BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu
komoditas unggulan dalam subsektor perkebunan
di Indonesia karena memiliki peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sebagian besar produksi
kopi di Indonesia merupakan komoditas
perkebunan yang dijual ke pasar dunia. Menurut International Coffee Organization (ICO) konsumsi kopi meningkat
dari tahun ke tahun sehingga peningkatan
produksi kopi di Indonesia memiliki peluang besar untuk mengekspor kopi ke negara-negara pengonsumsi
kopi utama dunia seperti Uni Eropa,
Amerika Serikat dan Jepang. Biji kopi Indonesia juga dipasok ke geraigerai
penjual kopi (coffee shop) seperti Starbucks dan Quick Check yang berlokasi di Indonesia maupun yang berada di luar negeri.
Kopi merupakan salah satu
komoditi andalan perkebunan yang mempunyai
peran sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan bagi petani, penciptaan lapangan kerja, pendorong
agribisnis dan agroindustri serta pengembangan
wilayah. Produksi kopi Indonesia telah mencapai 600 ribu ton pertahun dan lebih dari 80 persen berasal dari
perkebunan rakyat Devisa yang diperoleh
dari ekspor kopi dapat mencapai ± US $ 824,02 juta (tahun 2009), dengan melibatkan ± 1,97 juta KK yang
menghidupi 5 juta jiwa keluarga petani (Anonimous,
2011) Lepi Tarmizi (1990) memperkirakan
bahwa permintaan kopi untuk dikonsumsi
di Indonesia adalah 0,50 Kg/ kapita/ tahun, hal ini sesuai dengan perhitungan Assosiasi Ekonomi Kopi Indonesia
(AEKI) 1987 yaitu sebesar 0,50 Kg/kapita/
tahun (Ilyas, 1991). Angka ini tentunya sangat kecil jika dibandingkan dengan permintaan kopi untuk konsumsi
masyarakat di negara-negara Amerika Latin
seperti Brazil, Colombia dan negara lainnya. Sementara itu konsumsi kopi masyarakat di Brazil adalah 5,50 Kg/ kapita/
tahun, Colombia adalah 4,50 Kg/kapita/
tahun, Costarica adalah 6,50 Kg/kapita/ tahun, Elsalvador adalah 2,00 Kg/kapita/ tahun, Guatemala adalah 4,00
Kg/kapita/tahun, Haiti adalah 3,00 Kg/kapita/
tahun dan Mexico adalah 1,50 Kg/kapita/tahun. Permintaan kopi untuk konsumsi di Indonesia juga masih sangat
rendah, jika dibandingkan dengan permintaan
masyarakat terhadap kopi di negara-negara Afrika, bahkan Asia seperti India. Dengan demikian permintaan kopi
untuk konsumsi di Indonesia, jika
dibandingkan dengan negara-negara lain sebagai produsen kopi, relatif sangat rendah.
Provinsi Sumatera Utara, selain
dikenal karena keindahan alam dan budayanya
juga dikenal sebagai daerah penghasil kopi arabika dan robusta terbaik di dunia, seperti: kopi Sidikalang yang
berasal dari dataran tinggi Dairi dan kopi Mandailing yang berasal dari Mandailing Natal.
Adanya produksi kopi ini yang telah
memberikan kontribusi penting pada perekonomian masyarakat dan daerah.
baik melalui perdagangan kopi
secara langsung, produk olahan dan sektor jasa.
Keadaan ini tentunya didukung
oleh letak geografis, suhu dan curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhannya sehingga luas
kebun kopi cenderung bertambah.
Beberapa ahli ekonomi
mengemukakan bahwasannya permintaan suatu komoditi itu dipengaruhi oleh: harga komoditi
terkait, substitusinya, komplementernya
dan faktor-faktor lain. Komoditi teh merupakan komoditi salah satu komoditi unggulan di Sumatera Utara yang
juga sangat penting artinya bagi kebutuhan
masyarakat, dimana teh merupakan barang substitusi dari komoditi kopi. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat
luas lahan dan produksi teh di Sumatera Utara
sebagai berikut: No Tahun Luas Lahan Teh (Ha) Pertumbuhan (%) Produksi Teh (Ton) Pertumbuhan (%) 1
2000 11.401,00 0
22.228 2
2001 10.102,00 -11,39
21.259 -4, 3 2002
8.764,00 -13,24 78.468
269, 4 2003 8.621,00
-1,63 73.986 -5, 5
2004 9.311,00 8,00
73.125 -1, 6 2005
5.396,00 -42,05 2.542
-96, 7 2006 5.396,04
0,00 11.915 368, 8
2007 5.396,11 0,00
12.049 1, 9 2008
4.998,09 -7,38 9.975
-17, 10 2009 4.438,66
-11,19 9.919 -0, Sumber : BPS Sumatera Utara, 2010.
