Skripsi agribusiness: Analisis Perbandingan Harga Pembelian Dan Kelangkaan Pupuk Bersubsidi


 BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang  Penggunaan pupuk pada tanah pertanian terutama pupuk kandang telah di mulai  berabad–abad yang silam sesuai dengan sejarah pertanian. Penggunaan senyawa  kimia sebagai pupuk untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi telah pula di  kenal lebih kurang seratus tahun yang silam. Sekarang hal ini telah menjadi suatu  keharusan untuk mempertahankan produksi yang  konstan  dan  tinggi (Hakim dkk, 1986).
Pada saat ini umumnya petani/ konsumen lebih suka memilih pupuk kimia di  banding dengan pupuk kandang atau pupuk organik lainnya. Hal ini disebabkan  oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman  lebih cepat berpengaruh.Di dalam praktek,cukup banyak di jumapai pemupukan –  pemupukan yang tidak efektif. Walaupun ke potensi produksi dan kualitas masih  sangat panjang,tanaman sama sekali tidak berespon terhadap pemupukan yang  tidak efektif. Pemupukan yang efisien lebih jarang lagi terjadi, karena yang  dipandang bukan hanya pencapaian hasil, akan tetapi perbandingan antara  keluaran dan masukan yang biasanya diukur nilai ekonominya.

