Skripsi Manajemen:Faktor – faktor penghambat women entrepreneur dalam berwirausaha

BAB I  PENDAHULUAN  

A. Latar Belakang Masalah  Wanita berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), wanita berwirausaha sudah sejak lama  menjadi pemikiran dan isi hati Ibu Kartini. Diungkapkan oleh Dr. Suparman  Sumahamijaya bahwa sesungguhnya Ibu Kartini telah merintis pendidikan mandiri bagi  wanita sejak beliau berumur 16 tahun, sejak sekitar tahun 1893. Hal ini dapat kita  buktikan dari hampir semua tulisan Ibu Kartini yang termuat di dalam kumpulan surat –  suratnya yang dibukukan dengan judul Door duisternis Tot Licht (Habis Gelap Terbitlah  Terang),hampir setiap halaman surat – suratnya penuh dengan kata – kata perlunya  pengembangan watak di atas pendidikan otak, karena dengan pembentukan watak Ibu  Kartini yakin manusia akan lebih mampu untuk berdiri sendiri, tidak bergantung dari  kerabat dan dari siapapun. Ibu Kartini memikirkan suatu pendidikan menuju Independent  career (karir yang bebas), tidak saja bagi wanita tetapi juga bagi para pria. Ibu Kartini  tidak hanya memperjuangkan pendidikan sekedar ketrampilan kerumahtanggaan, tetapi  lebih dari itu, Ibu Kartini berjuang untuk dilaksanakannya pendidikan berdikari. Ibu  Kartini sangat memperhatikan bidang bisnisterbukti dari usahanya dalam membantu  keuangan dan pemasaran wood carving, textile weaving, dyeing works in gold and  copper and tortoise shell (ukiran kayu, tenunan, sepuhan emas dan tembaga dan kulit  kura – kura).

