuhan gizi harian yang
diperlukan agar dapat hidup dengan aktif dan sehat. Sejalan dengan itu dalam ketahanan pangan terdapat 3 (tiga)
komponen penting pembentuk ketahanan
pangan, yaitu produksi dan ketersediaan pangan, jaminan akses terhadap pangan, serta mutu dan keamanan
pangan. Produksi pangan, terutama padi
pada tahun 2005 mencapai 53,1 juta ton gabah kering giling, merupakan tingkat produksi tertinggi yang pernah dicapai
oleh Indonesia (Suryana, 2004).
Meskipun produksi pangan
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, tapi ternyata ketersediaan pangan dari produksi
dalam negeri masih belum bisa memenuhi
seluruh kebutuhan pangan yang terus meningkat karena pertumbuhan jumlah penduduk. Saat ini Indonesia menjadi
negara pengimpor beras terbesar dari
pasar beras dunia. Peningkatan produksi pada masa mendatang, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan
yang cenderung terus meningkat tampaknya
akan menghadapi kendala yang cukup berat. Di satu sisi, lahan-lahan terbaik untuk budidaya pertanian pangan sudah
dimanfaatkan secara penuh sehingga
perluasan lahan pertanian akan memanfaatkan lahan-lahan yang lebih marjinal. Di sisi lain, lahan pertanian terbaik
yang ada mengalami penytan yang relatif
cepat karena dikonversikan penggunaannya untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan, pengembangan
industri dan penggunaan lainnya (Tupan,
2011).
Hasil analisis ketersediaan
pangan, diharapkan dapat menjadi bahan masukan
dalam penynan kebijakan ketersediaan pangan dan sekaligus sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam memulai
suatu program aksi agar tepat sasaran
(BKP, 2011).
Skripsi agribusiness:Prognosa Ketersediaan Pangan (Telur Ayam, Minyak Goreng, Daging Ayam, Daging Sapi, Beras, Gula Pair, Bawang Merah, Cabe Merah dan Kacang Tanah) Pada Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN)
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI
Bab I
|
Download
| |
Bab II
|
Download
| |
Bab III - V
|
Download
| |
Daftar Pustaka
|
Download
| |
Lampiran
|
Download
|
