BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi
yang berkepanjangan di Indonesia telah melumpuhkan sebagian besar dunia usaha. Salah satu yang
menerima dampak berat menghadapi kondisi
saat ini yaitu sektor perbankan. Dengan kondisi tersebut, maka perbankan dituntut untuk semakin mengoptimalkan
pelayanan kepada nasabah agar kepuasan nasabah
tetap terjaga. Bisnis perbankan merupakan bisnis jasa yang berdasar pada asas kepercayaan sehingga masalah kualitas
pelayanan dan nilai nasabah menjadi faktor
yang sangat menentukan keberhasilan bisnis ini.
Kepuasan pelanggan sangat
diperhatikan oleh perusahaan karena akan berdampak pada kinerja penjualan. Kotler (2001:188) menyatakan bahwa, pelanggan yang merasa puas akan membeli ulang,
dan mereka akan memberitahu orang
mengenai pengalaman baik tentang produk itu. Kepuasan pelanggan berkontribusi pada sejumlah aspek krusial,
seperti terciptanya loyalitas pelanggan, meningkatnya reputasi perusahaan, berkurangnya
elastisitas harga, berkurangnya biaya
transaksi masa depan dan meningkatnya efisiensi dan produktivitas karyawan, (Tjiptono, 2004:34).
Kualitas pelayanan akan
dihasilkan oleh operasi yang dilakukan oleh perusahaan, dan keberhasilan proses operasi
perusahaan ini ditentukan oleh banyak
faktor, antara lain faktor karyawan, sistem, teknologi, dan keterlibatan nasabah. Bisnis bank selalu berada dalam
lingkungan industri yang kompetitif. Di zaman
yang semakin modern ini, bank-bank telah yang telah memiliki nama besar selalu
berusaha mengoptimalkan tingkat ekonomi,
menciptakan strategi dalam menciptakan
pandangan dan berusaha merengkuh nasabah semaksimal mungkin.
Banyak bank yang berlomba-lomba
untuk memberikan premium service untuk menarik
dan memperhatikan nasabahnya serta berusaha untuk lebih unggul dari bank-bank lainnya. Untuk dapat memenangkan
persaingan penghimpunan dana masyarakat,
pihak bank harus mampu membaca dan memahami kebutuhan dan keinginan nasabah.
Bank menghadapi tantangan untuk
memenuhi kebutuhan nasabah yang semakin
modern dan kemajuan teknologi telah membawa dampak pada perubahan perilaku nasabah terhadap dunia perbankan
nasional, terutama pada value (nilai) yang
diinginkan nasabah bank. Keinginan nasabah ini akan memaksa bank untuk dapat memberikan nilai kepustakaan terhadap
nasabahnya. Salah satu cara utama mendifferensiasikan
pada sebuah perusahaan jasa adalah memberikan jasa berkualitas lebih tinggi dari pesaing secara
konsisten. Kuncinya adalah memenuhi atau
melebihi harapan kualitas jasa pelanggan sasaran, (Kotler,
1997:563).
Pengukuran kualitas layanan oleh
Senoaji (2008:22) pada riset eksplanatorinya, menjelaskan layanan dan faktor-faktor yang
menentukannya. Dalam penelitian tersebut didefinisikan bahwa kualitas layanan sebagai
derajat ketidakcocokan antara harapan
normatif pelanggan pada jasa dan persepsi pelanggan pada kinerja layanan yang diterima. Dalam menggunakan suatu
produk atau jasa, konsumen akan
membandingkan antara biaya atau usaha yang dikeluarkan dengan manfaat atau keuntungan yang telah diperoleh konsumen
dengan tercipta nilai pelanggan.
Senoaji (2008:28), nilai untuk
pelanggan atau Value for the customer (VC) mencerminkan customer value itu sendiri, dimana menjelaskan mengenai apa yang diterima oleh konsumen dan juga apa
yang dapat diberikan oleh konsumen.
Sedangkan Rangkuti (2002:41)
berpendapat, “walaupun suatu jasa
berkualitas serta memuaskan
pelanggan, namun belum tentu jasa tersebut bernilai bagi pelanggan”. Semakin bernilai suatu produk,
semakin bertambah kebutuhan pelanggan yang dapat dipenuhi oleh produk
tersebut.
