BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Makanan yang kita
konsumsi tidak hanya harus halal,tapi juga baik dan menyehatkan.
Bila ditinjau dari
sisi agama, minyak
goreng yang sudah
dipakai tetap halal dan boleh
digunakan kembali selama tidak menyebabkan penyakit atau membahayakan
bagi tubuh. Anjuran
memakan yang halal dan
baik telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Al-Maidah ayat 88
yang berbunyiDan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah
Telah rezekikan kepadamu, dan
bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS.
Al-Maidah [5]: 88).
Ayat di atas menjelaskan bahwa
Allah memerintahkan kepada kita untuk memilih
makanan yang halal dan baik. Halal berarti sesuatu yang dibolehkan oleh syariat, sedangkan baik berarti perkara yang
dinikmati oleh diri dan dicenderungi hati, yang
dapat juga diartikan
makanan yang bergizi,
menyehatkan dan tidak membahayakan bagi
tubuh dan akal
(Mustafa, 1992). Pemilihan
makanan yang halal
tetapi baik dan
yang baik tetapi
halal ini tidak
diperhatikan oleh sebagian besar masyarakat. Salah
satunya adalah penggunaan
minyak goreng bekas yang berulang-ulang
menyebabkan makanan yang tidak sehat. Hal ini disebabkan pada minyak goreng bekas mengandung angka peroksida
dan kadar asam lemak bebas tinggi.
Minyak goreng merupakan salah
satu kebutuhan pokok manusia sebagai bahan pengolah
bahan-bahan makanan. Fungsi
minyak goreng sebagai
media penggoreng sangat
penting dan kebutuhan
masyarakat terhadap minyak
goreng semakin meningkat.
Minyak goreng yang
umum dipakai adalah
minyak goreng nabati
yang berbentuk cair
pada suhu kamar.
Minyak goreng nabati
biasa diproduksi dari kelapa
sawit, kelapa atau jagung. Minyak nabati yang digunakan berulang kali sangat membahayakan kesehatan.
Minyakgoreng yang berkualitas dilihat dari
kehalalan, faktor citarasa,
stabilitas atau ketahanan terhadap
panas, nilai gizi, aspek
kesehatan dan harga (Hariyadi, 2005).
Sebanyak 49
% dari total
permintaan bahwa minyak
goreng adalah konsumsi
rumah tangga dan
sisanya untuk keperluan
industri. Potensi limbah minyak
goreng bekas di
daerah Malang, Batu
dan Surabaya cukup
besar. Data dari
265 buah hotel
yang ada di
ketiga kota tersebut.
Setiap hotel rata-rata menghasilkan
21 liter/hari, dari
data 4 Industri
kripik buah dihasilkan
minyak goreng bekas sekitar 721
liter/hari (Wibowo, 2004; Wijana, dkk, 2005).
Data dari
koperasi Sanan Malang,
rata-rata minyak goreng
dibutuhkan sebanyak 70-90
Kg/hari untuk Industri
kripik tempe yang
digunakan untuk 1-3 kali penggorengan,
dimana untuk waktu
1 kali pengorengan
adalah 5-8 jam, sehingga hal
ini menyebabkan dihasilkan
minyak goreng bekas
dalam jumlah yang cukup tinggi, sehubungan dengan adanya
hal tersebut maka perlu dilakukan upaya
untuk memanfaatkan minyak goreng dengan regenerasi agar tidak terbuang dan
untuk meningkatkan nilai
ekonomisnya serta untuk
memperpanjang penggunaan minyak
tanpa meningkatkan resiko buruk bagi kesehatan (Rukmini, 2001).
Minyak goreng yang rusak akan
mempengaruhi mutu dannilai gizi bahan pangan yang
digoreng. Minyak goreng
yang rusak akibat
proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi akan menghasilkan
bahandengan bentuk yang kurang menarik
dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak.
Akibatnya terjadi perubahan angka peroksida
dan kadar asam lemak bebas (Ketaren, 2008).
