BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir pencemaran terhadap
lingkungan berlangsung di mana-mana dengan
laju yang sangat
cepat dan beban
pencemaran dalam lingkungan
semakin berat seiring
dengan semakin banyaknya
industri yang membuang limbah pada perairan, hal ini dapat
menimbulkan permasalahan yang perlu
ditangani secara khusus terutama limbah logamberat. Beberapa ion logam berat
seperti arsenik (As),
timbal (Pb), kadmium
(Cd) dan merkuri
(Hg) sangat berbahaya
bagi kesehatan manusia
dan lingkungan, walaupun
pada konsentrasi yang
rendah efek ion
logam berat dapat
berpengaruh langsung pada
makhluk hidup dan akan terakumulasi
pada rantai makanan (Setyorini, 2003).
Peningkatan pencemaran
di lingkungan akibat
berbagai kegiatan industri menyebabkan kandungan logam di lingkungan
meningkat sampai melebihi nilai ambang batas
yang diizinkan. Beberapa
penelitian telah menunjukkan
bahwa pencemaran logam
berat di lingkungan
telah sampai pada
batas yang memprihatinkan. Kondisi ini dapat menyebabkan
gangguan kesehatan lingkungan dan pada
akhirnya akan berdampak
terhadap kesehatan
masyarakat (Setyorini, 2003).
Allah SWT berfirman dalam
Al-Qur'an surat Ar-Ruum ayat 41 “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya
Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(QS.
Ar-Ruum: 41).
Banyak contoh
bencana yang diakibatkan
oleh logam berat
karena kelalaian manusia yang
akhirnya membawa penderitaanbagi masyarakat, seperti kasus Teluk Buyat di Indonesia dan kasus Teluk
Minamata di Jepang. Masyarakat yang
menjadi korban mengalami kelainan fisik, penurunan mental, dan kematian setelah
mereka memanfaatkan air
yang tercemar logam berat
di teluk untuk kebutuhan sehari-hari.
Banyak sungai di
Indonesia telah terkontaminasi oleh logam berat
seperti sungai Surabaya,
sungai Porong, sungai Musi,
sungai Cisadane, sungai
Pongkor, sungai Siak,
sungai Ciliwung, dan
sungai Banger.
Kandungan logam berat pada
sungai-sungai tersebut telah melebih ambang batas yang
ditetapkan pemerintah, tetapi
tidak ada tanggapan
yang serius dari pemerintah
untuk mengatasi masalah pencemaran ini (Setyorini, 2003) Peningkatan
pencemaran di lingkungan
perairan akibat kadmium
dapat membawa penderitaan
bagi manusia. Masalah
pencemaran kadmium ini
perlu ditanggulangi dengan
suatu metode khusus
untuk mengurangi kadar
kadmium, salah satu
metodenya adalah metode
koagulasi. Metode koagulasi
merupakan suatu metode
alternatif yang tidak
membutuhkan biaya mahal
dan dapat mengendapkan
partikel-partikel ion logam
berat yang sulit mengendap.
Pengolahan air
dengan metode koagulasi
membutuhkan suatu koagulan
seperti biji kelor. Biji kelor
merupakan koagulan alami yang murah dan mudah didapat, tetapi untuk mengetahui efektifitas biji kelor
dalam mengurangi kadar ion logam kadmium
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Rahardjanto (2004) menyatakan bahwa biji kelor
memiliki sifat yang tidak beracun, dapat
diuraikan secara biologis, dan ramahlingkungan. Biji kelor dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisika-kimia
air limbah industri tekstil seperti dapat
mengurangi turbiditas air
limbah sebesar 99,84%;
zat padat total
sebesar 75,36%; amonium
sebesar 20,8%; Cd
sebesar 75%; Pb
sebesar 59,05% dan Cu
sebesar
16,15%; tetapi untuk
efektifitas biji kelor dalam
mengurangi kadar ion logam
kadmium belum banyak dilakukan dan perlu penelitian lebih lanjut.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan
latar belakang dapat
diambil suatu rumusan
masalah sebagai berikut: 1. Berapakah dosis optimum dan waktu
pengendapan optimum dalam proses koagulasi
kadmium(II)? 2. Berapakah
pH larutan optimum
dalam proses koagulasi
kadmium(II) menggunakan biji
kelor? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui dosis optimum dan waktu
pengendapan optimum dalam proses koagulasi
kadmium(II).
2. Mengetahui
pH larutan optimum
dalam proses koagulasi
kadmium(II) menggunakan biji
kelor.
1.4 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini
diantaranya: 1. Bagian kelor yang
digunakan adalah biji kelor tanpa kulit.
2. Kondisi yang diamati adalah
dosis optimum biji kelor, waktu pengendapan optimum dan pH larutan optimum dalam proses
koagulasi kadmium(II).
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian yaitu : 1.
Memberikan informasi bahwa biji kelor dapat digunakan sebagai koagulan kadmium(II).
