BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jarak pagar (Jatropha curcas L.) sudah lama dikenal oleh masyarakat kita sebagai tanaman obat dan penghasil minyak
lampu atau sebagai energi alternatif yaitu sebagai
Bio-diesel. Salah satu kendala
pada tanaman jarak
pagar adalah serangan hama dan
penyakit. Hama yang menyerang tanaman
jarak pagar muda antara lain
ulat tanah, lundi,
belalang, dan ulat
grayak. Tanaman jarak
pagar dewasa diserang oleh hama
pada batang, biji, bunga dan buah. Hama yang banyak dijumpai pada daun jarak pagar adalah ulat
daun, ulat api, wereng biji, tungau dan thrips.
Indikasinya daun tanaman jarak pagar terserang hama thrips dan tungau ini biasanya terdapat bercak-bercak dan keriput
pada tunas daun serta menyebabkan daun
seperti terbakar (Hambali, 2006).
Tanaman asal
Amerika Tengah ini
telah banyak dikembangkan
di Indonesia. Hal
ini dapat terlihat
pada data Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah
dan Agroklimat (2001)
dan Sumber Daya
Iklim (Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, 2003) yaitu
penyebaran lahan yang sesuai untuk jarak pagar
di Indonesia meliputi
berbagai provinsi diantaranya
Nanggroe Aceh Darussalam
(180.139 ha), Sumtera
Utara (215.393 ha),
Riau (4.269 ha),
Jawa Barat (231.011 ha), Jawa
Tengah (439.630 ha), Jawa Timur (960.595 ha), Nusa Tenggara
Barat (37.877 ha),
Nusa Tenggara Timur
(595.421 ha). Jarak
pagar merupakan tanaman
serbaguna, tahan kering,
dan tumbuh dengan
cepat, dapat digunakan untuk kayu bakar, mereklamasi
lahan-lahantererosi atau sebagai pagar hidup
di pekarangan dan kebun karena tidak disukai oleh ternak (Mulyani, 2006).
Serangan hama dan penyakit pada
tanaman budidaya merupakan salah satu faktor penting
yang dapat mengurangi
hasil pertanian. Oleh
karena itu, untuk mengatasi serangan
hama dan penyakit
pada tanaman jarak
pagar dapat memanfaatkan pestisida sintetik ataupun pestisida
nabati. Petani selama ini sangat tergantung kepada
pestisida kimia untuk
mengendalikan hama dan
penyakit tersebut, karena dinilai
lebih efisien dan praktis,akan tetapi penggunaan pestisida yang
berlebihan, tidak saja
akan meningkatkan biaya produksi, tetapi
juga berdampak buruk bagi
kesehatan petani, konsumen maupun keseimbangan hayati sekitarnya. Hal ini dapat diminimalisir dengan
memanfaatkan sumber daya alam yang
sangat melimpah di tanah air sebagai bahan insektisida nabati.
Indonesia yang beriklim tropis
memiliki aneka ragamtumbuhan sehingga banyak
tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida nabati. Laporan dari berbagai propinsi di Indonesia menyebutkan
lebih 40jenis tumbuhan berpotensi sebagai pestisida
nabati (Direktorat BPTP
dan Ditjenbun, 1994).
Hamid dan Nuryani
(1992) mencatat di
Indonesia terdapat 50
famili tumbuhan potensial penghasil
racun, diantaranya Meliaceae,
Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan
Rutaceae, hal ini tidak
menutup kemungkinan untuk
ditemukannya famili tumbuhan baru.
Insektisida nabati
memiliki kelebihan tertentu
yang tidak dimiliki oleh insektisida
sintetik, yaitu tidak stabil sehingga memungkinkan dapat didegradasi secara alami ( Arnason, 1993; Isman, 1995).
Insektisida pestisida sintetik sebagian besar merupakan
racun saraf yang
bersifat akut terutama
golongan organofosfat (OF) dan karbamat (Dewi, 2007).
