BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sumber
daya alam hayati
mempunyai sumber-sumber senyawa
kimia yang tidak terbatas jenis
maupun jumlahnya. Sumber daya alam hayati Indonesia yang
melimpah belum dimanfaatkan
dan dibudidayakan secara
optimal. Lenny (2006),
keanekaragaman hayati mampu
menghasilkan keanekaragaman senyawa kimia
(chemodiversity) untuk kebutuhan
hidup manusia maupun
organisme lain seperti untuk obat-obatan, insektisida,
kosmetik dan sebagai bahan dasar sintesa senyawa organik yang lebih bermanfaat.
Keanekaragaman senyawa
kimia pada sumber
daya alam hayati memiliki banyak nilai positif, misalnya
kandungan senyawa vitamin C pada buah jeruk bermanfaat
sebagai antioksidan yang
mencegah dan menghambat pertumbuhan sel
kanker (Silalahi, 2006:
27). Sebagaimana Allah
SWT telah menciptakan
buah-buahan dengan rasa
dan aroma khas
masing-masing, agar manusia dapat mengambil hikmah dan manfaatnya
seperti yang disebutkan dalam QS. An
Nahl ayat 11 "Dia menumbuhkan bagi
kamu dengan air
hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam
buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar ada tanda
(kekuasaan Allah) bagi
kaum yang memikirkan" (An Nahl: 11).
Firman Allah SWT dalam QS. An
Nahl ayat 11 merupakan tanda-tanda kekuasaan
Allah SWT berupa
hasil-hasil ciptaanNya yang
berada di langit dan bumi, serta
kejadian-kejadian yang berlangsung
dalam ciptaanNya. Kemudian Allah
SWT memerintahkan kepada
manusia untuk memikirkan
tanda-tanda kekuasaanNya melalui
tanaman dan tumbuhan (Abdilbarr, 2007). Salah satu cara memikirkan
tanda-tanda kekuasaanNya adalah
melakukan suatu penelitian
pada tanaman, seperti
pada buah-buahan untuk
mengetahui komponen zat
yang terkadung didalamnya
sehingga mampu digunakan sebagai makanan dan sumber obat yang memberikan manfaat bagi kelangsungan
hidup manusia.
Berdasarkan penelitian
bahwa, dengan mengatur
pola makanan (diet) nabati
terdapat phytochemicals
dapat mengurangi resiko
berbagai penyakit.
Phytochemicals (phyto
= tumbuhan, chemicals
= bahan-bahan kimia)
adalah senyawa di
dalam makanan pada
tumbuh-tumbuhan (nabati) yang
aktif secara fisiologis
bersifat antioksidan dan
mempengaruhi metabolisme tubuh
manusia secara baik sehingga
berpotensi meningkatkan kesehatan serta mencegah berbagai penyakit,
terutama kanker (Watzl,
1996: 203). Umumnya
senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah
berasal dari tumbuhan. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat
dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang
dapat dimakan. Antioksidan
alami tersebar di
beberapa bagian tanaman seperti: kayu, kulit kayu, akar, daun,
buah, bunga, biji, dan serbuk sari (Firdaus,
2007).
Antioksidan dapat mencegah
teroksidasinya sel tubuh oleh oksigen aktif seperti superoksida, hidrogen peroksida dan
radikal hidroksil serta radikalbebas lainnya, sehingga
tubuh dapat terhindar
dari penyakit-penyakit degeneratif
dan penuaan dini. Beberapa contoh
antioksidan yang terdapat dalam tanaman adalah beta-karoten, likopen, vitamin C, vitamin E, flavonoid,
ginkgo, kurkuminoid serta senyawa-senyawa
polifenol yang berasal dari tumbuhan tinggi (Ervina, 2008).