Tabel 1. Luas Lahan dan Produksi
Teh Sumatera Utara Tahun 2000– 2009.
Pada tabel diatas dapat dilihat
bahwa luas tanaman teh pada tahun adalah
11.401Ha, dengan produksi sebesar 22.228 Ton, dan pada tahun 2004 luas lahan teh menjadi 9.311Ha, dengan produksi
sebesar 73.125 Ton. Namun pada tahun 2002 luas lahan tanaman teh di Sumatera
Utara berkurang menjadi 8.764 ha, dengan
produksi 78.468 Ton dan mengalami peningkatan yang drastis dari tahun sebelumnya. Dan pada tahun 2009 luas
lahan teh di Sumatera Utara mengalami
penurunan menjadi 4.438,66 Ha dengan produksi yang menurun menjadi 9.919 Ton.
Mubyarto (1991), menyebutkan
bahwa tahun 1980-an hampir seluruh kopi Indonesia
diproduksi oleh petani kecil. Dan sejak tahun 1986 kopi menjadi komoditas penting dalam ekspor komoditi
pertanian Indonesia. Selanjutnya Mc Stoker
(1987), juga menyatakan bahwa kopi merupakan sumber devisa yang menjanjikan bagi Indonesia, hal ini setidaknya
dapat memberikan gambaran bahwa kalau
terjadi krisis kopi maka banyak petani kopi yang terkena dampaknya.
Secara umum sektor pertanian di
Negara berkembang sangat dipengaruhi oleh
kecendrungan globalisasi dan liberalisasi. Dan salah satu komoditas pertanian yang sangat dipengaruhi oleh pasar
global adalah komoditi kopi.
Konsumen komoditas pertanian ini
sebagian besar berada di negara maju sedangkan
produsennya sebagian besar berada di negara sedang berkembang (Soekartawi, 2002). Kopi merupakan komoditas
perdagangan global yang penting dan
menjadi sumber devisa utama bagi sejumlah negara yang sedang berkembang.
Komoditas ini diyakini sebagai
salah satu cash crops yang penting dan vital bagi kehidupan lebih dari 25 juta petani kopi skala
kecil di negara yang sedang berkembang
(Ilyas, 1991).
Jika dilihat secara Nasional
tingkat produktivitas kopi per hektarnya di Indonesia umumnya masih relatif rendah, hal
ini dipengaruhi oleh iklim, ekologi, tanah
dan sistem pertanian yang ada sangat mempengaruhi tinggi rendahnya produktifitas hasil kopi Indonesia (Ilyas,
1991). Dimana produktivitas kopi diIndonesia
hanya rata-rata 500 Kg/ha, sementara negara Brazil bisa menghasilkan 600 Kg/ha, Costarica menghasilkan
1.200 Kg/ha dan Colombia menghasilkan
800 Kg/ha.
Mubyarto (1984), juga
menyampaikan bahwa mutu kopi yang dihasilkan oleh Indonesia masih tergolong rendah jika
dibandingkan dengan negara-negara lain
yang juga merupakan produsen komoditi kopi, hal ini disebabkan karena di Indonesia penanganan proses produksinya masih
sederhana. Dan sekitar 80% luas areal
tanaman kopi di Indonesia dikelola oleh rakyat (perkebunan rakyat) dan 88,80% produksi kopi Indonesia berasal dari
perkebunan kopi rakyat dengan sistem
pertanian, teknik budidaya, perlakuan dalam proses pasca panen dan kondisi sosial petani kopi masih relatif
sederhana dan bersifat tradisional sehingga menyebabkan mutu kopi yang dihasilkan petani
kita sangat rendah (Mubiyarto, 1984).
Kopi yang di perdagangkan
dipasaran sekarang ini, bukan saja dalam bentuk tradisional green coffee (biji kopi
mentah) yang ditampung oleh para pengolah
roasters, tetapi juga telah siap untuk dikonsumsi dalam bentuk produk turunan. Produk turunan dari kopi tersebut
diantaranya kopi bubuk nescafe, indocafe,
coffeemix dan capuccino dalam bentuk powder coffee. Kopi selain digunakan sebagai minuman kenikmatan juga
dipergunakan sebagai penyedap berbagai
jenis makanan ringan seperti; tar moka (kue) hingga es krim moka yang sangat disukai oleh masyarakat, hal ini
menyebabkan komoditi kopi menjadi komoditi
yang menarik dalam dunia perdagangan (Spillane, 1991).
Skripsi agribusiness:Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Komoditi Kopi
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI
Bab I
|
Download
| |
Bab II
|
Download
| |
Bab III - V
|
Download
| |
Daftar Pustaka
|
Download
| |
Lampiran
|
Download
|
