BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ajaran
Islam, menyebutkan bahwa
halal dan haram
adalah bagian dari hukum syara’
yang saling berseberangan. Halal
merujuk kepada hal-hal
yang diperbolehkan, sedangkan
haram merujuk pada
hal-hal yang dilarang (Hamka, 1965). Setiap muslim diperintahkan untuk
mengkonsumsi makanan atau minuman yang
halal dan sedapat mungkin thayyib(baik
dan menyehatkan), sebaliknya kita dilarang
mengkonsumsi makanan atau minuman yang haram. Makanan yang halal dan
baik dapat menentukan
perkembangan rohani dan
pertumbuhan jasmani ke arah
yang positif dan diridhoi Allah (Mustafa, 1993). Anjuran memakan makanan yang halal dan baik telah dijelaskan dalam
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 168 yang
berbunyi: Hai sekalian manusia, makanlah
yang halal lagi baikdari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan;
Karena Sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagimu (QS. Al-Baqarah [2]: 168).
Berdasarkan ayat di
atas, dapat dijelaskan
bahwa Allah menganjurkan untuk
memakan makanan yang
telah diberikan kepada
kita berupa hal-hal
yang halal dan bukan yang
diharamkan. Selain itu, makanan tersebut hendaknya sedap dimakan, bergizi, dan tidak kotor, baik karena
zatnya sendiri, karena rusak atau berubah
akibat terlalu lama disimpan. Misalnya, makanan yang digoreng dengan minyak goreng bekas.
Minyak goreng merupakan salah
satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolahan
bahan-bahan makanan. Kebutuan
minyak goreng semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk
di Indonesia, sehingga minyak goreng
bekas yang dihasilkan semakin meningkat pula.
Minyak goreng bekas adalah minyak
goreng yang telahdipakai berulang kali,
sehingga warnanya menjadi gelap dan kehitaman. Sudarmadji, S dkk., (2003) mengemukakan bahwa kerusakan lemak atau minyak
yangutama adalah karena peristiwa oksidasi
dan hidrolitik baik
secara enzimatik maupun
non enzimatik yang besar pengaruhnya terhadap cita rasa.
Ketaren (2008), menambahkan bahwa pemakaian minyak
goreng secara berulang
dengan suhu tinggi akan
mengalami perubahan sifat
fisikokimia (kerusakan minyak)
seperti kadar air,
berat jenis, indeks bias, angka asam thiobarbiturat (TBA)
dan angka peroksida. Pernyataan ini dibuktikan dengan
hasil penelitian yang
dilakukan Dewi (2001),
hasilnya menunjukkan bahwa
minyak goreng bekas
banyak mengalami perubahan
sifat fisikokimia selama
penggorengan seperti kenaikan
kadar air, asam lemak
bebas (FFA), bilangan peroksida,
angka TBA dan warna menjadi coklat.
Sifat fisik
minyak seperti kadar
air, indeks bias,
dan berat jenis merupakan
parameter untuk menentukan kemurnian minyak. Kadar air berperan dalam
proses hidrolisis minyak
yang dapat menyebabkan
ketengikan, semakin tinggi
kadar air mengakibatkan
minyak semakin cepat tengik.
Berat jenis dipengaruhi
oleh fraksi-fraksi berat
dalam minyak, seperti
protein, karbohidrat, mineral
dan asam lemak
bebas, yang menyebabkan
kekentalan dan kekeruhan minyak
meningkat. Tingginya kadar
asam lemak bebas
dan kekeruhan minyak juga meningkatkan nilai indeks bias minyak.
Sifat kimia angka TBA dan angka peroksida minyak
merupakan parameter untuk
menentukan tingkat ketengikan minyak.
Kerusakan minyak yang
utama adalah karena
peristiwa oksidasi, hasil yang diakibatkan
salah satunya adalah
terbentuknya peroksida dan
aldehid.
Sudarmadji, S
dkk., (2003) mengatakan
bahwa lemak yang
tengik mengandung aldehid
dan kebanyakan sebagai
malonaldehid (MDA). Peroksida
dan aldehida dapat
mempercepat proses timbulnya
bau tengik dan
flavor yang tidak diikehendaki
dalam bahan pangan. Kerusakan minyak goreng bekas tersebut dapat menyebabkan gatal pada tenggorokan, penimbunan
lemak dalam pembuluh darah (artherosclerosis)
dan kanker, untuk
itu minyak tersebut
tidak layak untuk dikonsumsi.
