BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kebersihan
merupakan salah satu
faktor penting bagi kesehatan masyarakat.
Untuk menjaga kebersihan
badan, pakaian, tempat
tinggal serta tempat
umum dibutuhkan produk
pembersih yang dapat
diandalkan. Ibu rumah tangga, rumah
sakit, sarana umum
lain hingga hotel
berbintang lima pasti menjadikan produk
yang satu ini
yaitu deterjen (surfaktan)
sebagai bagian kehidupan sehari-hari untuk mencuci pakaian
maupun peralatan rumah tangga.
Kebersihan dalam
Islam sebagai satu
aspek yang benar-benar mendapatkan
perhatian yang serius dalam
hal beribadat, makan, badan, pakaian dan lain-lain. Masalah tentang kesucian yang
di dalamnya merupakan kebersihan banyak sekali
dibahas dalam al-Qur’an
dan Hadits, hal
ini merupakan bentuk perhatian Tuhan terhadap hambanya seperti yang
tercantum dalam ayat berikut: “Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”(QS.
al-Baqarah: 222) Kemampuan deterjen
untuk menghilangkan berbagai
kotoran yang menempel pada kain atau objek lain, mengurangi
keberadaan kuman dan bakteri yang
menyebabkan infeksi dan meningkatkan umur pemakaian kain, karpet, alatalat
rumah tangga dan peralatan rumah lainnya, sudah tidak diragukan lagi. Oleh karena banyaknya manfaat penggunaan deterjen,
sehingga menjadi bagian penting yang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.
Tanpa mengurangi
manfaat deterjen dalam
memenuhi kebutuhan seharihari,
harus diakui bahwa
bahan kimia yang
digunakan pada deterjen seperti surfaktan
dapat menimbulkan dampak
negatif, baik terhadap
kesehatan maupun lingkungan sekitar kita khususnya air yang
merupakan faktor penting bagi sumber dan kelangsungan
kehidupan makhluk hidup
di dunia ini.
Deterjen umumnya terdiri
dari bahan baku
(surfaktan), bahan penunjang
dan aditif. Bahan
baku surfakatan menempati porsi
20-30% dan bahan penunjang sekitar 70-80% (Kanz, 1998 dalam Rudi dkk., 2004). Kandungan
surfaktan yang terdapat dalam deterjen umumnya adalah
jenis surfaktan anionik
(Karsa et al.,
1991 dalam Rochman, 2004).
Seiring bertambahnya
jumlah penduduk dan
pemakaian deterjen yang semakin meluas
serta digemari masyarakat,
dan ditambah dengan
kurangnya keseriusan penanganan
dalam pengolahan limbahnya,
menyebabkan surfaktan dapat ditemukan dalam air sungai, air minum,
sedimen, dan tanah (Fessenden dan Fessenden, 1997) kadarnya semakin meningkat dan menimbulkan masalah
pada keseimbangan alam, dan akan
membahayakan kehidupan manusia itu sendiri.
Surfaktan dapat
menyebabkan permukaan kulit
kasar, hilangnya kelembaban
alami yang ada
pada permukaan kulit
dan meningkatkan permeabilitas
permukaan luar. Hasil
pengujian memperlihatkan bahwa
kulit manusia hanya
mampu memiliki toleransi
kontak dengan bahan
kimia dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat
iritasi sedang pada kulit. Surfaktan bersifat toksik
jika tertelan. Sisa
bahan surfaktan yang terdapat
dalam deterjen dapat
membentuk klorobenzena pada
proses klorinisasi pengolahan
air minum PDAM.
Klorobenzena merupakan senyawa
kimia yang bersifat
racun dan berbahaya bagi kesehatan.
Kandungan deterjen
yang cukup tinggi
dalam air dapat
menyebabkan pengurangan kadar
oksigen. Faktor penyebabnya ada 3yaitu (Rochman, 2004): 1.
Biodegradasi limbah surfaktan
oleh mikroba memerlukan
oksigen dalam prosesnya.
Makin banyak limbah
surfaktan terlarut, makin
besar penurunan oksigen terlarut.
2. Buih di permukaan air akan menghalangi
oksigen dariudara yang akan masuk dalam
air. Meskipun airnya tidak sampai berbuih, molekul surfaktan cenderung terkonsentrasi
di permukaan (surface
active agent). Dengan
demikian akan menghambat penetrasi oksigen dari udara ke
permukaan air.
