BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kehidupan makhluk hidup di muka bumi, baik
tumbuhan, binatang maupun manusia
mempunyai hubungan simbiosis dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain dalam suatu
tatanan lingkungan hidup. Dalam hubungan
ini dapat diketahui bahwa tatanan lingkungan hidup yang diciptakan oleh Tuhan itu mempunyai hukum keseimbangan.
Keseimbangan dalam suatu
lingkungan akan tetap berlangsung selama tidak ada gangguan dalam bentuk bencana, baik
yang disebabkan oleh kegiatan manusia
maupun dari proses alam. Tetapi pada kenyataannya, keseimbangan lingkungan rusak akibat dari ulah dan tingkah
laku manusia. Fakta ini sudah diungkapkan
dalam al-Qur’an surat ar-Ruum ayat 41 (Gani, et al.,1986): “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, sehingga Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang
benar)”.
Kasus Minamata di pantai barat
Pulau Kyusu Jepang Selatan yang terjadi pada
tahun 1956-1960 adalah salah satu contohnya, akibat dari penggunaan merkuri atau Hydragyricum yang tidak
terkontrol dalam proses produksi pembuatan
pupuk kimia Chisso Co Ltdserta
pembuangan limbah yang sembarangan tanpa
pengolahan terlebih dahulu, lebih dari 3.000 penduduk meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang
terkontaminasi merkuri dari limbah pabrik
pupuk tersebut (Martaningtyas, 2004).
Logam-logam berat, seperti
arsen (As), kadmium (Cd), timbal
(Pb), merkuri (Hg), sianida (CN)
akan menjadi ancaman bagi daerah sekitarnya ketika logam-logam tersebut terurai di alam
(Martaningtyas, 2004).
Logam merkuri merupakan logam
yang sangat penting dalam industri.
Dalam proses industri logam
merkuri banyak digunakan, seperti untuk termometer,
bahan penambal gigi, baterai, pembuatan cat dan obat gangguan ginjal (Palar, 1994), karena logam merkuri
merupakan satu-satunya logam yang berbentuk
cairan dalam suhu kamar (25ºC), mempunyai titik beku yang paling rendah (-39ºC), mempunyai kecenderungan
menguap lebih besar, mudah bercampur
dengan logam-logam lain membentuk logam campuran, mampu mengalirkan listrik baik dalam tegangan tinggi
maupun tegangan rendah (Alfian, 2006).
Merkuri akan membahayakan
lingkungan jika jumlah konsentrasi merkuri yang berada di lingkungan melebihi standar dari Peraturan Pemerintah No.82/2001 tentang kriteria mutu air yaitu
0,001 ppm (Widhiyatna, 2005).
Daya racun yang dimiliki dapat
bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Selain itu
merkuri juga akan bertindak sebagai penyebab
alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen
bagi manusia (Putra dan Johan, 2007).
Keberadaan residu merkuri di
lingkungan air juga dapat terakumulasi melalui
proses biomagnifikasi yang bekerja di lautan. Konsentrasi merkuri yang masuk akan terus meningkat seiring dengan
pembuangan hasil samping dari produk
pabrik. Merkuri yang masuk ke dalam tubuh biota laut akan ikut masuk termakan oleh manusia bersamaan dengan makanan
yang diambil dari perairan.
Biomagnifikasi merkuri tersebut
akan membahayakan ekosistem dan kesehatan manusia sebagai konsumen (Palar, 1994).
Mengingat dampak negatif yang
disebabkan oleh logam berat sangat banyak,
maka sebagai satu-satunya makhluk yang mempunyai anugerah berupa akal, manusia mempunyai tugas yaitu
mengembalikan atau memulihkan kembali keseimbangan
lingkungan hidup, mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh logam berat khususnya merkuri agar
keseimbangan lingkungan kembali baik.