Indonesia sebagai
negara yang dijuluki
sebagai zamrud khatulistiwa memiliki keanekaragaman flora
(biodiversity) yang cukup
melimpah berarti kenekaragaman senyawa kimia
(chemodiversity)juga melimpah. Hal ini memicu dilakukannya
penelitian dan penelusuran
senyawa kimia terutama
metabolit sekunder yang
terkandung dalam tumbuh-tumbuhan seiring
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti teknik
pemisahan, metode analisis, dan uji farmakologi.
Senyawa hasil isolasi atau senyawa semi sintetik yang diperoleh dari tumbuhan digunakan sebagai obat atau bahan
baku obat (Sukadana dkk., 2008).
Banyak tumbuh-tumbuhan dan
buah-buahan yang mampu
dimanfaatkan untuk kesejahteraan
masyarakat, sebagai contoh
adalah buah pepino
(Solanum muricatum Aiton).
Pepino (Solanum muricatum Aiton) adalah buah yang masih satu famili dengan
keluarga terung. Merupakan
buah baru di
Indonesia tahun 2000
yang banyak dibudidayakan di
Daerah Dieng Jawa
Tengah yang berasal
dari Pegunungan Andes
(Amerika Selatan) di
Wilayah Peru dan
Chili. Buah pepino dapat tumbuh subur dan berkembang dengan baik
di dataran tinggi. Buah pepino berbentuk
bulat telur, berukuran panjang 2-6 inchi, berwarna ungu, hijau dengan lurik
ungu, kuning atau
hijau keungu-unguan. Buah
pepino memiliki cita
rasa sedikit manis
dan sedikit asam
seperti kombinasi rasa
buah blewah dan buah melon
(Sutomo, 2007).
Beberapa penelitian
yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa buah pepino
memiliki kandungan gizi antara lain: asam, beta karoten, lemak, protein, serat,
vitamin C, gula
reduksi dan pati
(Mitra Agro Melodi,
2006: 23). Namun penelitian tentang
analisa senyawa-senyawa yang
terkandung di dalam
buah pepino masih
sedikit sekali. Hal
ini dikarenakan, buah
pepino masih baru dibudidayakan
di Indonesia dan jarang diteliti oleh negara lain.
Sebagaimana penelitian Husnah
(2009) telah melakukan proses ekstraksi buah
pepino (Solanum muricatumAiton) dengan variasi pelarut etanol 70%, etil asetat p.a, aquadest, kloroform p.a, petroleum
eter p.a, heksana p.a. Ekstrak etanol 70% mempunyai
aktivitas antioksidan tertinggi
dan hasil identifikasi
golongan senyawa secara fitokimia
didapatkan positif golongan senyawa alkaloid dan asam askorbat
(vitamin C), negatif
untuk golongan senyawa karotenoid,
steroid, dan flavonoid.
Dari penelitian tersebut,
merupakan identifikasi ekstrak
etanol 70% dalam
bentuk ekstrak kasar
tanpa dilakukan pemurnian
ekstrak. Ekstrak kasar masih mengandung
campuran jenis senyawa,
oleh karena itu
perlu dilakukan pemurnian dengan
fraksinasi ekstrak untuk mendapatkan jenis golongan senyawa yang lebih
baik tanpa mengandung
campuran senyawa dari
hasil fraksi ekstrak kasar.
Salah satu metode pemurnian
senyawa yang cukup baik dan sederhana adalah Kromatografi Lapis Tipis. Metode KLT
berdasarkan pada prinsip adsorbsi antara
fase diam dan fase gerak. Dalam metode KLT dengan fase diam tertentu, proses
pemisahan sangat bergantung
pada jenis eluen
(pelarut) yang digunakan karena
pemisahan terjadi bergantung
pada (Gandjar dan
Rohman, 2007: 329): struktur
kimia atau gugus aktif zat terlarut (solut) yang berinteraksi dengan fase diam, ukuran partikel fase diam (adsorben) dan
kelarutan solut dalam fase gerak.
Download lengkap Versi PDF