BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Islam
sebagai agama yang
sempurna tidak hanya
mengatur hubungan manusia dengan Sang Khalik-nya dan alam
syurga, namun Islam memiliki aturan dan tuntunan
yang bersifat komprehensif,
harmonis, jelas dan
logis. Salah satu kelebihan
Islam ini adalah perihal perspektif Islamdalam mengajarkan kesehatan bagi individu maupun masyarakat (Fauzan Asep,
2009).
Konsep Islam dalam permasalahan ini
sama dengan permasalahan lainnya, bahwa
Islam itu mudah dan lengkap, serta senantiasamenjaga keselamatan jiwa, badan,
dan akal manusia. Islam menghalalkan yang baik
untuk jiwa, badan dan akal,
sebaliknya mengharamkan yang
buruk dan merusak,
sebagaimana dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah
ayat 168 yang berbunyiHai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baikdari
apa yangterdapat di bumi,
dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena Sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh
yang nyata bagimu
(QS. Al-Baqarah: 168).
Ayat di atas menjelaskan bahwa
agama Islam menekankan manusia untuk mengkonsumsi makanan
yang halal dan
baik bagi kesehatan,
namun demikian fenomena
yang terjadi di
masyarakat tidak menyadari terhadap makanan
dan minuman yang
dikonsumsinya, yang terpenting
makanan itu dirasakan enak
di mulut, dengan tidak
mempertimbangkan aspek-aspek lainnya salah satunya adalah mengkonsumsi minyak goreng bekas yang dipakai
berkali-kali.
Minyak merupakan
medium penggoreng bahan
pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat luas. Kurang lebih 290
juta ton minyak dikonsumsi tiap tahun.
Banyaknya permintaan akan bahan pangan digoreng merupakan suatu bukti yang
nyata mengenai betapa
besarnya jumlah bahan
pangan digoreng yang dikonsumsi manusia
oleh lapisan masyarakat
dari segala tingkat
usia. Tujuan penggorengan
dalam bahan pangan
sebagai medium penghantar
panas, memperbaiki rupa
dan tekstur fisik
bahan pangan, memberikan
cita rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan
pangan (Ketaren, 2005).
Pemakaian minyak goreng secara
berulang dengan suhupanas yang tinggi akan mengalami
perubahan sifat fisikokimia
(kerusakan minyak) seperti
warna, bau, meningkatnya
bilangan peroksida dan
asam lemak bebas (FFA),
serta banyaknya kandungan
logam. Kerusakan minyak
yang utama adalah
karena peristiwa oksidasi,
hasil yang diakibatkan
salah satunya adalah
terbentuknya peroksida dan
aldehid. Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan
flavor yang tidak
diikehendaki dalam bahan
pangan, jika jumlah
peroksida dalam bahan pangan
lebih besar dari 2 meq/kg akan bersifat sangat beracun dan tidak
dapat dimakan. Minyak
goreng yang demikian
sudah tidak layak
untuk dikonsumsi karena
dapat menyebabkan penyakit
seperti kanker, menyempitnya pembuluh darah dan gatal pada tenggorokan
(Ketaren,2005).
Peroksida akan
membentuk persenyawaan lipoperoksida secara nonenzimatis
dalam otot usus
dan mitochondria. Lipoperoksida
dalam aliran darah
dapat mengakibatkan denaturasi
lipoprotein yang mempunyai
kerapatan rendah dan jika lipoprotein
mengalami denaturasi, akan mengakibatkan deposisi lemak
dalam pembuluh darah
(aorta) sehingga menimbulkan
gejala atherosclerosis (Ketaren,
2005).
Kerusakan lain
pada minyak goreng
dapat juga berlangsung
sejak pengolahan sampai
siap dikonsumsi, seperti
kerusakan yang disebabkan
karena autooksidasi yang
besar pengaruhnya terhadap
cita rasa. Pernyataan
ini bisa dibuktikan
dengan hasil penelitian
yang dilakukan Silalahi
dkk., (2005) tentang studi
awal kualitas minyak
goreng bekas penggunaan berulang yang
hasilnya menunjukkan bahwa
minyak goreng bekas
banyak mengalami perubahan fisikokimia
selama penggorengan seperti
kenaikan bilangan peroksida,
Ketaren (2005) menambahkan
bahwa dalam jangka
waktu yang cukup
lama peroksida dapat
mengakibatkan dekstruksi beberapa
macam vitamin dalam
minyak (misalnya vitamin A, C, D,
E, K) , kenaikan bilangan asam lemak bebas (FFA), warna menjadi cokelat dan bau yang tidak sedap
(Sudarmadji, dkk, 2003).