2. Dapat meningkatkan nilai ekonomis biji kelor
di masyarakat.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kelor (Moringa oleiferaLamk.) Kelor (Moringa
oleifera Lamk.) termasuk jenis
tumbuhan perdu yang dapat memiliki
tinggi batang 7-11
meter. Tanaman kelor
di pulau jawa
sering dimanfaatkan sebagai
tanaman pagar karena berkhasiat untuk obat-obatan. Pohon kelor
tidak terlalu besar,
batang kayunya mudah
patah dan cabangnya
jarang, tetapi mempunyai
akar yang kuat.
Tanaman kelor tidak
beracun dan ramah lingkungan,
di Indonesia kelor dikenal sebagai jenis tanaman sayuran yang sudah dibudidayakan. Buah kelor memiliki bentuk yang
memanjang dan bersudut-sudut pada
sisinya. Daun kelor telah banyak digunakan sebagai pakan ternak seperti sapi dan kambing. Akar kelor sering digunakan
sebagai bumbu campuran perangsang nafsu
makan (Winarno, 2006).
Klasifikasi tanaman kelor adalah
sebagai berikut (Cronquist, 1981): Kingdom : Plantae Divisio
: Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Subclass
: Dilleniidae Ordo : Capparales Family
: Moringaceae Genus : Moringa Spesies
: Moringa oleiferaLamk.
Daun kelor
berbentuk bulat telur
dengan ukuran kecil-kecil
bersusun majemuk dalam
satu tangkai. Kelor
dapat berkembang biak
dengan baik pada daerah yang mempunyai ketingian
tanah 300-500 meter di atas
permukaan laut, bunganya berwarna
putih kekuning-kuningan, dan
tudung pelepah bunganya berwarna hijau seperti yang terlihat di Gambar
2.1 (Anonymous, 2007) Gambar 2.1 Daun
dan Bunga Kelor (Anonymous, 2007) Komoditas kelor
di pasar lokal
dijual dalam bentuk
buah polong segar.
Polong kelor yang masih muda
berwarna hijau, dapat dikalengkan atau dibotolkan dalam medium larutan garam dan menjadi
komoditas ekspor khususnya ke Eropa dan
Amerika Serikat. Buah kelor yang mentah dipanensebagai sayuran pada 50-70 hari
setelah berbunga, sedangkan
buah yang matang
dengan biji tua
dapat dipanen sekitar
100-115 hari setelah
berbunga. Buah kelor yang
sudah tua berwarna coklat, sedangkan biji kelor berwarna
hitam dengan diameter 1-1,4 cm dan ”bersayap”
tipis tiga helai
dengan panjang 0,5-2,5
cm seperti yang
terlihat pada Gambar 2.2
(Anonymous, 2007) Gambar 2.2 Polong,
Daun Dan Biji Kelor (Anonymous,2007) Komposisi
kimia dalam biji kelor adalah (Hidayat, 2006) Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji Kelor Dengan
Porsi 100 Gram Nama Jumlah
Satuan Moistrue 86,9 %
Protein
2,5 gram Lemak
0,1 gram Karbohidrat
3,7 gram Serat
4,89 gram Mineral
2 gram Ca
30 mg Mg
24 mg P
110 mg K
259 mg Cu
3,1 mg Fe
5,3 mg S
137 mg Vit A-βkaroten
0,1 mg Vit B-kolin
423 mg Vit B1-tiamin
0,05 mg Vit B2-riblofavin 0,07
mg Vit B3-asam nikotin 0,2 mg
Vit C-asam askorbat 120 mg
2.1.1 Biji Kelor Biji
kelor merupakan bagian
dari tanaman kelor
yang memiliki protein dengan konsentrasi yang tinggi. Protein biji
kelor penting untuk diketahui karena untuk
keperluan penjernihan air,
protein inilah yang
berperan sebagai koagulan partikel-partikel penyebab
kekeruhan. Hidayat (2006)
menyatakan bahwa konsentrasi
protein dari biji
kelor (biji dalam)
sebesar 147.280 ppm/gram,
dari kulit biji kelor sebesar
15.680 ppm/gram, dan dari kulit biji
kelor sebesar 73.547 ppm/gram.
Konsentrasi protein yang tinggi di dalam
biji kelor oleh Jahn (1986) dalam Hidayat
(2006) dinyatakan sebagai
flokulan polielektrolit kationik
alami berbasis polipeptida
dengan berat molekul
berkisar antara 6.000-16.000
dalton yang mengandung
tiga asam amino
yang sebagaian besar
merupakan asam glutamat, metionin, dan arginin. Kenyataan ini
diperkuat oleh LaMer dan Healy (1963) dalam
Hidayat (2006) dinyatakan
bahwa biji kelor
sebagai polielektrolit dapat
dijadikan sebagai bahan
penjernih air dengan
cara adsorpsi dan
membuat jembatan antar partikel.
Download lengkap Versi PDF