BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Keberadaan makanan khususnya bagikehidupan
manusia sangat penting.
Secara medis makanan dan minuman
yang kita konsumsi dapat menentukan pertumbuhan
dan perkembangan fisik. Seseorang akan tumbuh secara baik tergantung pada makanan dan minuman yang ia
konsumsi. Perihal makanan dan minuman
telah diatur sedetail dan seselektif mungkin dalam agama Islam melalui sumber hukumnya yakni al-Quran dan al-Hadits, kemudian diperjelas dan diperkuat oleh qaululama yang biasa disebut
dengan ijtihad. Islam mengajarkan makanan
atau minuman yang kita konsumsi sehari-hari keberadaan hukumnya harus halal baik secara dzatiyahataupun secara
hukmiyahdi samping harus mengandung
nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh (Anwar, 2007 : 1).
Firman Allah yang berhubungan
dengan masalah makanan, antara lain: “Dan
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya” (QS al-Maidah:
88).
Dalam ayat tersebut dijelaskan
bahwa kewajiban bagi manusia adalah menerima
serta mengikuti perintah-perintah-Nya. Mengatur manusia adalah sepenuhnya hak Allah, sedangkan Allah mencegah
beberapa hal untuk dilakukan manusia
yang merupakan ujian baginya. Atas dasar ini maka seorang muslim seharusnya tidak makan dan minum sesuatu yang
diharamkan Allah, seperti yang dijelaskan
dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah:173 (Hawwa, 2002 : 438 ”Sesungguhnya Allah
hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah.
Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya
dan tidak (pula) melampau batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah maha pengampun
lagi maha penyayang.” (Al-Baqarah:173) Jenis
makanan selain yang disebutkan di atas adalah halal. Salah satu makanan yang dihalalkan dalam al-Qur’an adalah
binatang laut dan makanan yang berasal
dari laut. Firman Allah dalam surat Al-Ma’idah menyebutkan ”Dihalalkan bagimu
binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu,
dan bagi orang orang yang dalam perjalanan;
dan diharamkan atasmu (manangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertaqwalah kepada Allah
yang kepada-Nyalah kamu akan
dikumpulkan.”(Al-Maidah : 96) Selain
makanan yang sering menjadi kontroversi bagi umat muslim adalah penggunaan bahan tambahan pangan (BTP).Bahan
tambahan pangan ini menjadi perhatian
karena bahan dasarnya menggunakan salah satu barang yang telah diharamkan dan atau proses pengolahannya tidak
sesuai dengan ajaran agama Islam. Salah satu
bahan tambahan pangan yang menjadi kontroversi adalah gelatin (Anwar, 2007 : 3).
Gelatin merupakan protein hasil
hidrolisis parsial kolagen tulang dan kulit.
Penggunaan gelatin sangat luas khususnya dalam bidang industri, baik industri pangan maupun non pangan. Gelatin
memiliki sifat yang khas, yaitu berubah
secara reversibledari bentuk sol ke bentuk gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film serta
mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid. Kelarutannya dalam
air membuat gelatin diaplikasikan untuk
keperluan berbagai industri (Wahyuni, 2003).
Dalam industri pangan gelatin
digunakan sebagai pembentuk busa (whipping
agent), pengikat (binder agent), penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agent). Pada gel bahan ini berfungsi
sebagai pengikat air. Gelatin juga ada
pada seluloid film untuk keperluan fotografi serta kosmetik. Di bidang farmasi dan kedokteran, gelatin dibuat menjadi
selongsong kapsul dan tablet.
(Anonymous, 2003).
Indonesia mengimpor gelatin dari
negara-negara seperti: Perancis, Jepang, India, Brazil, Jerman, China, Argentina dan
Australia. Impor gelatin tahun 2000 mencapai
2.700 ton telah meningkat menjadi 6.233 ton lebih pada tahun 2003 atau senilai US $ 6.962.237 (Peranginangin, 2007 :
3).
Produksi gelatin pada umumnya menggunakan
kolagen yang berasal dari tulang dan
kulit ternak, yaitu sapi dan babi.
Penggunaan bahan ini ternyata menimbulkan
masalah tersendiri bagipara penggunanya. Penggunaan tulang dan kulit sapi akan menjadi masalah bagi para
pemeluk agama Hindu, sementara itu penggunaan
bahan dari babi akan menjadi masalah bagi para pemeluk agama Islam dan Yahudi. Di sisi lain, maraknya
penyakit sapi gila (mad cow disease), penyakit
mulut dan kuku (foot and mouth disease) dan Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) yang menyerang sapi di
banyak negara dikhawatirkan akan menjadi
masalah bagi konsumen. Alternatif lain adalah menggunakan sumber kolagen dari ikan, yaitu kulit dan
tulangnya yang sebenarnya merupakan limbah
industri pengolahan ikan (Peranginangin, 2007 : 3).
Tulang dan kulit ikan yang keras
(toleostei) merupakan limbah dari proses pengolahan hasil perikanan yang selama ini
tidak dimanfaatkan dan akan menimbulkan
kerugian terutama pencemaran lingkungan jika dalam jumlah besar.
Penggunaan toleosteidapat
dijadikan sebagai suatu alternatif non konvensional untuk mencari sumber gelatin selain dari kulit
dan tulang babi (Wahyuni, 2003).
Dalam perspektif agama Islam,
penggunaan tulang dan kulit ikan sebagai bahan baku pembuatan gelatin, dapat dijadikan sebagai alternatif gelatin halal, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat
Al-Ma’idah ayat 96 di atas (Anwar, 2007
: 3).
Hampir semua jenis ikan berkulit
dan berduri dapat diambil gelatinnya.
Gelatin dapat dibuat dari ikan
laut maupun ikan air tawar. Jenis ikan laut yang potensial menghasilkan gelatinantara lain ikan
pari, ikan kakap dan cakalang.
Ikan dari perairan tawar yang berpotensi
menghasilkan gelatin misalnya ikan nila.
Di luar negeri dipakai ikan tuna,
cod dan hoddock. Ikan di perairan Indonesia mempunyai sifat gelatin yang bagus. Karena
perairan tropis airnya bersuhu hangat.
Gelatin yang diekstrak dari ikan perairan hangat memiliki sifat yang lebih baik dibanding ikan perairan dingin, yang
titik leleh gelatinnya lebih tinggi (Pranoto,
2006).
Pengolahan ikan di daerah Jawa
Timur khususnya di daerah pesisir seperti Gresik, tiap harinya menghasilkan limbah tulang
dan kulit ikan yang relatif banyak.
Seperti halnya di perusahaan otak-otak bandeng Bu Muzana perharinya dapat mengolah hingga 2 kwintal ikan bandeng,
sedangkan limbah tulang yang dihasilkan
dapat mencapai ± 15 kg. Ikan bandeng termasuk dalam golongan hewan bertulang belakang maka kulit dan
tulangnya berpotensi sebagai bahan baku
pembuatan gelatin halal selain dapat mengoptimalkan pengolahan limbah hasil perikanan, yang sampai saat ini belum
maksimal.
Penelitian yang berkaitan dengan
pemanfaatan limbah perikanan adalah Penanganan
Limbah Ikan Patin sebagai Bahan Baku untuk Produksi Gelatin.
Download lengkap Versi PDF