Angka peroksida dan asam lemak
bebas merupakan salah satu sifat kimia minyak. Angka
peroksida merupakan parameter
untuk menentukan kerusakan minyak
karena peristiwa oksidasi
sedangkan asam lemak
bebas dijadikan dasar untuk menegetahui
umur minyak, kemurnian
minyak dan mengetahui tingkat hidrolisis. Peroksida dapat mempercepat proses
timbulnya bau tengik dan flavor yang
tidak dikehendaki dalam bahan pangan (Ketaren,2008).
Jumlah peroksida dalam bahan
pangan lebih besar dari 100 meq/Kg akan bersifat sangat
beracun dan tidak
dapat dimakan (Ketaren,
2008) karena mengandung
senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik yang terjadi
selama proses penggorengan.
Secara berkelanjutan dapat
merusak kesehatan manusia, menimbulkan
penyakit kanker, akibat
selanjutnya dapat mengurangi
kecerdasan generasi berikutnya
(minyak jelantah.com, 2007).
Proses adsorpsi
merupakan salah satu
cara untuk memperbaiki
kualitas minyak goreng
bekas yaitu dengan
penambahan adsorben, dilanjutkan
dengan pengadukan dan
penyaringan (Ketaren, 2008).
Penelitian pengolahan minyak goreng bekas telah banyak dilakukan dan banyak
jugayang menghasilkan temuan dalam
bentuk paten. Proses pengolahan minyak gorengbekas telah dilakukan oleh Wulyoadi,
dkk, 2004 dalam
Widayat (2006), dimana
minyak goreng bekas dimurnikan dengan
membran. Hasil yang
didapat menunjukkan bahwa
minyak goreng hasil
pemurnian mengalami penurunan
bilangan asam dan angka peroksida. Hasil
yang didapat untuk
bilangan asam dan
angka peroksida juga mengalami
penurunan, namun belum memenuhi spesifikasi SNI (Wulyoadi,dkk, 2004 dalam Widayat, 2006).
Puryana (2002)
telah melakukan penelitian
tentang pemurnian minyak goreng
bekas dengan menggunakan
arang dari sekam
yang tidak diaktivasi sebagai
“bleaching agent’, perlakuan
tersebut ternyata belum
mampu memperbaiki mutu minyak
secara signifikan sehingga perlu
dilakukan penelitian lanjutan yang
diharapkan dapat memperbaiki
mutu minyak goreng
yang dihasilkan. Proses
penjernihan yang dilakukan
adalah proses netralisasi
pada minyak serta
menggunakan arang diaktivasi
karena karbon aktif
merupakan adsorben yang
paling efektif sebagai
“bleaching agent” dibandingkan
dengan adsorben yang lain
(Rukmini, dkk, 2000).
Maria (2005)
telah melakukan penelitian
tentang pemucatan minyak goreng bekas menggunakan adsorben campuran
karbon aktif dan bentonit aktif.
Hasil penelitian yang didapat
menunjukkan bahwa adsorben campuran arang aktif dan bentonit aktif dengan perbandingan 7:3
mampu menurunkan angka peroksida 60,35 %,
kadar asam 61,72
%, kadar air
76,46 % dan
mampu menurunkan intensitas warna sebesar 89,32 % pada minyak
gorengbekas. Kapasitas olah yang didapat
adalah 25,77 ml/g.
Karbon aktif
merupakan karbon yang
telah diberi perlakuan
untuk memperoleh kapasitas
adsorpsi tinggi. Pembuatan
karbon aktif memiliki
tiga tahapan yaitu dehidrasi,
karbonisasi dan aktivasi. McConnachie, et al(1996) telah melakukan
penelitian tentang pembuatan
karbon aktif dari polong
buah kelor (Moringa olifera. Lamk) dengan variasi suhu
500 °C, 600 °C dan 650 °C selama 30
menit. Proses pemanasan
pada penelitian ini
menggunakan proses steam pirolisis. Hasil
penelitian yang di
dapat menunjukkan bahwa
pada suhu 650 °C selama
30 menit hasil karbon aktif yang diperoleh 13 % dengan luas permukaan adsorpsi spesifik untuk fenol 140 mg/g, daya
serap terhadap metilen blue adalah 140 mg/g, tetapi pada suhu 500 °C dan 600 °C
selama30 menit hasil karbon aktif yang
diperoleh 27 % dan
19 % dengan luas
permukaan adsorpsi spesifik untuk fenol
50 mg/g, 110 mg/g, daya serap terhadap metilen blue adalah 50 mg/g dan 110 mg/g.