Keaneka ragaman
sumberdaya alam yang
dimiliki Indonesia merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah serta nikmat
yang diberikan kepada hambaNya, dan sebagai hambaNya sepatutnya bersyukur dan
memanfaatkan dengan sebaikbaiknya, dalam firmanNya Allah telah menjelaskan
dalam surat al-an’am ayat 99 “Dan
dialah yang menurunkan
air hujan dari
langit, lalu kami
tumbuhkan dengan air
itu segala macam
tumbuh-tumbuhan Maka kami
keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu
tanaman yang menghijau.
kami keluarkan dari
tanaman yang menghijau
itu butir yang
banyak; dan dari
mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang
menjulai, dan kebun-kebun
anggur, dan (Kami
keluarkan pula) zaitun
dan delima yang
serupa dan yang
tidak serupa. perhatikanlah buahnya
di waktu pohonnya
berbuah dan (perhatikan
pulalah) kematangannya.
Sesungguhnya pada
yang demikian itu
ada tanda-tanda (kekuasaan Allah)
bagi orang-orang yang beriman.” Beberapa
spesies tanaman famili
Annonaceae seperti srikaya
dan sirsak yang
cukup banyak terdapat
di Indonesia ternyata
cukup efektif digunakan sebagai insektisida nabati. Hasil penelitian
menyatakan bahwa ekstrak heksan biji srikaya (Annona
squamosa L.) mempunyai
efek racun perut
pada larva Chrymsomya bezziana (Wardhana, et al., 2004),
dan efek racun kontak pada larva caplak
Boophilus microplus (Wardhana, et al., 2005).
Yuningsih (2006)
menyatakan ekstrak methanol
dan heksan biji
sirsak mempunyai efek
larvasidal terhadap Chrymsomya
bezziana yaitu sebagai racun perut dan
racun kontak. Tukimin
dan Asbani (2006)
melaporkan ekstrak campuran
daun paitan dan
daun sirsak untuk
mengendalikan hama tungau Eripohyidae
memberikan nilai LC 11
mL/L air pada
48 jam setelah penyemprotan.
Penelitian lain
menyebutkan tanaman famili
Annonaceae banyak mengandung senyawa asetogenin yang diduga
bersifat larvasidal, dan kandungan bahan asetogenin
juga bersifat sebagai
insektisida, akarisida,
antiparasit dan bakterisida
(Alali, et al., 1993
dan Guadano, et
al., 2000). Selain senyawa asetogenin
yang bersifat bioaktif
insektisida dalam tanaman famili
Annonaceae terdapat juga beberapa
senyawa asam karboksilat, diantaranya asam stearat, asam oleat,
etil oleat, asam
oktadekanoat, etil ester
oktadekanoat, ester dioktil heksadioat. dan asam palmitat. Asam palmitat
selainterdapat pada tanaman famili Annonaceae juga terdapat pada famili Meliaceae, mimba salah satunya dan asam palmitat
dari biji mimba
ini terbukti mempunyai
sifat bioaktifitas terhadap nyamuk Aedys aegypti memberikan nilai LC =
58,70 ppm (Suirta, dkk., 2007).
Mulyawati (2009)
melaporkan ekstrak air
campuran daun paitan,
daun tembakau dan
daun sirsak terhadap
penekanan populasi hama
Thrips (H.
haemorrhoidalis) memberikan nilai
LC 28,9650 mL/L air pada 24 jam setelah penyemprotan.
Saputra, et al.,(2009) melaporkan
ekstrak isi biji srikaya (A. squamosa L.) memiliki
tingkat efektivitas tertinggi
dalam penghambatan makan
ulat P.
xylostella kemudian
diikuti oleh ekstrak campuran kulit dengan isi dan biji kulit srikaya
(A. squamosa L.).
Efektivitas infusa biji
sirsak terhadap kematian
larva Aedys aegypti
memberikan nilai LD50 3,41
ml/100ml dan LD sebesar
8,77 ml/100ml dalam menimbulkan
kematian larva Aedys aegypti (Widanti, 2010).
Pemanfaatan biji
sirsak sebagai insektisida
nabati merupakan alternatif yang
cukup baik daripada
memanfaatkan daun sirsak,
karena daun sirsak
masih dibutuhkan tanaman untuk
proses fotosintesis sedangkan biji sirsak hanya dapat digunakan
sebagai bibit selebihnya
tidak digunakan. Sehingga penelitian
ini dilakukan untuk
mengetahui efektivitas ekstrak
biji sirsak sebagai insektisida nabati terhadap hama thrips pada tanaman jarak
pagar (Jatropha curcas).
Download lengkap Versi PDF