BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Banyak tanaman di Indonesia yang sebenarnya
dapat memberikan banyak manfaat, namun
belum dibudidayakan secara khusus. Salah satu diantaranya adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbiLinn).
Belimbing wuluh merupakan salah satu
spesies dalam keluarga Averrhoa, tumbuh di daerah dengan ketinggian hingga 500 m di atas permukaan laut dan dapat
ditemui di tempat yang banyak terkena
sinar matahari langsung tetapicukup lembab. Pada umumnya belimbing wuluh ditanam dalam bentuk kultur pekarangan
(home yard gardening), yaitu diusahakan
sebagai usaha sambilan atau tanaman peneduh di halaman-halaman rumah. Sehingga populasi tanaman ini sangat
melimpah.
Tanaman belimbing wuluh dikenal
sebagai tanaman obat, diantaranya bagian
bunga digunakan sebagai obat batuk, bagian buah digunakan sebagai obat batuk rejan, gusi berdarah, sariawan, jerawat,
panu, tekanan darah tinggi, kelumpuhan,
memperbaiki fungsi pencernaan dan radang rektum (Anonymous, 2008). Bagian daun sebagai obat
encok, obat penurun panas dan obat
gondok (Mulyani dan Gunawan, 2006). Sebagian masyarakat Indonesia memanfaatkan belimbing wuluh sebagai bumbu
masak, obat dan pengawet ikan secara tradisional.
Pemerintah Indonesia mengatur dalam Undang-undang No.7 tahun 1996 yang menyebutkan bahwa: “Keamanan pangan didefinisikan sebagai suatu
kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
Terdapat tiga jalur yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk mengkontaminasi makanan, yaitu bahan baku dan
ingredien, pekerja pada pengolahan
makanan dan lingkungan pengolahan”.
Kadar senyawa aktif tertinggi
terdapat pada bagian daun (Leinmuler et. al., 1991 dalam Abdurohman, 1998). Warna hijau pada
daun berasal dari kandungan klorofil
daun, sedangkan daun tua kehilangan klorofil sehingga warnanya berubah menjadi kuning atau merah (dapat dilihat
dengan jelas pada daun yang gugur) (Anonymous,
2009). Perbandingan kadar tanin pada bagian belimbing wuluh terutama bagian daun. Hasil uji kualitatif
menunjukkan bahwa daun muda dan daun tua
mengandung tanin serta ditemukan suatu perbedaan, yaitu kadar tanin daun muda sebesar 1,60 %, sedangkan 1,28 %
daun tua (Nurliana, 2006).
Ikan merupakan salah satu sumber
protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat dan harganya murah. Namun, ikan mudah mengalami proses pembusukan yang diakibatkan
oleh bakteri dan perubahan kimiawi.
Kandungan air yang terdapat di dalam daging ikan cukup tinggi, sehingga sangat sesuai untuk pertumbuhan
bakteri (Irawan, 1995).
Jumlah bakteri merupakan suatu
indikator pembusuk yang terjadi pada ikan dan
ikan dikatakan busuk
apabila jumlah bakteri
sudah mencapai - cfu/g
daging (Ilyas, 1972). Jumlah bakteri maksimum pada ikan dan kerang adalah cfu/g (Elliot dan Michener dalam Jay, 1996).
Mutu olahan ikan sangat
tergantung pada mutu bahan mentahnya. Masa simpan bahan pangan segar relatif singkat
meskipun pada suhu rendah. Relatif singkatnya
masa simpan bahan pangan disebabkan adanya bakteri psikrofilik gram negatif dari kelompok Pseudomonas dan Achromobacter
dalam jumlah besar yang mengakibatkan
terjadinya proses pembusukan karena degradasi protein, lemak dan perubahan warna sehingga
akan mempersingkat masa simpan (Reddy
et. al.,1975).
Moedjiharto (2004) menyatakan
bahwa aktifitas bakteri merupakan faktor yang amat penting sebagai penyebab menurunnya
kualitas ikan bahkan dapat menyebabkan
hilangnya mutu ikan. Oleh karena itu, perlu adanya pengawetan ikan yang bermanfaat terutama bagi masyarakat.
Saat ini, telah menyebar pengawet
sintesis seperti formalin dan pengawet tersebut memiliki efek berbahaya pada tubuh manusia sehingga diperlukan adanya
pengawet alami, salah satunya berasal
dari tumbuh-tumbuhan. Allah SWT menunjukkan kekuasaan-Nya di bumi serta anugerah-Nya kepada manusia dengan
berbagai ciptaan dan Allah menjelaskan
dalam Q.S An-Naba’ ayat 14-16 Artinya:“Dan Kami turunkan dari awan air yang
banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan
dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebunkebun yang lebat?”
(Q.S an-Naba (78): 14-16).
Tafsir Shihab (2002), “Kata
alfafanadalah bentuk jamak dari kata lafif yang terambil dari kata
laffa/mengelilingi dan membungkus serta yang dimaksud adalah dahan dan daun-daun pepohonan kebun
kait-mengait, mengelilingi satu dengan
yang lainnya karena lebatnya”. Pada setiap daun-daun, pepohonan yang tumbuh diatas permukaan bumi, tidaklah sia-sia.
Tumbuhan yang tumbuh memberikan manfaat
kepada setiap makhluk hidup, khususnya manusia. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT Q.S Lukman:
10. Artinya :”Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi
supaya bumi itu tidak menggoyangkan
kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air
hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan
padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik ( Q.S Lukman (31): 10).
Kata kariim digunakan untuk
menyifati segala sesuatu yang baik sesuai objeknya. Rizq yang kariim adalah yang banyak,
halal dan bermanfaat. Pasangan tumbuhan
yang kariim adalah yang tumbuh subur dan menghasilkan apa yang diharapkan dari penanamnya (Shihab, 2002).
Berdasarkan kedua ayat tersebut telah
dijelaskan bukti-bukti kekuasaan-Nya, seperti halnya daun belimbing wuluh yang berkhasiat sebagai obat gondongan, batuk
dan rematik (Anonymous, 2008).
Uji aktifitas antibakteri daun
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbiL) terhadap
bakteri Staphylococcus aureusdan Escherichia coli serta deteksi golongan senyawa aktif dengan bioautografi
sehingga diketahui bahwa hasil ekstrak
etanol dan air memiliki aktifitas antibakteri terhadap S.aureus, yang mulai dapat dihambat pertumbuhannya pada pemberian
ekstrak etanol dengan kadar 40 % dan
ekstrak air dengan kadar 60 %. Pada ekstrak etanol dan air tidak menunjukkan aktifitas antibakteri terhadap
E.coli.Hasil pemisahan dengan KLT menunjukkan
bahwa ekstrak mengandung flavonoid, saponin dan tanin (Faharani, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh
Lidyawati, dkk (2006) bahwa simplisia dan ekstrak metanol daun belimbing wuluh
dikarakterisasi untuk menentukan parameter
yang dapat digunakan dalam mengevaluasi mutu simplisia dan ekstrak.
Hasil penapisan fitokimia
menunjukkan bahwa simplisia dan ekstrak metanol daun belimbing mengandung flavonoid, saponin,
tanin dan steroid/triterpenoid.
Download lengkap Versi PDF