BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan
bahan pokok penduduk Indonesia dengan
tingkat konsumsi yang
mencapai lebih dari
2,5 juta ton
per tahun, atau
lebih dari 12 kg per
orang per tahun.
Dalam kehidupan sehari-hari minyak
goreng digunakan dalam
memasak sebagai medium
penghantar panas, baik pada proses menumis, menggoreng dangan
jumlah minyak terbatas (shallow- atau pan
frying), maupun menggoreng dengan jumlah minyak
yang banyak dan bahan yang
digoreng terendam dalam
minyak (deep frying).
Minyak yang digunakan dalam proses menumis akan memberikan
citarasa yang lebih lezat, dan aroma
serta penampakan yang lebih menarik daripada makanan yang direbus atau dikukus.
Minyak goreng juga
membuat makanan menjadi renyah, kering,
dan berwarna keemasan/kecoklatan,
akan tetapi jika minyak goreng digunakan secara berulang kali akan membahayakan kesehatan
(Widayat dkk, 2006).
Anjuran
makan yang halal
lagi baik telah
dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 168: Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang
halal lagi baik dari apa yangterdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya
syaitan itu adalah
musuh yang nyata
bagimu (QS. AlBaqarah (2) : 168).
Ayat
di atas menjelaskan
bahwa Allah sangat
mencintai sesuatu yang baik-baik
dan selalu memerintahkan kepada manusia dan RasulNya untuk selalu memakan
yang halal lagi
baik. Sesungguhnya Allah
memerintahkan kaum mukminin
dengan perintah yang
diarahkan kepada para Rasul-Nya seperti
yang telah dijelaskan dalam
Al-Qur’an surat Al-Mu’min (23) ayat 51: Artinya: Hai
rasul-rasul, makanlah dari
makanan yang baik-baik,
dan kerjakanlah amal
yang saleh. Sesungguhnya
aku Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan (Al-Mukminuun (23) : 51).
Ketaren (2008), mengemukakan bahwa pemakaian
minyakgoreng secara berulang dengan
suhu panas yang
tinggi akan mengalami
perubahan sifat fisikokimia
(kerusakan minyak) seperti
warna, bau, meningkatnya
bilangan peroksida dan
asam lemak bebas,
serta banyaknya kandungan
logam. Minyak goreng
yang demikian sudah
tidak layak untuk
dikonsumsi karena dapat menyebabkan penyakit
seperti kanker, menyempitnya
pembuluh darah dan
rasa gatal pada tenggorokan.
Sudarmadji dkk (2007), menambahkan bahwa kerusakan lain
pada minyak goreng
dapat juga berlangsung
sejak pengolahan sampai
siap dikonsumsi, seperti kerusakan yang disebabkan karena
autooksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap citarasa.
Pernyataan inibisa dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan Silalahi dkk (2005),
tentang studi awal kualitas minyak goreng bekas
penggunaan berulang yang
hasilnya menunjukkan bahwa
minyak goreng bekas
banyak mengalami perubahan
fisikokimia selama penggorengan seperti kenaikan bilangan peroksida, kenaikan
bilangan asam lemak bebas, warna menjadi
coklat dan bau yang tidak sedap.
Pentingnya mengetahui nilai peroksida pada
minyak goreng, dikarenakan nilai peroksida
sebagai penentu derajat
kerusakan pada minyak
goreng. Asam lemak
tidak jenuh dapat
mengikat oksigen pada
ikatan rangkapnya sehingga membentuk proksida. Peroksida di dalam tubuh
bisa menyebabkan destruksi asam lemak esensial,
browning dengan protein dan
kemungkinan menimbulkan keracunan (Ketaren, 2008).
Penelitian pengolahan minyak goreng bekas
telah banyak dilakukan dan banyak juga
yang menghasilkan temuan dalam bentuk paten. Widayat dkk, (2006) juga melakukan penelitian tentang optimasi
proses adsorbsi minyak goreng bekas dengan
zeolit alam. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa kondisi optimum
diperoleh pada berat
zeolit 19,07 gram
dan diameter zeolit
1,69 mm dengan perolehan bilangan asam sebesar 1,71.
Angka asam ini belum memenuhi Standar Nasional Indonesia.
Yustinah (2009), melakukan penelitian tentang
pengaruh massa adsorben chitin pada
penurunan kadar asam
lemak bebas (FFA), bilangan peroksida,
dan warna gelap minyak goreng
bekas dengan penggunaan adsorben chitin sejumlah 15 gram yang menghasilkan penurunan kadar FFA
dari 1,0257 % menjadi 0,5523 %, bilangan
peroksida berkurang dari 16,4 meq/kg minyak menjadi 6,4 meq/kg, dan absorbansi warna terjadi penurunan dari
1,81 Absmenjadi 0,653Abssetelah diadsorbansi dengan chitin 12,5 gram adsorben
chitin.
