BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Ilmu pengetahuan
dan teknologi dimanfaatkan
untuk melakukan berbagai perubahan
lingkungan, industri dan
lain-lain. Seiring dengan
perubahan-perubahan yang dilakukan
oleh manusia khususnya
dalam bidang perindustrian
menjadikan lingkungan semakin
lama semakin rusak
akibat banyaknya limbah
yang dibuang tanpa
diolah terlebih dahulu
oleh perusahaan–perusahaan yang
mengabaikan perlunya pelestarian
lingkungan hidup.
Pencemaran lingkungan saat ini
didominasi oleh buangan logam-logam berat yang
sangat berbahaya bagi
keseimbangan ekosistem lingkungan
karena sangat beracun
dan dapat terakumulasi
di dalam rantai
makanan, salah satunya
adalah merkuri. Allah
menerangkan dalam Al-Qur’an
bahwa telah terjadi
kerusakankerusakan alam akibat ulah manusia “Telah nampak
kerusakan di darat
dan di laut
disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya
Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali
(ke jalan yang benar)” (QS. 30: 41)”.
Ayat di atas menerangkan bahwa
alam raya telah diciptakan Allah dalam satu sistem
serasi dan sesuai
dengan kehidupan manusia
tetapi manusia melakukan kegiatan buruk yang merusak sehingga terjadi
ketidakseimbangan dalam sistem kerja alam.
Sebaliknya, ketidakseimbangan di darat dan laut mengakibatkan bencana bagi manusia (Shihab, 2002: 77-78).
Keberadaan Merkuri
di lingkungan perairan
umumnya berasal dari
limbah indistri pertambangan
emas, pengeboran minyak
dan lain-lain. Adanya
merkuri di lingkungan akan membahayakan kesehatan
manusia. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai
penghalang kerja enzim,
sehingga proses metabolisme
tubuh terputus. Lebih
jauh lagi, merkuri
ini akan bertindak
sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi
manusia. Merkuri dapat masuk dalam tubuh melalui kulit, pernapasan dan pencernaan
(Widiyatna, 2005). Melihat dampak yang ditimbulkan oleh merkuri, maka pemerintah
dalam PP82/2001 menetapkan ambang batas
maksimum merkuri dalam air yaitu 0,001 mg/L (Arisandi, 2004) Beberapa
metode yang dapat
digunakan untuk menurunkan
konsentrasi ion logam
dalam limbah cair
diantaranya adalah pengendapan,
penukar ion dengan menggunakan resin, filtrasi
dan adsorpsi. Adsorpsi merupakan
metode yang paling umum
dipakai karena memiliki
konsep yang lebih
sederhana dan juga
ekonomis.
Pada proses adsorpsi yang paling
berperan adalah adsorben.
Dewasa
ini telah dikembangkan
metode adsorpsi dengan
menggunakan biomassa tumbuhan
yang dikenal dengan fitofiltrasi.Dasar pemikiran dari fitofiltrasi adalah dengan mengunakan biomassa tumbuhan
yang telah mati sebagai pengikat ion logam
(Gamez., et al., 1999). Metode adsorpsi menggunakan biomassa, selain murah merupakan
metode yang efektif
dalam mengikat ion
logam berat, baik
anionik maupun kationik, bahkan
pada konsentrasi ion logam yang sangat rendah.
Proses adsorpsi
ion logam menggunakan
biomassa tumbuhan dipengaruhi oleh
pH (Gardea Toresdey.,
et al., 1996;
Dokken., et al.,
1999) efisiensi adsorpsi optimum untuk ion logam kationik terjadi pada
pH 5-6 sedangkan adsorpsi optimum untuk logam
anionik pada pH 2 sehingga
biomassa dapat digunakan
untuk memisahkan ion logam
kationik dan anionik. Adsorbenyang efisiensi pengikatannya dipengaruhi
oleh pH larutan
memiliki keuntungan yang
lain, yaitu dapat diregenerasi. Selain
itu, biomassa merupakan
bahan yang bersifat
biodegradable, sehingga memiliki
sifat ramah lingkungan.
Salah satu biomassa yang banyak
diteliti adalah alfalfa, karena selain sangat murah
alfalfa juga mengandung
protein yang sangat
tinggi. Menurut GardeaTorresdey (1990),
pengikatan ion logam
pada biomassa di
duga dilakukan oleh gugus-gugus aktif
yang terdapat pada
protein, hal itu
dibuktikan oleh kemampuan biomassa
alfalfa mengadsorpsi sejumlah
ion logam seperti
Cu(II), Ni(II), Cd(II), Merkuri(II), Sn(II) dan Zn(II) dalam media air
(Gardea-Torresdey., et al., 1997).