Warhurst, M.A.
et al (1996) telah melakukan
penelitian tentang kemampuan polong buah kelor sabagai karbon
aktif melalui proses aktivasi satu tahap,
menggunakan steam pirolisis. Karbon aktif yang dibuat dari kulit biji kelor melalui
proses karbonisasi dan
aktivasi dengan aliran nitrogen.
Penelitian ini menghasilkan
metode yang lebih
murah yaitu kulit
dipanaskan dan dialiri
gas nitrogen pada 750 o C dalam 30 menit atau 120 menit,dan pada 800
o C dalam 30 menit, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa
karbon yang dipanaskan pada 750 o C selama
120 menit mempunyai
kemampuan yang hampir
sama dengan yang dipanaskan pada o C selama
30 menit, pada
800 o C selama
30 menit mempunyai daya serap terhadap iodin 703 mg/g
denganluas permukaan adsorpsi spesifik
(specific surface area/ SSA) untuk fenol 629 m
/g, 4-nitrofenol 664 m /g, daya
serap terhadap metilen
blue 211 m /g. Demikian
pula karbon aktif
yang dipanaskan pada o C
selama 120 menit,
tetapi karbon aktif
hasil pemanasan pada o C
selama 30 menit mempunyai kemampuan adsopsi lebihkecil dengan penyerapan terhadap iodin 703 mg/g dan SSA
untuk fenol 629 m /g.
Taufiq (2007)
melakukan penelitian tentang
pemurnian minyak goreng bekas
dengan biji kelor
(Moringa olifera. Lamk)
yang diproses melalui pemanasan
pada suhu 50
°C selama 10
menit. Hasil penelitian
yang didapat menunjukkan bahwa pemanfaatan biji kelor (Moringa
olifera. Lamk) pada proses adsorbsi
minyak goreng bekas dapat menurunkan kadarasam lemak bebas (FFA) sebesar 74,6 %, angka peroksida sebesar 84 %
dan peningkatan kecerahan warna sebesar 6,7
%. Penurunan nilai
FFA tersebut sudah
memenuhi standar mutu minyak goreng
berdasarkan SNI 3741-1995
sedangkan angka peroksida
belum memenuhi SNI 3741-1995.
Muallifah (2009)
melakukan penelitian tentang
penentuan angka asam thiobarbiturat dan
angka peroksida pada
minyak goreng bekas
dengan karbon aktif biji kelor yang telah diaktivasi kimia
denganlarutan NaCl dan aktivasi fisika pada suhu
500 °C selama
2 jam belum
mampu menurunkan angka
asam thiobarbiturat dan angka
peroksida pada minyak goreng bekas sesuai standar mutu minyak goreng berdasarkan SNI 3741-1995.
Yulianti (2009) juga melakukan
penelitian tentang adsorpsi peroksida dan asam
lemak bebas dalam
minyak goreng bekas
menggunakan karbon aktif biji kelor
(moringa oleivera. lamk) yang telah diaktivasi dengan proses pirolisis
satu tahap pada suhu 650 °C, 700 °C dan
750 °C selama 2 jam dengan variasi waktu
kontak
0, 15, 30,
60, 120 dan
240 menit pada
tiap-tiap suhu. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
karbon aktif suhu 650 °C selama 2jam pada proses adsorbsi minyak goreng bekas dapat menurunkan kadar
asam lemak bebas (FFA) sebesar 5,56 %
dan angka peroksida
sebesar 69,13 %,
dengan waktu kontak 60
menit pada proses bleaching. Penurunan angka peroksida dan
kadar asam lemak bebas (FFA) pada
minyak goreng bekas
sesuai standart mutu minyak
goreng berdasarkan SNI 3741-1995.
Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, perlu
dilakukan penelitian tentang efektifitas karbon aktif polong buah kelor
(Moringa olifera. Lamk) dengan variasi suhu pemanasan
650 °C, 700 °C dan
750 °C selama
2 jam dalam
perubahan angka peroksida
dan kadar asam
lemak bebas (FFA)
pada proses bleaching minyak goreng bekas.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar
belakang yang telah
disampaikan di atas
maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengaruh variasi
suhu pemanasan karbon
aktif dari polong
buah kelor terhadap perubahan
angka peroksida pada minyak goreng bekas sebelum dan sesudah proses bleaching? 2.