Menggoreng dengan
suhu tinggi akan
menurunkan mutu minyak
goreng yang antara
lain ditunjukkan oleh
warna yang semakin
gelap. Hal ini
akan menurunkan mutu
gorengan baik dari
segi rasa, penampilan
dan kesehatan, sehingga
perlu dilakukan pemurnian
dengan adsorben arang
aktif yang mampu memperbaiki kembali
mutu minyak yang
telah digunakan untuk
menggoreng.
Mengkonsumsi makanan
yang digoreng dengan
minyak yang telah
dipakai berulang kali
akan berpengaruh terhadap
kesehatan, sebab akan
menyebabkan penyakit seperti
tumor atau kanker (Winarno, 2004).
Penelitian pengolahan
minyak goreng bekas
telah banyak dilakukan
dan banyak juga yang menghasilkan
temuan dalam bentuk paten. Proses pengolahan minyak
goreng bekas telah
dilakukan oleh Wulyoadi,
dkk., (2004) dengan menggunakan
membran. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa
minyak goreng hasil
pemurnian mengalami penurunan
bilangan asam dan peroksida, namun belum memenuhi persyaratan Standar
Nasional Indonesia (SNI). Penelitian yang
sama dilakukan oleh Sumarni, dkk., (2004), dengan menggunakan bentonit dan arang aktif untuk penjernihan minyak goreng
bekas. Hasilnya menunjukkan bahwa
bilangan asam dan peroksida juga mengalami penurunan, namun minyak yang dihasilkan belum memenuhi spesifikasi SNI
(Widayat, dkk., 2006).
Widayat, dkk., (2006) juga
melakukan penelitian tantang optimasi proses adorbsi
minyak goreng bekas
dengan zeolit alam.
Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan
bahwa kondisi optimum
diperoleh pada berat
zeolit 19,07 gram dan diameter
zeolit 1,69 mm dengan perolehan bilangan asam sebesar 1,71.
Angka asam ini belum
memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI 3741-1995).
Salah satu alternatif pemecahan
masalah di atas adalah mengolah minyak goreng
bekas menggunakan polong buah kelor
(Moringa oleiferaLamk)sebagai adsorben
yang tersedia secara lokal. Proses adsorbsi merupakan salah satu untuk memperbaiki kualitas minyak goreng bekas,
yaitu dengan penambahan adsorben yang dapat
dicampur langsung dengan
minyak, dilanjutkan dengan
pengadukan dan penyaringan
(Ketaren, 2005). Adsorben yang sering digunakan adalah karbon aktif, tanah alam dan tanah aktif.
Yulianti (2009)
mengatakan bahwa karbon
aktif dari biji
kelor hasil pirolisis
650 o C selama 120 menit dengan
nilai 0,35 angka peroksida
(meq/Kg) menunjukkan adsorpsi
terhadap peroksida terbesar, disusul berturut-turut karbon aktif hasil pirolisis suhu o C, o C (1,10, 0,60 meq/Kg) angka peroksida
dan adsorpsi terhadap peroksida terkecil
ditunjukkan oleh karbon aktif hasil pirolisis suhu 50 o C dengan nilai 1,30 meq/Kg angka peroksida.