Alternatif pengolahan
minyak goreng bekas
adalah melalui proses pemurnian dengan menggunakan sejumlah
adsorben. Proses pengolahan minyak goreng bekas
tersebut telah dilakukan
oleh Sumarni dkk.,
(2004), dengan menggunakan
bentonit dan arang
aktif untuk penjernihan
minyak goreng bekas yang
hasilnya menunjukkan bahwa bilangan asam dan peroksida juga mengalami penurunan,
namun minyak yang
dihasilkan kurang memenuhi
SNI. Penelitian yang sama dilakukan oleh Taufik (2007), dengan
menggunakan biji kelor untuk menjernihkan minyak
goreng bekas. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa kadar
asam lemak bebas (FFA) menurun sebesar 74,6 %, angka peroksida sebesar 84 % dan peningkatan warna menjadi muda dan
jernih,namun penurunan angka peroksida
belum memenuhi SNI 3741-1995.
Berdasarkan uraian tersebut, maka
peneliti ingin lebih meningkatkan lagi mutu minyak
goreng bekas dengan
mengolah biji kelor menjadi
karbon aktif dalam proses pemucatan (bleaching). Hal ini
dikarenakan karbon aktif memiliki pori-pori aktif
yang mampu mengadsorpsi
suspensi koloid yang
menghasilkan bau, warna
serta senyawa-senyawa pengotor
yang terkandung dalam
minyak goreng bekas.
Pemanfaatan karbon aktif
biji kelor untuk
menjernihkan minyak goreng
bekas ini, diharapkan
dapat menurunkan angka TBA,
angka peroksida, kadar
air, berat jenis
dan indeks bias
yang memenuhi SNI
01-3741-2002, sehingga layak dan
aman untuk dikonsumsi.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat
beberapa permasalahan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut: 1. Berapa
angka thiobarbiturat (TBA)
dan angka peroksida
yang terkandung dalam minyak goreng bekas sebelum dan sesudah
proses pemurnian? 2. Berapa
kadar air, berat
jenis, dan indeks
bias dari minyak goreng
bekas sebelum dan sesudah proses
pemurnian? 1.3 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1. Untuk
mengetahui angka thiobarbiturat (TBA)
dan angka peroksida
yang terkandung dalam
minyak goreng bekas
sebelum dan sesudah
proses pemurnian.
2. Untuk mengetahui kadar air, berat jenis, dan
indeksbias dari minyak goreng bekas sebelum
dan sesudah proses pemurnian.
1.4 Batasan Masalah Mengingat banyaknya cakupan parmasalahan, maka
dalam penelitian ini hanya dibatasi
pada: 1.
Minyak goreng yang
diteliti adalah minyak
goreng merek bimoli,
yang diperoleh dari
penjual lalapan dengan
pemakaian selama 7 jam
pada suhu pemanasan 200 - 270 C.
2. Biji
kelor yang digunakan
adalah biji kelor
beserta kulit ari yang
sudah kering yang
diperoleh dari desa
Sumbersuko kecamatan Purwosari kabupaten Pasuruan.
3. Parameter
yang diuji adalah
angka asam thiobarbiturat (TBA),
angka peroksida, kadar air,
indeks bias dan berat jenis.
1.5 Manfaat Penelitian ini, diharapkan dapat
memberikan informasi tentang seberapa besar
tingkat kerusakan minyak serta mengetahui
kualitas minyak goreng
bekas yang telah dimurnikan
dengan biji kelor
sehingga menjadi minyak goreng
yang lebih bermutu serta layak
dan aman untuk dikonsumsi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Segala bentuk kekayaan alam di muka bumi ini
seperti berbagai macam tumbuh-tumbuhan, buah-buahan
adalah tanda kekuasaan dan
keagungan Allah Swt, sebagai manusia yang beriman kita harus
mensyukuri nikmat-nikmat Allah tersebut adalah
dengan memanfaatkan ciptaan-Nya
dengan sebaik-baiknya, sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Asy-Syuara
ayat 7-8 dan surat An-Nahl ayat 11, yang
berbunyi Dan Apakah mereka
tidak memperhatikan bumi,
berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di
bumi itu berbagai
macam tumbuh-tumbuhan yang
baik?(7) Sesungguhnya pada
yang demikian itu
benar-benar terdapat suatu
tanda kekuasaan Allah dan
kebanyakan mereka tidak beriman(8)(QS. Asy-Syuara [26]: 7-8).
Dia menumbuhkan bagi kamu dengan
air hujan, tanam-tanaman zaitun, kurma, anggur
dan segala macam buah-buahan (QS. An-Nahl [16]: 11).
Download lengkap Versi PDF