3. Deterjen
yang didalamnya terkandung
senyawa fosfat, akan menyuburkembangkan alga
dan enceng gondok.
Hal ini tentu
cukup menghalangi penetrasi
oksigen dari udara ke permukaan air. Kehadiran fosfat di perairan sering menimbulkan blooming algae,
sehingga terjadi eutrofikasi.
Larangan Allah
SWT beserta Rasulullah
SAW terhadap manusia
agar tidak melakukan
kerusakan lingkungan sesungguhnya
sangat tegas. Seperti tercantum dalam ayat al-Quran beserta Hadits
berikut “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,sesudah (Allah) memperbaikinya
dan berdoalah kepada-Nya
dengan rasa takut (Tidak
akan diterima) dan
harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah
amat dekat kepada orang-orang
yang berbuat baik” (QS. al-A’raf: 56).
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Hendaklah kamu hindari daripada tiga punca
laknat (ke atas diri kamu) yaitu:
Membuang najis di tempat-tempat terkumpul air yang didatangi orang bagi mengambil
air, di jalan
yang dilalui orang
dan di tempat-tempat
perhentian orang” (Hadist riwayat Abu Dawud).
Sebagai upaya
untuk menangani adanya
peningkatan limbah surfaktan yang
terlalu besar maka
dikeluarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat 1 Jawa Timur No.
136 tahun 1994 mengenai baku mutu limbah cair pada lampiran III Golongan II batas maksimum yang
diperbolehkan untuk deterjen: 1 mg/L dan
menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No. 416/MENKES/IX/1990 batas syarat maksimum deterjen pada air minum:
0,05mg/L sedangkan untuk air bersih: 0,5
mg/L (Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 JATIM, 1994).
Untuk mengetahui
kadar surfaktan, maka
diperlukan sebuah metode analisis
surfaktan yang tepat.
Metode analisis surfaktan
yang mudah dan
cepat adalah secara
spektrofotometri, karena analisis
dengan metode ini
tidak memerlukan waktu
yang cukup lama
dan reagennya sedikit.
Metode ini masih digunakan sebagai
metode standar dalam
penetapan baku mutu
lingkungan (APHA, 1999).
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan
dan diemisikan sebagai
fungsi dari panjang
gelombang. Panjang gelombang
pada waktu absorbsi
terjadi tergantung pada
seberapa erat elektron
terikat di dalam
molekul (tingkat kemudahan
promosi elektron) (Sax
and Lewis, 1987).
Adapun radiasi kisaran untuk UV adalah 180 nm – 380 nm sedangkan
untuk Visibel adalah 380 nm – 780 nm
(Fessenden dan Fessenden, 1986).
Pereaksi pengomplek
yang digunakan untuk
analisis surfaktan anionik secara
spektrofotometri adalah metilen
biru, tetapi dengan pereaksi
metilen biru kurang efektif,
sebab senyawa-senyawa anionik
dan sulfonat lainnya
seperti sianat, nitrat,
thiosianat, sulfida dan klorida juga terekstrak dengan metilen biru, sehingga menghasilkan gangguan positif (Raiser
et al., 1997; Richard and Daniel, 1999;
Tahid, 2002 dalam Rudi dkk., 2004).
Salah satu
cara yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan
selektifitas penentuan surfaktan
secara spektrofotometri yaitu dengan menggunakan pereaksi pengomplek yang lebih selektif dan efektif
untuk mengikat surfaktan anionik pada sampel.
Penelitian ini
selanjutnya dikembangkan dengan
menggunakan malasit hijau sebagai pengganti metilen biru untuk
menganalisis surfaktan, karena malasit hijau merupakan
senyawa organik yang
hidrofob dan mempunyai gugus ammonium kuaterner
yang memungkinkan lebih
selektif dan kuantitatif
untuk membentuk suatu
asosiasi ion dengan
anion surfaktan yang mempunyai
rantai hidrokarbon yang
panjang, karena makin
panjang rantai hidrokarbon
suatu senyawa, makin hidrofob
senyawa tersebut dan makin kuat
tambatannya dengan ion lawan
yang mempunyai hidrofobilitas yang
besar (Rosset dan
Hanna, 2002 dalam
Rudi dkk., 2004).
Sehingga memungkinkan surfaktan
anionik akan memiliki selektifitas yang tinggi dengan
menggunakan pengompleks malasit hijau membentuk
suatu asosiasi ion.
Download lengkap Versi PDF