BAB I PENDAHULUAN
1.6 Latar Belakang Sirup
glukosa (Glucose syrup)
adalah sejenis gula
yang termasuk golongan
monosakarida dengan rumus
molekul C 6H12O6. Glukosa
digunakan sebagai bahan baku
industri makanan dan industri farmasi. Di antara kegunaannya adalah
sebagai campuran industri
makanan dan minuman,
dengan berjalannya waktu
perkembangan industri makanan
dan farmasi yang
sekarang cenderung semakin
meningkat, menjadikan perusahaan
dan pabrik-pabrik gula
mempunyai posisi strategis dalam
transformasi ekonomi.
Keberadaan sirup glukosa
yang semakin penting
karena selain dapat dikonsumsi langsung,
sirup glukosa juga
merupakan bahan baku
bagi industri makanan dan minuman, sampai pada tahun 2003
impor sirup glukosa mencapai 12.396
kg dan kebutuhan
dalam negeri baru
terpenuhi 60%, sehingga impor menjadi pilihan.
Untuk mengurangi impor
sirup glukosa maka
produksi sirup glukosa
dalam negeri perlu
terus dipacu, di
samping mencari alternatif bahan pemanis lain
sebagai substitusi gula.
Pemanis alternatif yang
sekarang sudah digunakan
antara lain adalah
siklamat dan sakarin
yang merupakan pemanis sintetis,
serta pemanis yang
terbuat dari pati
seperti sirup glukosa,
fruktosa, maltosa, manitol,
sorbitol, dan xilitol. Industri banyak menggunakan sirup glukosa antara
lain adalah industri
permen, minuman, biskuit
dan es krim.
Pada pembuatan es krim, glukosa
dapat meningkatkan kehalusan tekstur dan menekan 17 titik
beku, sementara untuk kue dapat menjaga kue tetap segar dalam waktu lama dan
dapat mengurangi keretakan.
Untuk permen sirup
glukosa lebih disenangi karena
mencegah kerusakan mikrobiologis
dan memperbaiki tekstur.
Pada perkembangannya produk
glukosa, dihasilkan glukosa dalam bentuk
tepung atau yang disebut
sebagai tepung gula.
Produk ini berwarna
putih, manis dan
telah dicoba di pabrik
jeli dan dapat
bersaing dengan produk
dari korea. Sehingga sampai saat ini banyak sekali berbagai upaya
dilakukan untuk memproduksi sirup glukosa
dari berbagai jenis pati salah satunya daripati singkong (Anonim,2006).
Pemanis dari bahan
pati mempunyai rasa
dan kemanisan hampir
sama dengan gula tebu (sukrosa).
Pemanis tersebut dibuatdari bahan berpati seperti ubi kayu,
ubi jalar, sagu,
dan pati jagung.
Semua bahan tersebut melimpah
di Indonesia. Di antara pemanis
dari pati tersebut, sirup glukosa dan sirup fruktosa mempunyai prospek paling baik untuk
mensubstitusi gula pasir (Anonim, 2006).
Allah
Swt menciptakan alam
dan isinya seperti
hewan dan tumbuhtumbuhan mempunyai hikmah yang amat
besar, semuanyatidak ada yang sia-sia dalam ciptaan-Nya.
Manusia diberikan kesempatan
yang seluas-luasnya untuk mengambil manfaat
dari hewan dan
tumbuhan (Ahmad, 2006).
Sebagaimana firman Allah Swt
dalam QS. Asy-Syu’ara: 7 yang berbunyi "Dan apakah
mereka tidak memperhatikan
bumi, berapakah banyaknya
Kami tumbuhkan di bumi itu
berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik"(QS. asySyu’ara:7).
18 Shihab
(2002) memberikan tafsir
bahwa Allah Swt
menumbuhkan dari bermacam-macam
tumbuhan yang baik
yaitu subur dan
bermanfaat. Seperti halnya
dengan ubi kayu
yang banyak mengandung
karbohidrat sehingga dapat dihidrolisis
menjadi sirup glukosa yang bermanfaat untuk bahan pemanis.
Allah Swt juga berfirman dalam
QS. An-Nahl: 11 yangberbunyi : Dia menumbuhkan
bagi kamu dengan
air hujan itu
tanam-tanaman; zaitun, korma,
anggur dan segala
macam buah-buahan. Sesungguhnya
pada yang demikian
itu benar-benar ada
tanda (kekuasaan Allah)
bagi kaum yang memikirkan
(QS. An-Nahl: 11).
Berdasarkan ayat di
atas, tersirat makna
bahwasannya di balik
adanya berbagai tanaman
yang ada di
bumi, terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah Swt bagi kaum
yang memikirkan. Sebagai
contoh adalah tanaman
ubi kayu yang merupakan
penghasil ubi yang dapat dimanfaatkan sebagai sirup glukosa melalui proses hidrolisis.