Seperti halnya alfalfa biomassa
enceng gondok memiliki kandungan protein, hal
ini dibuktikan dengan
kandungan N total
dalam enceng gondok
segar sebesar 0,28 % (Hernowo, 1999). Protein dan
polisakarida memegang peranan yang sangat penting dalam proses biosorbsi ion logam berat
dimana ikatan kovalen juga terjadi dengan gugus
amino dan grup
karbonil (Suhendrayatna, 2004).
Sehingga diduga bahwa enceng gondok juga memiliki kemampuan
dalam mengikat ion logam.
Oleh karena
itu, perlu dilakukan
penelitian untuk mengkaji
kemampuan biomassa daun
enceng gondok dalam
mengadsorpsi ion logam
merkuri(II).dalam penelitian ini
akan dikajipenentuan kapasitas adsorpsi, energi adsorpsi, dan konstanta adsorpsi.
Mengingat pH larutan sangat berpengaruh
pada adsorpsi ion logam oleh biomassa,
maka dalam penelitian
ini juga dikaji
penentuan pH optimum
terhadap adsorpsi merkuri(II) 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar
belakang yang telah
disampaikan diatas maka
dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut: 1. Bagaimana
pengaruh variasi pH
terhadap adsorpsi merkuri(II)
pada biomassa daun enceng gondok ? 2.
Berapa pH optimum adsorpsi merkuri(II) pada biomassa daun enceng gondok
? 3.
Berapa kapasitas adsorpsi,
energi adsorpsi, dan
konstanta adsorpsi merkuri(II) menggunakan biomassa daun enceng gondok ? 1.3
Tujuan Penelitian 1. Untuk
mengetahui pengaruh variasi
pH terhadap adsorpsi
merkuri(II) pada biomassa daun enceng gondok.
2. Untuk mengetahui pH optimum adsorpsi
merkuri(II) oleh biomassa daun enceng gondok.
3. Untuk
mengetahui kapasitas adsorpsi,
energi adsorpsi, dan
konstanta adsorpsi merkuri(II) menggunakan biomassa enceng gondok.
1.4 Batasan Masalah Biomassa
yang digunakan adalah
daun enceng gondok
yang diperoleh dari desa
Nanggungan Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk.
1.5 Manfaat Penelitian 1.
Dapat memberikan informasi
tentang pemanfaatan enceng
gondok, karena selama ini enceng gondok dikenal sebagai gulma
yangmengganggu di perairan.
2. Dapat
memberikan informasi tentang
pengolahan limbah yang
tercemar logam berat terutama merkuri(II) dengan menggunakan
biomassa daun enceng gondok.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Merkuri Merkuri
merupakan salah satu
unsur yang terdistribusi
pada lapisan kerak bumi dengan
kelimpahan rata-rata g ยต 500 ≤
/kg (Larkin, 1965).
Merkuri sangat sedikit
ditemukan dalam bentuk
logam murni, mineral-mineral merkuri
paling banyak ditemukan
sebagai sulfida merkuri
(Cinnabar), dan sebagian
kecil pada mineral
korderoid (Hg3S2Cl), livingstonit
(HgSb4S7), montroyidit (HgO), tertringualit (Hg2OCl), kalomel (HgCl)
(Larkin, 1965).
Merkuri termasuk
unsur logam transisi
golongan IIB bersama
seng dan kadmium yang terletak dibawah kadmium. Unsur
ini memiliki nomor atom 80, berat atom 200,59
g/mol, dengan konfigurasi
elektron [Xe] 4f 5d 6s .
Meskipun termasuk di
dalam logam transisi
golongan IIB, merkuri
mempunyai beberapa karakteristik
yang membedakan dengan
logam lainnya. Yaitu: berwujud
cair pada suhu
kamar, memiliki titik
didih 356,9 o C,
titik leleh -38,87 o C,
bersifat inert, mempunyai
potensial ionisasi lebih
tinggi dari unsur
elektropositif yang lain.
Mempunyai tingkat oksidasi Hg 1+ , dan Hg 2+ yang paling
stabil. Pada kondisi Hg 1+ merkuri membentuk ion rangkap berupa Hg
2+ . Di alam merkuri bercampur dengan ketujuh
isotopnya yang stabil yaitu : Hg (0,146
%), Hg (10,02 %), Hg (16,84 %), Hg (23,13
%), Hg (13,22
%), Hg (2980
%), Hg (6,85
%) (Larkin, 1965).
Download lengkap Versi PDF