Skripsi agribusiness:Analisis Efisiensi Pemakaian Pupuk Bersubsidi Terhadap Produktivitas Padi Sawah


 PENDAHULUAN
 Latar Belakang Indonesia  merupakan salah satu negara berkembang yang mayoritas  penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. Hingga  saat ini dan beberapa tahun mendatang, beras tetap menjadi sumber utama gizi  dan energi bagi lebih dari 90% penduduk Indonesia. Dengan tingkat konsumsi  rata-rata 141 kg/kapita/tahun, untuk mencapai kemandirian pangan hingga tahun  2005 dibutuhkan 34 juta ton beras atau setara dengan 54 juta ton GKG/tahun.
Walaupun program diversifikasi pangan sudah sejak lama dicanangkan, namun  belum terlihat indikasi penurunan konsumsi beras, bahkan cenderung meningkat  sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk (Deptan, 2004).

Ketahanan pangan pokok beras akan tetap menjadi isu utama dalam  perekonomian  nasional, mengingat posisi strategis komoditas beras dalam  kebiasaan makan masyarakat Indonesia. Memasuki abad 21 ketahanan pokok  beras mempunyai prospek yang baik setelah mengkaji dengan seksama arah  perkembangan kemampuan produksi domestic dan dinamika permintaan atas  komoditas ini (Suryana, 2003).
Penyediaan pangan, terutama beras, dalam jumlah yang cukup dan harga  terjangkau tetap menjadi prioritas utama pembangunan nasional. Selain  merupakan makanan pokok untuk lebih dari 95% rakyat Indonesia, padi juga telah  menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 20 juta rumah tangga petani di  pedesaaan ( Deptan, 2007).
  Pada tahun 2008 hingga tahun 2010, menurut data BPS 2012 terjadi peningkatan  luas panen dan juga produksi serta produktivitas padi sawah di Indonesia.
Sementara untuk tahun 2011, terjadi penurunan baik luas panen, produksi maupun  produktivitas.Secara umum produktivitas padi sawah maupun luas panen dan  produksinya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Indonesia Tahun  Luas Panen (Ha)  Produksi (Ton)  Produktivitas (Ku/Ha) 2007  12 147 637  57 157 435  47, 2008  12 327 425  60 325 925  48, 2009  12 883 576  64 398 890  49, 2010  13 253 450  66 469 394  50, 2011  13 201 316  65 740 946  49, Sumber: Badan Pusat Statistik Nasional tahun  Pemupukan memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam keberhasilan  produksi pertanian, khsnya tanaman pangan. Di beberapa tempat, tanaman  pangan seringkali tidak mampu berproduksi dengan baik tanpa  adanya  pemupukan. Dengan pemupukan yang tepat, produksinya dapat dilipatgandakan  (Osman, 1996).
Pupuk telah menjadi kebutuhan pokok bagi petani dalam produksi gabahnya.
Tetapi penggunaan pupuk memerlukan biaya dan biaya tersebut merupakan beban  bagi petani  dalam proses produksi. Karena itu pada satu sisi  pemerintah  bermaksud membantu beban biaya pupuk petani dan mendorong peningkatan  produksi gabah mereka. Sementara pada sisi lain pemerintah menganggap pupuk  memiliki peran sangat penting didalam peningkatan produktivitas dan produksi  komoditas pertanian untuk mewujudkan Program Ketahanan Pangan Nasional.
Dengan demikian pemerintah merasa perlu  mensubsidi pupuk (Kementerian  Pertanian, 2011).
 Pengaturan tentang kebutuhan dan HET pupuk bersubsidi 2009/2010 dilandasi oleh Peraturan Menteri Pertanian (Pennentan) dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yaitu Permentan Nomor 05/2009 dan Permendag Nomor 07/MDAG/ PER/2/2009 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor  pertanian. Yang dimaksud dengan pupuk bersubsidi adalah pupuk yang  pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan HET yang ditetapkan di  tingkat penyalur resmi Lini 4. Jenis pupuk yang disubsidi adalah adalah Urea,  Natrium Phospat Kaliun (NPK) Super Phospat-36 (SP-36), Zwaversur Amoniak  (ZA), dan pupuk Organik di dalam negeri. Kebutuhan masing-masing jenis pupuk  di tiap provinsi dirinci berdasarkan kebutuhan sub sektor yaitu tanaman pangan,  hortikultura, perkebunan,  hijauan pakan ternak (peternakan) dan perikanan.
