BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Lemak atau
minyak merupakan salah
satu jenis bahan
makanan yang banyak
digunakan dalam kehidupan
sehari-hari karena dapat
meningkatkan cita rasa,
dan memperbaiki tekstur
makanan (Muchtadi, 2000).
Sudarmadji (2003) menyatakan
bahwa minyak dan
lemak memiliki titik
didih yang tinggi
(sekitar 200C) sehingga
biasa dipergunakan untuk
menggoreng makanan karena
bahan yang digoreng
akan kehilangan sebagian
besar air yang
dikandungnya dan menjadi
kering. Minyak dan
lemak juga memberikan
aroma dan rasa
gurih spesifik yang lain dari
gurihnya protein.
Kenaikan bahan
bakar minyak (BBM)
yang cukup tinggi
tentu dapat menimbulkan dampak yang signifikan pada
masyarakat, terutama sektor industri kecil, seperti
makanan yang berbasis
gorengan. Secara kuantitatif
jumlah pedagang kecil
ini cukup banyak
dan tersebar hampir
di seluruh penjuru
kota, dengan adanya
kenaikan harga jual
BBM maka biaya
produksi juga mengalami peningkatan,
di sisi lain
daya beli konsumen
melemah akibat terjadinya
inflasi.
Oleh karena
itu, masyarakat cenderung
memakai kembali minyak
goreng bekas untuk menggoreng makanan dan dipakai
berulang-ulang demi penghematan tanpa mempertimbangkan risiko
bagi kesehatan seperti
kerongkongan gatal atau
serak dan lebih berbahaya lagi
bisa memicu kanker.
Minyak
sayur yang digunakan
untuk menggoreng mengalami
perubahan secara kimiawi baik
selama proses penyimpanan, pemanasan atau adanya kontak dengan
cahaya. Perubahan kimiawi
itu dapat menyebabkan
penurunan kualitas minyak,
seperti perubahan warna
menjadi lebih gelap, lebih
kental, muncul bau yang
tidak sedap (tengik),
meningkatnya bilangan peroksida,
asam lemak bebas dan
menyebabkan rasa yang tidak lezat.
Keberadaan makanan
bagi kehidupan manusia
sangat penting. Secara medis
makanan dan minuman
yang kita konsumsi
dapat menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik. Islam
mengajarkan makanan atau minuman yang
kita konsumsi sehari-hari keberadaan hukumnya harus halal lagi baik secara dzatiyah
ataupun secara hukmiyah
selain harus mengandung
nutrisi yang dibutuhkan
oleh tubuh (Anwar,
2007:1). Hal ini
sesuai dengan firman
Allah dalam Al-qur’an surat
Al-Maidah ayat 88 yang berbunyi: “Dan
makanlah makanan yang
halal lagi baik
dari apa yang
Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada
Allah yang kamu beriman kepada Nya” (QS. Al-Maaidah :88).
Allah menganjurkan
kepada seluruh hambanya
untuk selalu memahami kebesaran dan kekuasaan-Nya dengan melihat
seluruh ciptaan-Nya, tiadalah Allah menciptakan alam
beserta isinya dengan
sia-sia dan batil,
yang menciptakan dengan benar dan merupakan kebenaran. Begitu
pula Tuhan menciptakan tumbuhtumbuhan agar manusia dapat menggambil m anfaat
darinya (Quthb, 2001: 244). Seperti yang dijelaskan di dalam firman-Nya
surat Ar-Rad ayat 4: ”Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan,
dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan
pohon korma yang
bercabang dan yang
tidak bercabang, disirami dengan
air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanamtanaman itu atas sebahagian yang
lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang berfikir”.
Shihab (2002)
memberikan tafsir bahwa
Allah menumbuhkan dari berbagai macam
tumbuhan yang baik
yaitu subur dan
bermanfaat. Tumbuhtumbuhan keluar
(tumbuh) dari benda mati. Tumbuhan dan
bagian tumbuhan yang telah mati secara tidak langsung dapat dimanfaatkan
kembali untuk sesuatu yang lebih berguna
(Jauhari, 1984). Sebagaimana halnya tanaman kelor yang banyak tumbuh di Indonesia, pemanfaatan tanaman kelor
baru sampai menjadi tanaman pagar hidup,
batas tanah atau
penjalar tanaman lain
dan sebagai sayuran.
Penggunaan bahan
organik yang berasal dari tumbuhan yang
telah mati sebagai adsorben
saat ini banyak
dikembangkan. Tehnik ini
tidak memerlukan biaya tinggi dan
kemungkinan sangat efektif
untuk menghilangkan kontami nan,
baik anionik maupun kationik
(Saleh, 2004).
