BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Indonesia
merupakan salah satu negara yang sedang menghadapi persoalan energi yang serius akibat ketergantungan yang
sangat besar terhadap energi fosil, sementara pengembangan
bioenergi sebagai alternatif masih kurang
mendapat perhatian. Sesungguhnya
potensi Indonesia untuk
mengembangkan bioenergi relatif besar, baik bioetanol maupun biodisel.
Salah satu potensi yang relatif besar adalah pengembangan
bioetanol berbahan baku
tebu dengan asumsi
80 liter bioetanol dapat dihasilkan dari 1 ton tebu
(data teknis di Brazil) (Kurniawan dkk., 2008).
Indonesia mengalami
penurunan produksi minyak
nasional akibat menurunnya
secara alamiah cadangan
minyak pada sumur-sumur
produksi.
Padahal dengan
pertambahan jumlah penduduk
meningkat pula kebutuhan
akan sarana transportasi
dan aktivitas industri
yang berakibat pada
peningkatan kebutuhan dan
konsumsi bahan bakar
minyak (BBM). Untuk
memenuhi kebutuhan BBM tersebut,
pemerintah mengimpor sebagian BBM.
Melihat kondisi tersebut,
pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 5
Tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional untuk
mengembangkan sumber energi
alternatif sebagai pengganti
BBM.
Walaupun kebijakan tersebut
menekankan penggunaan batu bara dan gas sebagai pengganti
BBM, tetapi juga
menetapkan sumber daya
yang dapat diperbaharui seperti
bahan bakar nabati
sebagai alternatif pengganti
BBM. Selain itu pemerintah juga
telah memberikan perhatian
serius untuk pengembangan
bahan bakar nabati (biofuel) ini
dengan menerbitkan Instruksi Presiden No 1 Tahun 2006 tanggal
25 Januari 2006 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan
Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain.
Oleh karena
itu, eksplorasi dan
eksploitasi terhadap sumber-sumber alternatif saat ini menjadi sebuah kebutuhan.
Saat ini melalui Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral, pemerintah
sedang gencar memasyarakatkan penggunaan
bioenergi untuk penghematan
energi dan penyelamatan
lingkungan (Anonymous, a ).
Bioenergi adalah
bahan bakar alternatif
terbarukan yang prospektif
untuk dikembangkan. Bioenergi
bisa dihasilkan oleh
makhluk hidup seperti
tanaman, hewan, dan
mikroorganisme (Hambali dkk., 2007).
Allah Swt
menciptakan alam dan
isinya seperti hewan dan
tumbuhtumbuhan mempunyai hikmah yang amat besar, semuanyatidak ada yang
sia-sia dalam ciptaan-Nya.
Manusia diberikan kesempatan
yang seluas-luasnya untuk mengambil
manfaat dari hewan dan tumbuhan (Ahmad, 2006).
Allah Swt berfirman dalam QS.
As-Sajdah: 27 “Dan apakah
mereka tidak memperhatikan, bahwasanya
kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang
tandus, lalu kami tumbuhkan dengan air
hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak
memperhatikan?(Q.S. As-Sajdah : 27)”.
Ayat di
atas menjelaskan bahwa
Allah Swt menciptakan
hewan dan tumbuhan untuk kepentingan manusia. Manusia
tidak hanya diperintahkan untuk menikmati
apa yang telah diberikan oleh Allah Swt tersebut, akan tetapi manusia diperintah juga untuk berfikir dan berusaha
memanfaatkan ciptaan-Nya tersebut.
Penjelasan di
atas didukung dengan
firman Allah Swt dalam
QS. AsySyu’ara: 7 yang berbunyi “Dan
apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam
tumbuh-tumbuhan yang baik?(QS. AsySyu’ara : 7)”.
Shihab (2002)
memberikan tafsir bahwa
Allah Swt menumbuhkan
dari bermacam-macam tumbuhan
yang baik yaitu
subur dan bermanfaat.