Usaha yang dapat dilakukan untuk
mengembalikan keseimbangan lingkungan seperti
semula, yaitu dengan mengolah terlebih dahulu limbah yang mengandung logam berat melebihi standar normal sebelum
logam tersebut dibuang ke lingkungan
sehingga tidak akan membahayakan lingkungan.
Metode yang paling umum dipakai
untuk mengurangi jumlah merkuri adalah
adsorpsi, salah satunya adalah adsorpsi dengan biomassa. Metode adsorpsi dengan biomassa merupakan metode alternatif
yang tidak membutuhkan biaya yang
terlalu besar dan efektif untuk mengadsorpsi ion logam dari larutan dengan menggunakan biomassa tumbuhan yang telah mati
(Gamez., et al., 1999) dalam Lestari
(2006). Penggunaan bahan organik sebagai adsorben saat ini banyak dikembangkan karena tehnik-tehnik ini tidak
memerlukan biaya tinggi dan sangat efektif
untuk menghilangkan kontaminan logam-logam berat di lingkungan (Saleh, 2004).
Biomassa tumbuhan yang telah mati
dapat digunakan untuk mengikat ion logam
melalui adsorpsi permukaan, proses ini merupakan proses pasif karena partikel ion logam diikat pada dinding sel
tumbuhan ketika tumbuhan telah mati (Gamez.,
et al., 1999 dalam Lestari 2006).
Biomassa yang berasal dari
tumbuhan yang telah mati dan dapat digunakan
untuk mengadsorpsi logam berat salah satunya adalah tumbuhan alfalfa,
tumbuhan ini mampu
mengadsorpsi sejumlah ion
logam seperti: Cu(II),
Ni(II), Cd(II), merkuri,
Sn(II) dan Zn(II)
dalam media air (Gardea-torresdey.,
et al., 1997).
Tumbuhan enceng gondok yang
selama ini dikenal sebagai tumbuhan gulma
atau tumbuhan pengganggu ternyata mempunyai banyak manfaat untuk kehidupan manusia, yaitu sebagai bahan yang
dapat mengurangi pencemaran di lingkungan.
Firman Allah dalam al-Qur’an surat Shaad ayat 27 : “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi
dan apa yang ada antara keduanya tanpa
hikmah”.
Penelitian lain melaporkan bahwa
biomassa daun enceng gondok yang telah
mati juga dapat digunakan untuk mengadsorpsi logam berat Hg sebanyak 9,497 mg/g dengan pH optimumnya adalah 6 dalam
waktu pengocokan 60 menit dan
konsentrasi optimum 80 mg/mol (Al-Ayubi, 2008), kemudian dilaporkan juga dari hasil penelitian Khalifah (2008) yang
menggunakan daun enceng gondok yang
terimmobilisasi pada matriks polisilikat pada kondisi pH 6 dengan konsentrasi optimumnya 80 mg/mol mampu
menyerap Hg 2+ sebanyak 8,019 mg/g.
Pengikatan logam dengan biomassa
tumbuhan yang telah mati mempunyai banyak
kelemahan, diantaranya yaitu mudah terdegradasi oleh mikroba lain sehingga biomassa yang didapatkan cepat rusak
(Putra, 2007), untuk mengatasi masalah–masalah
itu maka dilakukan immobilisasi pada biomassa tumbuhan dengan menggunakan matriks polisilikat.
Silika gel adalah salah satu adsorben
yang mempunyai kelebihan antara lain
sangat inert, hidrofilik, mudah dimodifikasi dengan bahan lain. Menurut Nuryono dan Narsito (2004) dalam Alviera
(2006) partikel silika dapat dipandang sebagai
padatan asam yang memiliki gugus hidroksil di permukaan.
Gel silika secara umum dibuat
dengan menambahkan asam ke dalam larutan
natrium polisilikat. Asam monosilikat hasil dari reaksi ini akan membentuk suatu polimer dengan sistem tiga
dimensi menjadi suatu matriks polisilikat
(Hennisch, 1988 dalam Elviera, 2006).
Download lengkap Versi PDF