Hal inilah
yang dirasa perlu
untuk diketengahkan pada
masyarakat manfaat biji
kelor yang telah
tua dan kering
(mati) sebagai bahan pengendap/koagulator untuk menjernihkan air
secara cepat, murah,aman, seperti yang
diterapkan di ITB dan mulai dikembangkan melalui Program UNDP.
Widayat, dkk.,
(2005) telah melakukan
penelitian awal peningkatan kualitas
minyak goreng dengan
zeolit alam dengan
studi penurunan bil angan asam,
yang hasilnya diperoleh
bilangan asam sebesar
1,71. Bilangan asam
ini belum memenuhi
Standar Nasional Indonesia
minyak goreng (SNI
3741 -1995) yaitu maksimal sebesar 0,3 %.
Penelitian lain
telah dilakukan oleh
Suharto (1997) menggunakan
zeolit alam sebagai
adsorben. Hermansyah (2003)
menggunakan adsorben alternatif arang tulang
yang hasilnya menunjukkan bahwa arang tulang mampu menyerap betakaroten pada minyak sawit kasar. Bayrak (2005) telah melakukan penelitian tentang
Aplikasi isotermis Langmuir
pada adsorpsi Asam
lemak jenuh yang hasilnya menunjukkan
bahwa penyerapan asam
lemak dengan montmorillonit merupakan
adsorpsi fisika. Penyerapan
karoten dan asam
lemak bebas pada minyak kelapa
sawit menggunakan adsorben
lempung teraktivasi juga
telah dilakukan oleh Joy, dkk (2007). Studi kinetika menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan
untuk kesetimbangan adsorpsi
menurun saat temperatur
dinaikkan.
Lempung yang diaktivasi dengan
asam sulfat 1 M lebih efektif daripada lempung dari
industri yang digunakan
sebagai acuan. Rossi
(2002) juga menyebutkan dalam penelitiannya tentang peranan lempung
pemucat dan silica sintetik dalam penjernihan minyak
kelapa sawit yang
hasilnya menunjukkan bahwa
karakter adsorpsi pada tiga macam
lempung pemucat memiliki perbedaan derajat aktivasi dalam proses penjernihan minyak kelapa sawit.
Isotermis penghilangan warna dan pigmen karoten
menggunakan lempung teraktivasi
asam lebih efisien
daripada lempung alam juga pada
kapasitas adsorpsi fosfor.
Taufik (2007)
juga melakukan penelitian
tentang pemurnian minyak goreng bekas menggunakan biji kelor dengan
metode Batch yang hasilnya dapat menurunkan
kadar asam lemak bebas (FFA) sebesar 74,6 % yaitu dari nilai 0,50 % menjadi 0,127 % dan penurunan angka
peroksida sebesar 84% yaitu dari 100 meq/kg
menjadi 16 meq/kg dan peningkatan warna cerah sebesar 6,7%. Nilai FFA tersebut
sudah memenuhi standart
SNI 1995 yaitu
maksimal 0,3 %,
sedangkan angka peroksida belum
memenuhi SNI 1995 dengan kandungan angka peroksida maksimal 2 meq/kg.
Berdasarkan hasil
penelitian di atas
akan dikaji lebih
lanjut tentang efektifitas
adsorpsi biji kelor
dan lempung bentonit
dalam penjernihan minyak goreng
bekas dengan metode
kolom, diharapkan dapat
menurunkan bilangan peroksida,
asam lemak bebas
dan warna yang
lebih baik dan
memenuhi mutu Standar Nasional Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang
yang telah disampaikan diatas maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut:
a. Berapa perubahan
kadar asam lemak
bebas (FFA), angka
peroksida, dan perubahan
warna minyak goreng
bekas setelah dilewatkan
melalui kolom yang berisi adsorben karbon aktif biji kelor ?
b.
Berapa perubahan kadar
asam lemak bebas
(FFA), angka peroksida
dan perubahan warna
minyak goreng bekas
setelah dilewatkan melalui
kolom yang berisi bentonit? c. Berapa
perubahan kadar asam
lemak bebas (FFA),
angka peroksida dan perubahan warna
minyak goreng bekas
setelah dilewatkan melalui
kolom yang berisi campuran
bentonit dan adsorben karbon aktif biji kelor ? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini
adalah: a. Untuk mengetahui
perubahan kadar asam
lemak bebas (FFA),
angka peroksida, dan
perubahan warna minyak
goreng bekas setelah
dilewatkan melalui kolom yang
berisi adsorben karbon aktif biji kelor.
Download lengkap Versi PDF