Sekarang ini sudah banyak kemajuan kita lihat dari berbagai bidang. Wanita-wanita  Indonesia sudah mampu memasuki lapangan kerja seperti pekerjaan di bidang kesehatan,  perdagangan, keamanan, dan sebagainya. Kita jumpai pula wanita yang bergerak dalam  bidang bisnis yang lebih dikenal dengan istilah Wanita Pengusaha, wanita yang  berwirausaha. Mereka mendirikan asosiasi, yaitu Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia  (IWAPI). (Alma, 2005 :37).
Wanita memegang peranan penting dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan  bernegara. Salah satu peran wanita yang sering terabaikan adalah di bidang  pengembangan ekonomi. Padahal kenyataannya 46,23% wanita merupakan pelaku  ekonomi. (www.asppuk.or.id).
Pada saat ini di Indonesia, semua bidang usaha terbuka bagi wanita dan ini  merupakan tantangan bagi kaum wanita yang selalu memperjuangkan hak emansipasi.
Pandangan yang tertanam di masyarakat adalah bahwa pria merupakan kepala rumah  tangga , sedangkan wanita merupakan ibu rumah tangga. Namun kata ‘ibu rumah tangga’  pada wanita tersebut tidak bisa dianggap enteng . Hasil penelitian Bank Dunia  menyebutkan, meningkatkan porsi wanita untuk memperoleh pendidikan menengah  sebesar 1 % atau sekitar 62 ribu wanita di Indonesia, diproyeksikan akan terjadi  peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 735 juta dolar Amerika.
(www.eksekutif.com).
Data yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik mengenai tingkat pendidikan yang  diperoleh pengusaha profil industri skala kecil dan kerajinan pada tahun 2002 sangat  mengecewakan karena perbedaan tingkat pendidikan antara wanita dan pria sangat  timpang dan didominasi oleh kaum pria. Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa  pengusaha wanita sulit berkembang. Di samping faktor tingkat pendidikan yang rendah  serta faktor sosial budaya dan adat istiadat, ada faktor –faktor lain yang menjadi  penghambat bagi women entrepreneur dalam berwirausaha. Menurut penelitian dari  Proyek Peningkatan Peran Usaha Swasta (Private Enterprise Participation Project) tentang wanita pengusaha di Indonesia pada tahun 2003 menyebutkan, fakta bahwa 35 %  wanita mengalami kesulitan dalam memperoleh pinjaman. (www.eksekutif.com).
Menurut Alma (2005), selain faktor – faktor ini, faktor kewanitaan dan faktor  emosional menjadi faktor lain yang menghambat seorang wanita dalam berwirausaha.
Sebagai seorang ibu rumah tangga, ada masa hamil dan menyi yang akan sedikit  mengganggu jalannya bisnis. Faktor emosional yang dimiliki wanita, disamping  menguntungkan juga bisa merugikan. Misalnya dalam pegambilan keputusan, karena ada  faktor emosional maka keputusan yang diambil akan kehilangan rasionalitasnya.
Menurut pengamat investasi Adler Haymas Manurung, wanita memang sebaiknya  memilih bisnis yang disukainya agar risiko kerugian bisa dikurangi. Hal ini penting  karena dalam berbisnis mereka jadi mengerti benar terhadap bidang usaha yang  digelutinya. Adler yang juga menjabat Direktur Investasi PT Nikko Securities Indonesia  ini menyarankan wanita dalam memulai bisnis sebaiknya melakukan 3 (tiga) hal, yaitu  berawal dari skala kecil, mau belajar pemasaran, dan mengubah mentalitas menjadi aktif  bersosialisasi. Di sisi lain, risiko dalam mengelola bisnis adalah menyita waktu. Maka itu,  kata Adler, kepandaian dalam membagi waktu antara urusan bisnis dan keluarga harus  dijaga dengan baik. Mengenai lokasi usaha, dia menyarankan sebaiknya tidak jauh dari  tempat tinggal sehingga waktunya tidak habis di luar rumah dan para wanita itu  sebaiknya memilih jenis usaha yang tidak jauhdengan aktivitas yang disukainya seperti  salon.
Jalan Sei Mencirim Medan merupakan salah satu jalan yang dipenuhi salon. Hampir  semua salon yang ada di sepanjang jalan itu dimiliki oleh wanita dan salon – salon itu  letaknya berdekatan, bahkan saling bersebelahan antara salon yang satu dengan salon  yang lainnya. Hal ini menjadi fenomena tersendiri karena salon – salon itu bersaing  secara sehat sejak belasan tahun yang lalu dan tetap eksis sampai sekarang.
Merebaknya bisnis yang dijalankan para wanita ini semakin menambah jumlah  pengusaha. Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) mencatat jumlah wanita yang  menjadi pengusaha meningkat setiap tahunnya. Anggota IWAPI saat ini disebutkan telah  mencapai lebih dari 16.000 orang. Bagi Adler, minat ibu rumah tangga untuk berbisnis  itu tak menjadi masalah, selama dia bisa mengurus keluarga dengan baik, karena hal ini  merupakan peran utama mereka dalam keluarga (web.bisnis.com).
Kesadaran akan risiko dan ketidakpastian dalam hidup menyadarkan wanita untuk  berbisnis. Badai krisis moneter atau kasus dalam keluarga memberi pelajaran pada kaum  ibu untuk mempersiapkan masa depan. Risiko dalam kehidupan keluarga memang akan  terus ada. Tapi, kemampuan mengantisipasi risiko itu yang lebih penting.
Berdasarkan uraian ini, maka penulis tertarik untuk mengetahui faktor – faktor  penghambat tersebut sehingga penulis membuat penelitian yang berjudul  “Analisis  Faktor-Faktor Yang Menghambat Women Entrepreneur Dalam Berwirausaha  (Studi Kasus Pada Wanita Pengusaha Salon Di Jalan Sei Mencirim Medan)”.

Download lengkap Versi PDF