Hasil penelitian di atas, di
dukung oleh penelitianTaufiq (2007), tentang pemurnian
minyak goreng bekas
menggunakan biji kelor
yang dipanaskan suhu 50 °C
dapat digunakan untuk menurunkan
nilai FFA dan angka
peroksida pada minyak
goreng bekas. Hasilnya
menunjukkan bahwa pada
dosis optimum 125 mg/200 g,
biji kelor mampu
menyisihkan angka peroksida
sebesar 84 %, FFA
74,6 % dan meningkatkan warna cerah
sebesar 38,2. Penelitian Muallifah (2009) tentang
penentuan angka asam
thiobarbiturat dan angka
peroksida pada minyak goreng
bekas dengan karbon
aktif biji kelor yang telah
diaktivasi kimia dengan larutan
NaCl pada suhu
500 °C selama
2 jam dapat
menurunkan angka asam thiobarbiturat
dan angka peroksida pada minyak goreng bekas. Angka peroksida dan
FFA pada penelitian
Taufik dan Muallifah
belum memenuhi SNI,
maka penelitian tentang pembuatan
karbon aktif dari polong buah kelor dengan aktivasi kimia NaCl dan variasi aktivasi fisika
(variasi temperatur) pada medium nitrogen menarik
dilakukan sehingga dapat
meningkatkan nilai tambah karbon
aktif dari polong buah kelor dan potensi pemanfaatan
karbon aktif polong buah kelor lebih luas. MCconnacchie
(1996) menyebutkan bahwa
polong buah kelor
dapat digunakan sebagai karbon
aktif.
Penelitian Molek
(2005) tentang studi
penambahan larutan NaCl
pada pembuatan karbon aktif
tempurung kelapa dengan tigakali perlakuan yaitu : tanpa perendaman dengan larutan NaCl, perendaman
dengan larutan Na Cl 30 % 12 jam sebelum
karbonisasi, perendaman larutan NaCl 30 % 12 jam setelah karbonisasi.
Karbon aktif
dengan karakter terbaik
diperoleh dari tempurung kelapa
yang direndam dengan larutan NaCl
sebelum karbonisasi (ukuran mesh 60-80) dengan karakter
yaitu : bilangan
iodium 579,86 ± 1,582
mg/g, berat jenis
1,02 ± 0,008 g/cm, kadar abu 1,04 ± 0,038 %, dan kadar air
sebesar 0,12 ± 0,01 %.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan
latar belakang di atas permasalahan
yang dapat dirumuskan sebagai
berikut: a. Berapa penurunan angka peroksida pada tiap
tahap pemurnian minyak goreng bekas dan proses
bleaching oleh karbon aktif polong
buah kelor teraktivasi NaCl dengan variasi suhu 650 o C, o C,
o C? b.
Berapa penurunan Asam
Lemak Bebas pada
tiap tahap pemurnian
minyak goreng bekas
dan proses bleaching oleh karbon
aktif polong buah
kelor teraktivasi NaCl dengan
variasi suhu 650 o C, o C, o C?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan
penelitian ini adalah: a. Untuk
mengetahui penurunan angka
peroksida pada tiap
tahap pemurnian minyak
goreng bekas dan
proses bleaching oleh karbon
aktif polong buah kelor
teraktivasi NaCl dengan variasi suhu 650 o C, o C,
o C.
b. Untuk mengetahui penurunan Asam Lemak Bebas
pada tiap tahap pemurnian minyak goreng
bekas dan proses
bleaching oleh karbon aktif
polong buah kelor teraktivasi NaCl dengan variasi suhu 650
o C, o C, 750 o C.
1.4 Batasan Masalah Penelitian ini hanya dibatasi pada: a.
Sampel minyak goreng yang diteliti adalah minyak goreng curah yang telah
dipakai selama 3 jam perhari selama 5
hari.
b. Polong buah kelor yang digunakan diperoleh
dari Bangkalan Madura.
c. Aktivasi kimia adsorben menggunakan NaCl 15 %
dan 30 % d. Variasi suhu pemanasan polong buah kelor 650
°C, 700 °C dan 750 °C.
e. Parameter yang diuji angka peroksida dan asam
lemakbebas (FFA) 1.5 Manfaat Penelitian Hasil
penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai
potensi polong buah
kelor sebagai karbon
aktif untuk memurnikan kembali minyak goreng bekas
sehingga lebih aman dikonsumsi dan dapat meningkatkan penggunaan polong buah
kelor sebagai pemucat (bleaching) alami.
Download lengkap Versi PDF