Pengolahan
minyak goreng bekas
juga dilakukan oleh
Subarti (2009), menggunakan katalis Ni-Bentonit massa 2 gram
yang mampu menurunkan angka asam dari
1,692 mg menjadi 0,497 mg KOH/g minyak atau pengurangan 70,63% dari
semula, serta angka
peroksida dari 9,824
meq/kg menjadi 4,892
meq/kg minyak atau pengurangan
50,20% dari semula. Hasil penelitian belum memenuhi standar mutu minyak goreng menurut SNI.
Alternatif
pemecahan masalah adalah
mengolah minyak goreng bekas dengan
menginteraksikan serbuk karbon aktif biji kelor (Moringa oleifera. Lamk).
Biji
kelor yang oleh
sebagian masyarakat dianggap
kurang bermanfaat, ternyata
memiliki beberapa kandungan
senyawa seperti alkali,
protein, karbohidrat dan
vitamin yang salah
satu kelebihannya bisa
digunakan sebagai obat,
sayuran, penjernih air
dan lain-lain. Hal
ini sesuai dengan ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan
bahwa Allah menciptakan
makhluk sekecil apapun
banyak hikmah dan manfaatnya.
Allah menciptakan sesuatu punya maksud dan
tujuan yang tidak semua kita ketahui.
Biji kelor misalnya,
banyak masyarakat yang
menganggap bahwa tanaman tersebut tidak lebih dari sekedar
sayur-sayuran, akan tetapi Allah punya maksud
lain menumbuhkan tanaman kelor, yakni bisa dimanfaatkan sebagai obat, penjernih
air, penjernih minyak
goreng dan lain
sebagainya sehingga banyak peneliti
yang ingin mempelajari
dan mengkaji secara empiris mengenai penggunaan
biji kelor (Moringa
oleifera. Lamk) tersebut.
Biji kelor (Moringa oleifera.
Lamk) belum digunakan
secara luas untuk
mengolah minyak goreng bekas
yang selama ini
belum dimanfaatkan kembali
dan dibuang percuma
atau sia-sia.
Berdasarkan latar belakang dan ayat di atas
maka peneliti tertarik untuk melengkapi hasil
penelitian tentang peningkatan
kualitas minyak goreng
bekas menggunakan serbuk
karbon aktif biji
kelor (Moringa oleifera.
Lamk) sebagai pengolah
minyak goreng bekas
dengan variasi suhu
interaksi. Parameter pada penelitian
ini: angka iodin, angka peroksida, dan kekeruhan minyak goreng bekas.
Diharapkan dari penelitian ini, serbuk
karbon aktifbiji kelor (Moringa oleifera.
Lamk) dapat memperbaiki kualitas minyak goreng
bekas.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar
belakang di atas
maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana pengaruh suhu
interaksi minyak goreng
bekas dengan serbuk karbon aktif biji kelor terhadap angka iodin? 2.
Bagaimana pengaruh suhu
interaksi minyak goreng
bekas dengan serbuk karbon aktif biji kelor terhadap angka
peroksida? 3. Bagaimana
pengaruh suhu interaksi
minyak goreng bekas
dengan serbuk karbon aktif biji kelor terhadap tingkat
kekeruhan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui pengaruh
suhu interaksi minyak
goreng bekas dengan serbuk karbon aktif biji kelor terhadap angka
iodin.
2.
Untuk mengetahui pengaruh
suhu interaksi minyak
goreng bekas dengan serbuk karbon aktif biji kelor terhadap angka
peroksida.
3.
Untuk mengetahui pengaruh
suhu interaksi minyak
goreng bekas dengan serbuk karbon aktif biji kelor terhadap
tingkat kekeruhan.
1.4
Manfaat Penelitian Dari penelitian
ini diharapkan dapat
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kegunaan serbuk karbon
aktif biji kelor (Moringa oleifera.
Lamk) sebagai pengolah minyak goreng bekas
dengan suhu penjernihan tertentu dan
memperbaiki kualitas dari minyak goreng tersebut, serta dapat meningkatkan nilai ekonomis biji kelor di masyarakat.
1.5
Batasan Penelitian Penelitian ini
dibatasi pada: 1. Minyak
goreng yang digunakan
adalah minyak goreng
kemasan dengan pemakaian selama 5 jam.
2.
Biji kelor yang
digunakan adalah biji
kelor beserta kulit ari
yang diperoleh dari Bangkalan Madura.
Download lengkap Versi PDF