Perbankan syariah telah hadir di
Indonesia sejak tahun 1992 dengan berdirinya
Bank Muamalat Indonesia hingga sampai saat ini telah berkembang dengan cukup baik. Dengan potensi populasi
umat Islam yang besar, karakteristik konsumen
yang religius, dan juga fatwa haram bunga bank dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) tahun 2003. Dan diberlakukannya Undang-Undang
No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, maka pengembangan perbankan syariah telah memiliki landasan hukum yang memadai.
Namun dari semua potensi yang
ada, kondisi perbankan syariah saat ini dibandingkan
dengan perbankan nasional di Indonesia masih terlalu kecil. Data yang dihimpun Bank Indonesia (2009)
menunjukkan penurunan laju pertumbuhan pembiayaan
perbankan syariah pada tahun 2009 relatif signifikan yaitu sebesar 14% dari tumbuh 36,7% tahun lalu menjadi
22,8%. Sementara itu penurunan laju pertumbuhan
asset sebesar 2,2% dari 35,6% menjadi 33,4% tahun ini. Yang menarik adalah meningkatnya pertumbuhan DPK
dari 35,5% tahun 2008 menjadi 37,7%.
Menurut Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia, Riawan Amin mengatakan, “pangsa pasar bank syariah (mei
2010) hanya 2,46 persen”. Sulit bisa
mencapai tiga persen, meski sebenarnya tidak layak bagi Indonesia yang penduduknya mayoritas Muslim (republika.co.id).
Seperti yang diberitakan Republika bahwa penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Manajemen (PPM)
menelaah perilaku konsumen bank syariah dan konvensional diidentifikasikan ada
dua faktor yang sangat mempengaruhi
migrasi nasabah, yaitu kualitas layanan dan return (infoanda.com).
Berdasarkan penelitian tersebut
terlihat bahwa masih terdapat ketidakpuasan dirasakan nasabah sehingga tidak ada loyalitas
yang mengakibatkan terjadinya migrasi ke
bank lain.
Pada umumnya nasabah memiliki
persepsi yang negatif mengenai fasilitas bank syariah dibandingkan bank konvensional
(Afiff, 2005:52). Menurut Sasono (2006:305-320)
bahwa tingkat kepuasan terhadap pelayanan yang ditawarkan bank Islam yang tertinggi adalah nama dan
citra bank, diikuti kemampuan untuk membuat
pelanggan percaya, jaringan luas dari fasilitas yang ditawarkan. Persepsi negatif dari nasabah mengenai layanan bank syariah menunjukan adanya ketidakpuasan yang dirasakan para nasabah.
Yang membedakan antara bank
syariah dengan bank konvensional adalah atribut-atribut
khusus yang melekat pada bank syariah, seperti tidak ada unsur riba, sistem bagi hasil, tidak ada unsur judi,
untuk investasi yang halal, dan melakukan
aktivitas sesuai syariah. Atribut-atribut produk Islam ini yang menjadi alasan utama para nasabah memilih menggunakan
bank syariah dan menjadi indikator
penilaian bagi nasabah. Maka kepuasan akan dirasakan oleh nasabah bila nilai syariah yang ada pada atribut
produk bank syariah semakin tinggi.
Salah satu bank syariah yang ikut berkontribusi bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia adalah bank BNI
Syariah. BNI Syariah ini juga baru
saja melakukan pemisahan (spin off)
dengan induknya bank BNI.
Berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Bank Indonesia No.12/41/KEP.GBI/2010 tanggal 21 Mei 2010, maka telah diperoleh izin
usaha Bank Umum Syariah (BUS) PT Bank
BNI Syariah atau BNI Syariah dari status sebelumnya yaitu Unit Usaha Syariah (UUS). Dengan dilakukannya spin off,
maka BNI Syariah akan lebih fokus dalam
mengelola bisnis, independen, fleksibel serta responsif dalam memenuhi kebutuhan nasabah sehingga Bank BNI
Syariah dapat menjadi bank syariah
pilihan atau bank of choice (bni.co.id).
Download lengkap Versi PDF