Pemakaian pupuk di Indonesia  dari tahun ke tahun selalu meningkat, karena  pemakaian pupuk secara langsung dapat menaikkan produksi tanaman. Dalam  pencapaian  swasembada  beras  di  Indonesia  yang  sudah  terlaksana  mulai tahun 1984, Di masa mendatang, penggunaan pupuk akan selalu bertambah    mengingat  produksi  produksi  juga  selalu  meningkat  karena  banyak  pabrik  didirikan  maupun  karena  peningkatan  kapasitas  pabrik  yang  telah  ada (Rosmarkam dan Nasih, 2002: 26).
Dampak dari pemberian subsidi tersebut telah mendorong penggunaan pupuk  secara nasional yang cukup pesat, dari 0,63 juta ton tahun 1975 menjadi 5,5 juta  ton tahun 2009.Pada saat yang sama produksi padi meningkat dari 18 juta ton  tahun 1970 menjadi 60,2 juta ton pada tahun 2008.
(Kementerian Pertanian, 2009: 25).
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 22/Permentan/SR.130/4/2011 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pertanian  Nomor: 06/Permentan/SR.130/2/2011 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran  (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2011  menetapkan harga eceran tertinggi untuk pupuk bersubsidi sebagai berikut:  - Pupuk Urea    = Rp. 1.600/ kg;  - Pupuk SP-36    = Rp. 2.000/ kg;  - Pupuk ZA    = Rp. 1.400/ kg;  - Pupuk NPK Phonska (15 : 15 : 15) = Rp. 2.300/ kg;  - Pupuk Organik   = Rp. 500/ kg.
Agar pupuk yang diperlukan petani dapat memenuhi azas 6 (enam) tepat (tepat  jumlah, jenis, waktu, tempat, mutu, dan harga) serta sebagai upaya untuk  meningkatkan efektifitas penyaluran pupuk bersubsidi, maka penynan  kebutuhan bersubsidi diajukan oleh petani, pekebun, peternak, dan pembudidaya   ikan atau udang berdasarkan RDKK yang disetujui oleh petugas teknis, penyuluh  atau Kepala Cabang Dinas (KCD) setempat (Kementerian Pertanian, 2011: 1).
Menurut Kementerian Pertanian (2011: 2), tujuan penynan RDKK adalah:  1.  Merencanakan kebutuhan riil pupuk bersubsidi untuk usahatani tanaman  pangan, hortikultura, perkebunan rakyat/ kecil, tanaman hijauan makanan  ternak, dan pembudidaya ikan/ udang sesuai azas 6 (enam) tepat yaitu tepat  jumlah, tepat jenis, tepat waktu, tepat tempat, tepat mutu, dan tepat harga.
2.  Menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai dengan peruntukannya 3.  Membina petani untuk berusaha secara terencana.
Pupuk berperan penting dalam peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pertanian. Kisaran kontribusi biaya  pupuk terhadap total biaya produksi padi berkisar antara 15-30%, sehingga pupuk  merupakan sarana produksi yang  strategis. Kebijakan subsidi dan sistem distribusi pupuk dinilai komprehensif,  mulai dari tahap perencanaan kebutuhan, penetapan harga eceran tertinggi (HET),  besaran subsidi sampai distribusi ke pengguna. Namun, hal itu belum menjamin  pupuk tersedia di tingkat petani, khsnya pupuk bersubsidi, sesuai dengan HET yang ditetapkan (Maulana dan Benny, 2009: 57).
Sumatera Utara sebagai salah satu provinsi yang sektor pertaniannya cukup besar  perlu diperhatikan jumlah kebutuhan dan tersedianya pupuk bagi petani. Berikut  data kebutuhan pupuk di Sumatera Utara berdasarkan kabupaten/ kota:   Tabel 1.    Rencana Kebutuhan Pupuk per Kabupaten/ Kota di Provinsi  SSumatera Utara Tahun 2011  Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera UtaraTahun 2011  Dari Tabel 1,  dapat dilihat rencana jumlah kebutuhan pupuk per  kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara. Salah satu kabupaten/ kota dengan  kebutuhan pupuk terbesar adalah Kabupaten Karo yaitu sebesar 12,34% dari  kebutuhan pupuk Provinsi Sumatera Utara.
No.  Kabupaten/ Kota Jumlah Kebutuhan Pupuk  (Ton) Persentase  (%) 1.  Sibolga   0   2.  Tanjung Balai  690,11  0, 3.  Gunung Sitoli  1389,30  0, 4.  Tebing Tinggi  1491,45  0, 5.  Medan   3921,90  0.
6.  Pakpak Bharat   3968,84  0, 7.  Nias  4043,27  0, 8.  P.Siantar  5339,95  0, 9.  Nias Barat  8157,19  0, 10.  Nias Selatan  19012,31  0, 11.  Binjai  24110,75  1, 12.  Nias Utara  27013,03  1, 13.  Asahan  32309,88  1, 14.  Tapanuli Utara  33482,55  1, 15.  P. Lawas Utara  41901,65  1, 16.  Batubara  43344,68  1, 17.  P. Sidempuan  47197,41  2, 18.  Padang Lawas  47230,74  2, 19.  Samosir   49977,40  2, 20.  Tapanuli Selatan  51643,97  2, 21.  Labuhan Batu  52841,79  2, 22.  Toba Samosir  64666,17  2, 23.  Dairi  72683,64  3, 24.  H. Hasundutan  78641,75  3, 25.  Serdang Bedagai  85308,86  3, 26.  Langkat  92720,75  4, 27.  Mandailing Natal  102416,22  4, 28.  Lab. Batu Selatan  104442,35  4, 29.  Lab. Batu Utara  106171,00  4, 30.  Tapanuli Tengah  217484,55  9, 31.  Deli Serdang  246229,02  10, 32.  Tanah Karo  279793,83  12, 33.  Simalungun  317471,86  14, Total  2267098,17   Karena pupuk merupakan sarana produksi pertanian yang sangat penting dalam  peningkatan produksi, maka perlu dilakukan penelitian mengenai perbedaan harga  jual antara pupuk bersubsidi,  faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga  pembelian pupuk bersubsidi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kelangkaan  pupuk bersubsidi di daerah penelitian.
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa  permasalahan yang perlu diteliti:  1.  Bagaimana perbandingan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang  pengecer  di Kabupaten Karo dan apakah harga jual pupuk bersubsidi di  tingkat pedagang  pengecer di Kabupaten Karo sesuai dengan Harga Eceran  Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah?  2.  Faktor-faktor apa  yang mempengaruhi kenaikan harga pembelian pupuk  bersubsidi di Kabupaten Karo?  3.  Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kelangkaan pupuk bersubsidi di  Kabupaten Karo?  Tujuan Penelitian  Berdasarkan  permasalahan di atas, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:  1.  Menjelaskan perbandingan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang  pengecer di Kabupaten Karo dan menjelaskan perbandingan harga jual pupuk  subsidi di tingkat pengecer di Karo dengan Harga Eceran Tertinggi (HET)  yang ditetapkan pemerintah.
2.  Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga pembelian  pupuk bersubsidi di Kabupaten Karo.
3.  Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelangkaan pupuk bersubsidi  di Kabupaten Karo.
Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:  1.  Bahan informasi bagi pemerintah sehingga dapat membantu dalam  perumusan kebijakan mengenai pemasaran pupuk.
2.  Bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan  dengan penelitian ini.


Skripsi agribusiness: Analisis Perbandingan Harga Pembelian Dan Kelangkaan Pupuk Bersubsidi
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI

Bab I
Download 
 Bab II
 Download 
 Bab III - V
 Download 
Daftar Pustaka
 Download 
Lampiran
Download