Bagaimana pengaruh variasi
suhu pemanasan karbon
aktif dari polong
buah kelor terhadap perubahan
kadar asam lemak bebas (FFA) pada minyak goreng bekas sebelum dan sesudah proses bleaching? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini
adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh variasi suhu
pemanasan karbon aktif dari polong buah kelor
terhadap perubahan angka
peroksida pada minyak
goreng bekas sebelum dan sesudah proses bleaching.
2. Untuk mengetahui pengaruh variasi suhu
pemanasan karbon aktif dari polong buah
kelor terhadap perubahan kadar asam lemak bebas (FFA) pada minyak goreng bekas sebelum dan sesudah proses
bleaching.
1.4 Batasan Penelitian Mengingat
banyaknya cakupan permasalahan,
maka dalam penelitian
ini hanya dibatasi pada: 1.
Sampel minyak goreng
yang diteliti adalah minyak
goreng curah yang telah digunakan selama 3 jam perhari, selama 5 hari.
2. Kelor
yang digunakan adalah
polong buah kelor
yang diperoleh dari
daerah Madura.
3. Variasi suhu pemanasannya 650 °C, 700 °C dan
750 °C.
4. Parameter
adsorpsi yang diuji
adalah bilangan peroksida
dan kadar asam lamak
bebas.
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian
ini diharapkan dapat
memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan polong buah
kelor (Moringa olifera. Lamk) yang telah
dijadikan karbon aktif untuk pemurnian minyakgoreng bekas sehingga lebih aman
dikonsumsi dan dapat
meningkatkan penggunaan polong
buah kelor (Moringa olifera. Lamk) sebagai penjernih
minyak goreng bekas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelor (Moringa oliefera. Lamk) Allah menciptakan suatu makhluk baik yang
hidup di bumi, udara, dan air.
'>� "#< s P� �@� ng kekuasaan Allah.
Kata thariq berarti jalan yang bersifat kata benda,dapat
diartikan sebagai cara yang dilakukan untuk
memikirkan kekuasaan Allah.
Tafsir
al Mishbah juga
menjelaskan bahwa Allah menurunkan air
dari langit berupa
air hujan dan
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang
bermacammacam dengan perantara
air tersebut. Air
hujan mengandung banyak
senyawa kimia yang dibutuhkan
tumbuhan, salah satunya adalah nitrogen. Atmosfir terdiri 78
% volume unsur
nitrogen dan merupakan
suatu persediaan yang
tidak ada habis-habisnya
untuk unsur penting
ini. Molekul nitrogen
sangat stabil, oleh karena
itu pemutusan menjadi atom-atomnya untuk bereaksi dengan bahan kimia membentuk
senyawa organik atau
anorganik nitrogen merupakan
langkah yang terbatas
dalam siklus. Ini
dapat terjadi dengan
proses berenergi tinggi
dalam penyinaran cahaya yang
menghasilkan nitrogen oksida.
Unsur nitrogen dapat terlibat dalam bentuk
ikatan kimia atau fiksasi oleh proses biokimia
dengan perantara mikroorganisme. Nitrogen
biologis dapat dirubah
mejadi bentuk anorganik
pembusukan atau penguraian
biomassa.
Sejumlah besar dari nitrogen difiksasi secara
sintetik di bawah temperatur tinggi dan
juga tekanan tinggi melalui reaksi: N2 +
3 H2 →2 NH 3 Produksi dari gas-gas N2dan
N O oleh mikroorganisme dan evolusi dari
gas-gas
ini ke dalam
atmosfer menyempurnakan siklus nitrogen melalui
suatu proses denitrifikasi.
Denitrifikasi suatu proses yang penting
di alam, yaitu suatu mekanisme
dimana hasil fiksasi
nitrogen dikembalikan ke
dalam atmosfer (Achmad, 2004).
Air
hujan yang mengandung
nitrogen meresap dalam
tanah, kemudian diserap
oleh tumbuhan sebagai
nutrisi yang sangat
penting dalam pertumbuhan.
Download lengkap Versi PDF