Seperti halnya dengan
nira tebu yang
banyak mengandung glukosa
sehingga dapat difermentasi menjadi etanol yang bermanfaat
untuk bahan bakar.
Allah Swt juga berfirman dalam
QS. An-Nahl: 11 yangberbunyi “Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu
tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur
dan segala macam
buah-buahan. Sesungguhnya pada
yang demikian itu
benar-benar ada tanda
(kekuasaan Allah) bagi
kaum yang memikirkan (QS. An-Nahl: 11)”.
Berdasarkan ayat
di atas, tersirat
makna bahwasannya di
balik adanya berbagai
tanaman yang ada
di bumi, terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah
Swt bagi kaum
yang memikirkan. Sebagai
contoh adalah tanaman
tebu yang dapat dimanfaatkan
sebagai bioetanol melalui proses fermentasi.
Fermentasi karbohidrat
oleh khamir (ragi)
adalah proses penghasil
etanol dan karbon dioksida secara
anaerob. Pada proses fermentasi menghasilkan etanol ini,
bahan-bahan yang mengandung
monosakarida langsung dapat
difermentasi, akan tetapi
disakarida, pati ataupun
karbohidrat komplek harus
dihidrolisis terlebih dahulu
menjadi komponen gula
sederhana sebelum difermentasi
(Said, 1987).
Dewi (2007)
melakukan penelitian tentang
pengaruh jenis nira
tebu dari beberapa varietas tebu
dan mikroba terhadap
efisiensi fermentasi nira
tebu menjadi etanol. Nira tebu
yang digunakan adalah varietas N1, N2, N3, N4 dan N5, sedangkan mikroba yang digunakan adalah
Saccharomyces cereviciaestrain SCR, ragi roti
dan Saccharomyces cereviciae strain K1.
Adapun efisiensi fermentasi tertinggi sebesar 89,66% dicapai jika
digunakan nira tebu varietas N4 dan ragi roti sebagai
mikrobanya dengan konsentrasi
etanol yang dihasilkan
sebesar 11,77% hasil yang diperoleh.
Mikroba memerlukan
penambahan nutrisi untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakannya, yaitu:
Unsur C dengan
penambahan bahan yang mengandung
karbohidrat, unsur N dengan penambahan pupuk yang mengandung nitrogen seperti ZA, urea, amonia, dan
sebagainya atau dengan penambahan zat organik yang
mengandung unsur N
seperti tepung kedelai,
unsur P dengan penambahan
pupuk fosfat, misalnya
NPK, TSP, DSP,
dsb, mineral-mineral dan vitamin-vitamin
(Dinda, 2008).
Menurut Margono dkk., (2009)
sumber nitrogen (N) dapat diperoleh dari tepung kedelai, karena kandungan proteinnya
yang tinggi yaitu 42,88 %. Adapun kandungan
asam amino terbanyak adalah leusin. Astuti (2009) mengatakan bahwa kandungan asam mino glutamate pada kedelai
hitam sedikit lebih tinggi dari pada kedelai
kuning.
Tepung kedelai mempunyai
kandungan protein yang lebih tinggi dari pada tepung
yang lain seperti
tepung jagung dan
tepung terigu. Tepung
kedelai mengandung protein (41
%), tepung jagung (7,2 %) dan tepung terigu (12-14 %) (Suwandy, dkk., 2009).
Wijiyono (2008)
melaporkan tentang efektivitas
penambahan sumber nitrogen
(N) dari amonium
posfat terhadap pertumbuhan
dan laju fermentasi Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan minuman anggur dari buah
anggur.
Penambahan nitrogen
pada media fermentasi,
mampu meningkatkan proses pembongkaran gula. Total konsumsi nitrogen
yang terjadi setelah 24, 48 dan 72 jam
adalah 66, 267 dan 402 mg/liter. Adanya penambahan amonium fosfat pada media selama fermentasi mampu meningkatkan
populasisel, laju fermentasi dan produksi etanol meningkat 3-6,3%.
Download lengkap Versi PDF