Sirup glukosa dibuat melalui proses hidrolisis pati, dimanaproduksi
sirup glukosa secara
hidrolisis enzimatis terjadi
melalui dua tahapan, yang
pertama yaitu tahap likuifikasi
dan tahap kedua adalah sakarifikasi. Likuifikasi merupakan proses hidrolisis pati menjadi molekul-molekul
yanglebih kecil dari oligosakarida dengan
menggunakan enzim α-amilase sedangkan
sakarifikasi merupakan proses hidrolisis lanjut,
dimana maltodekstrin sebagai
hasil dari tahap
likuifikasi 19 dihidrolisis
lebih lanjut menjadi
glukosa oleh enzim
tunggal maupun enzim campuran.
Kedua tahapan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah konsentrasi enzim dan lamanya proses tahapan.
Penelitian sirup glukosa yang ada saat ini, masih tahap sakarifikasi
enzim dengan menggunakan
jenis enzim tunggal
yaitu glukoamilase. Akan
tetapi, dengan menggunakan
enzim campuran yaitu
pullulanase dengan glukoamilase atau yang disebut sebagai dextroxyme dapat
menghasilkan sirup glukosa dengan “Dextrose Equivalent”
(DE) lebih besar
dari 96, dengan
tidak mengencerkan subtrat secara berlebihan atau menggunakan
glukoamilase terlalu banyak (W.Tri, 2006). Menurut
hasil penelitian Slominska,
dkk (2003), pembuatan
glukosa dengan menggunakan
dua tahapan hidrolisis,
yaitu tahapan likuifikasi menggunakan
Termamyl dan sakarifikasi
menggunakan Dextrozyme yang merupakan campuran
pullulanase dan glukoamilase
dapat meningkatkan kadar glukosa
dan nilai “Dextrose Equivalent” (DE) dibandingkan dengan penggunaan Termamyl
dan Dextrozyme secara
bersamaan dalam satu tahapan
serta dalam waktu yang sama pada pati kentang, pati gandum
dan pati jagung.
Penelitian pembuatan sirup
glukosa dari berbagai
bahan baku telah banyak dilakukan
diantaranya oleh Moruta
(1998) dengan menggunakan
pati jagung serta
Ayernor, dkk (2002)
pada ubi kayu
dengan menggunakan enzim glukoamilase dengan
variasi konsentrasi pada
tahapan sakarifikasi. Sementara Slominska, dkk (2003), melakukan penelitian
sirup glukosa dengan menggunakan lama
waktu yang berbeda 24-72 jam pada tahapan sakarifikasi dan menggunakan Dextrozyme
yang merupakan perpaduan
enzim glukoamilase dan
pullulanase 20 pada
pati jagung, kentang
dan gandum. Perbedaan
lama sakarifikasi tersebut diduga menghasilkan jumlah dextrose (glukosa)
yang berbeda.
Oleh karena itu,
perlu dikaji pembuatan
sirup glukosa pada
tahap sakarifikasi dari pati ubi
kayu menggunakan enzim tipe lain seperti Optimax 4060 VHP
serta interval waktu
sakarifikasi yang berbeda
untuk menghasilkan sirup glukosa
kadar glukosa dan nilai Dextrose Equivalent(DE) yang berbeda.
1.7 Rumusan Masalah Berdasarkan
latar belakang di
atas, maka rumusan
masalah dari penelitian ini adalah: a.
Bagaimana pengaruh konsentrasi
enzim sakarifikasi terhadap
kadar sirup glukosa yang dihasilkan? b.
Bagaimana pengaruh lama
waktu sakarifikasi terhadap kadar sirup
glukosa yang dihasilkan? 1.8
Tujuan Penelitian Penelitian
ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh
konsentrasi enzim Optimax
4060 VHP dan
lama sakarifikasi yang
terbaik dalam pembuatan sirup glukosa
dari pati ubi kayu secara hidrolisis enzimatis.
21 1.9
Batasan Masalah Batasan masalah penelitian ini dibatasi pada :
a.
Pati ubi kayu yang diproduksi oleh PT. Budi Acid jaya b.
Enzim yang digunakan
dalam penelitian ini
adalah pada likuifikasi
enzim Liquozyme Supra dan pada
sakarifikasi enzim Optimax4060 VHP c. Kondisi yang diamati adalah konsentrasi
optimum enzim Optimax 4060 VHP dan waktu
optimum sakarifikasi untuk memperoleh sirup glukosa terbaik.
d. Penentuan
nilai Dextrose Equivalen
(DE) hasil hidrolisis
menggunakan metode Eynon-Lane e.
Penentuan presentase glukosa
hasil hidrolisis menggunakan
metode High Performance Liquid Chromatographic (HPLC) 1.10
Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai konsentrasi
enzim Optimax 4060 VHP dan lama sakarifikasi yang terbaik dalam pembuatan
sirup glukosa dari
pati ubi kayu
serta memberikan alternatif peningkatan
nilai ekonomi dan
pemanfaatan ubi kayu
sebagai bahan baku pembuatan
sirup glukosa.
Download lengkap Versi PDF