Kebutuhan masing – masing subsektor dirinci menurut bulan dari Januari sampai  dengan Desember (Kementerian Pertanian, 2011).
Penetapan alokasi pupuk bersubsidi untuk masing-masing provinsi pada  umumnya di bawah kebutuhan teknis yang dilkan daerah karena terbatasnya  pagu anggaran subsidi, sehingga dengan jumlah pupuk bersubsidi yang terbatas  tersebut, diharapkan agar tetap dapat dimanfaatkan secara optimal dengan  memperhatikan azas prioritas, baik prioritas terhadap daerah yang dinilai sebagai  sentra produksi, prioritas terhadap jenis komoditas yang akan diunggulkan oleh daerah (Kementerian Pertanian,2011).
 Adapun realisasi penyaluran pupuk bersubsidi untuk sector pertanian pada tahun  2011 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Realisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian TA.
No.  Jenis Pupuk Alokasi Kebutuhan  Pupuk Bersubsidi (Ton)  Realisasi (Ton) Persentase  (%) 1  Urea  236.000,00   195.701,30   83,00  2  SP-36  44.000,00   43.113,00   98,00  3  ZA  54.800,00  51.280,20  94,00  4  NPK  150.500,00  120.077,35  80,00  5  Organik  56.140,00   20.131,50   36,00  Sumber: Kementerian Pertanian, Kebijakan tentang pupuk terutama untuk tanaman padi pada dasarnya dirumuskan  atas dasar supply dan demand, sehingga implementasi di lapangan akan terjadi  keseimbangan antara ketersediaan stok dan kebutuhan bagi petani, dasar yang  dipakai adalah dosis penggunaan dari Permentan Peraturan Menteri Pertanian  Nomor 49/Permentan/OT.140/4/2007. Namun ada kecenderungan  dosis  penggunaan pupuk urea mengalami peningkatan, salah satu penyebabnya karena  pupuk urea disubsidi, harganya relatif murah, hal ini akan mempengaruhi trend  permintaan (Kementerian Pertanian, 2010).
Kelebihan dosis penggunaan pupuk dapat menimbulkan rendahnya efektivitas dan  efisiensi biaya input produksi dan kerusakan lingkungan, akibatnya kenaikan  produktivitas akan semakin menurun sehingga pendapatan petani dalam  berusahatani padi kurang maksimal. Selain itu, penggunaan pupuk yang melebihi  dosis yang  direkomendasi oleh pemerintah akan mengakibatkan  ketidakseimbangan unsur hara dan juga kelangkaan pupuk di kemudian hari.
Pada 2010, pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor:  32/2010 menaikan harga pupuk sebesar 30 persen. Selanjutnya, di akhir 2011  harga pupuk naik lagi sebesar 12 persen sesuai Permentan Nomor   87/Permentan/SR.130/12/2011 tanggal 9 Desember 2011.Berdasarkan aturan  tersebut, harga pupuk urea subsidi naik dari Rp 1.600 per kg menjadi Rp 1.800/kg,  sedangkan organik bersubsidi  naik  dari  Rp  500  menjadi  Rp  700  per  kg  ( Kompas, 2012).
Dengan berbagai pertimbangan diatas, yaitu setelah pemerintah  menaikkan harga pupuk bersubsidi penulis merasa perlu untuk melakukan  penelitian untuk menganalisis efisiensi pemakaian pupuk bersubsidi di  Desa  Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.


Skripsi agribusiness:Analisis Efisiensi Pemakaian Pupuk Bersubsidi Terhadap Produktivitas Padi Sawah
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI

Bab I
Download 
 Bab II
 Download 
 Bab III - V
 Download 
Daftar Pustaka
 Download 
Lampiran
Download