BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang dan Permasalahan
Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki
luas laut sebesar 5,8 juta km, mengandung
kekayaan laut yang sangat besar dan beraneka ragam, baik yang dapat diperbaharui (renewable resources) seperti perikanan, hutan mangrove, rumput laut, terumbu karang dan sebagainya,
maupun yang dapat diperbaharui (non-renewable
resouces) seperti minyak dan gas bumi, timah, biji besi dan mineral lainnya. Sebagai negara kepulauan yang
memiliki 17.500 pulau besar dan kecil
dan memiliki pantai sepanjang 81.000 km dan diapit oleh dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik,
Indonesia merupakan negara kepulauan
yang terbesar di dunia dengan letak yang sangat strategis serta merupakan kawasan paling dinamis dalam
percaturan politik, keamanan dan pertahanan
(Basri, 2007).
Suatu ironi bagi negara maritim
seperti Indonesia adalah masyarakat nelayannya merupakan golongan masyarakat paling miskin di
Asia bahkan di dunia (Suara Pembaruan,
18 November 2005). Walau data agregatif dan kuantitatif yang terpercaya tidak mudah diperoleh, pengamatan
visual atau langsung ke kampungkampung nelayan dapat memberikan gambaran yang
jauh lebih gamblang tentang kemiskinan nelayan
di tengah kekayaan laut yang begitu besar.
Pemandangan yang sering dijumpai di perkampungan nelayan
adalah lingkungan hidup yang kumuh serta
rumah-rumah yang sangat sederhana. Kalaupun ada beberapa rumah yang menonjolkan tanda-tanda kemakmuran (misalnya
rumah yang megah dan berantena
parabola), rumah-rumah tersebut umumnya dipunyai pemilik kapal, pemodal, atau rentenir yang jumlahnya tidak
signifikan dan sumbangannya kepada
kesejahteraan komunitas sangat tergantung pada
individu yang bersangkutan
(Basri, 2007).
Salah satu hal yang patut
dicermati di sektor perikanan khususnya nelayan adalah permasalahan sumberdaya manusia yaitu mengenai
rendahnya tingkat pendidikan dan
keterampilan nelayan. Menurut Purwaka (2000), berdasarkan perkiraan kualitas pendidikan SDM perikanan, sebagian
besar nelayan berpendidikan rendah yaitu
70% tidak tamat Sekolah Dasar (SD) dan tidak sekolah. Tamat Sekolah Dasar 19,59% dan hanya 0,03% yang memiliki
pendidikan sampai jenjang Diploma 3 dan
Sarjana (Basri, 2007).
Beberapa faktor yang menyebabkan
kemiskinan nelayan antara lain rendahnya tingkat teknologi penangkapan, kecilnya skala
usaha, belum efisiensinya sistem pemasaran
hasil ikan dan status nelayan yang sebagian besar adalah buruh.
Berikut ini adalah beberapa
kendala yang dihadapi para nelayan dalam meningkatkan pendapatannya, baik berhubungan
dengan ketersediaan sumberdaya alam
maupun fasilitas yang dimiliki para nelayan.
1) Kerusakan fisik habitat ekosistem.
Kerusakan fisik, habitat
ekosistem wilayah pesisir di Indonesia umumnya terjadi pada ekosistem mangrove, terumbu karang dan
rumput laut. Kerusakan terumbu karang
umumnya disebabkan oleh kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu penggunaan bahan peledak, bahan beracun
(cyanida) dan juga aktivitas penambangan
karang untuk bahan bangunan, reklamasi pantai, kegiatan pariwisata yang kurang bertanggung jawab dan
sedimentasi akibat erosi dari lahan atas.
Ironisnya, kegiatan yang bersifat desrtruktif ini tidak hanya dilakukan oleh nelayan-nelayan tradisional, tetapi juga
nelayan-nelayan modern serta nelayannelayan asing yang banyak melakukan
pencurian ikan di perairan nusantara (Basri, 2007).
Dampak kegiatan di darat, seperti
pembuangan limbah industri dan perkotaan serta erosi tanah di hulu yang diakibatkan
dari kegiatan pertanian, penebangan hutan
serta belum lengkapnya produk hukum untuk pengelolaan hutan mangrove berpengaruh pula pada kelestarian mangrove
(Saptarini dkk, 1996).
2) Pencemaran.
Tingkat pencemaran di beberapa
kawasan pesisir dan lautan Indonesia pada saat ini telah berada pada kondisi yang sangat
memprihatinkan. Sumber utama pencemaran
pesisir dan lautan terdiri dari tiga jenis kegiatan di darat, yaitu kegiatan industri, kegiatan rumah tangga, dan
kegiatan pertanian. Sementara itu, bahan
buangan yang terkandung dalam buangan limbah dari ketiga sumber buangan tersebut berupa sedimen, unsur hara,
pestisida, organisme patogen dan sampah.
Jika dianalisis secara mendalam, dapat disimpulkan bahwa kawasankawasan yang
termasuk ke dalam kategori dengan tingkat pencemaran yang tinggi merupakan kawasan-kawasan yang masuk kawasan
pesisir padat penduduk, kawasan
industry, dan juga kawasan pertanian. Sumber pencemaran juga berasal dari berbagai kegiatan di laut (marine-based
pollution sources), termasuk perhubungan
dan kapal pengangkut minyak (oil tanker) dan kegiatan pertambangan dan energi lepas pantai (Basri,
2007).
Download lengkap Versi PDF
