BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pendidikan
memegang peranan sentral dalam pembangunan bangsa dan negara karena dari sanalah kecerdasan dan
kemampuan bahkan watak bangsa di masa akan
datang banyak ditentukan oleh pendidikan yang diberikan saat ini. Pendidikan berperan sebagai dasar dalam membentuk
kualitas manusia yang mempunyai daya saing
dan kemampuan dalam menyerap teknologi yang akan dapat meningkatkan produktivitas.
Untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat
dan bakat yang dimilikinya tanpa melihat
pada status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. Maka pemenuhan atas hak dalam mendapat pendidikan
dasar yang bermutu merupakan ukuran
keadilan dan pemerataan atas hasil pembangunan dan sekaligus menjadi investasi sumber daya manusia (SDM).
Pendidikan adalah tujuan kedua dari delapan kesepakatan Millennium Development Goals (MDGs), yang mempunyai
target pada tahun 2015, seluruh anak baik
laki-laki maupun perempuan di mana saja mereka berada harus sudah menyelesaikan pendidikan dasar. Maka sebagai
negara yang ikut meratifikasi MDGs/ Tujuan
Pembangunan Millenium, Indonesia tidak bisa mengabaikan pembangunan di bidang pendidikan ini (Dyah Ratih
Sulistyastuti, 2007).
Pentingnya peran dari pendidikan
menandakan bahwa pembangunan sektor pendidikan
harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan sumber daya manusia, besarnya peran sektor pendidikan ini mendorong
pemerintah indonesia memberikan perhatian
yang lebih pada sektor pendidikan. Perhatian ini kemudian direalisasikan, bahwa sesuai dengan putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 13/PUU-VI/2008, Pemerintah
harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
Salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah dalam hal pemenuhan pemerataan
pendidikan juga terlihat dalam gerakan wajib belajar. Maksud dan tujuan pelaksanaan wajib belajar adalah memberikan
pelayanan kepada masyarakat untuk memasuki
sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan orang banyak. Gerakan wajib belajar mulai
dicanangkan pada 2 mei 1984 yaitu program wajib belajar 6 tahun (tingkat SD), diteruskan
dengan program wajib belajar 9 tahun (Tingkat
SMP) pada pertengahan tahun 1990-an (2 mei 1994), tetapi di tingkat SMA program wajib baru mulai dicanangkan dan
dikaji pada tahun 2008. (Statistik Pendidikan,
2009).
Untuk melihat seberapa jauh
keberhasilan usaha pemerintah di sektor pendidikan
maka dapat digunakan salah satu indikator yang juga dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk mengukur
keberhasilan dibidang pendidikan yaitu dengan melihat tingkat partisipasi
masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri, dilihat melalui Angka Partisipasi Kasar (APK) dan
Angka Partisipasi Murni (APM).
Dalam penelitian ini penulis
menggunakan Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk mewakili indikator keberhasilan sektor
pendidikan. Angka Partisipasi Kasar (APK)
itu sendiri merupakan rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang bersekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah
penduduk usia yang berkaitan dengan jenjang
pendidikan tertentu (Statistik Pendidikan, 2009). Sedangkan Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan rasio siswa
dengan usia yang berkaitan dengan jenjang
pendidikannya dari jumlah penduduk usia yang sama/kelompok umur (Statistik Pendidikan, 2009).
Angka partisipasi murni sendiri
tidak digunakan dalam penelitian ini karena terkadang akan terdapat kasus dimana terdapat
siswa yang berusia lebih tua dari pada usia
jenjang pendidikan tertentu yang di jalaninya, kasus ini bisa terjadi karena
orang tersebut tinggal kelas, terlambat
masuk, sakit dan lainnya, maka begitu juga sebaliknya akan di temui kasus dimana seseorang
tersebut berusia lebih muda dibandingkan
usia jenjang pendidikan yang dijalaninya, hal ini bisa di sebabkan oleh terlalu cepat masuk sekolah atau mendapat
kelas akselerasi. Oleh karena itu Angka Partisipasi
Kasar penulis menilai lebih tepat di gunakan untuk menunjukkan berapa besar tingkat partisipasi masyarakan secara
umum disuatu tingkat pendidikan.
Angka Partisipasi Kasar (APK)
Kabupaten Deli Serdang untuk setiap jenjang pendidikan dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel
1.1 Angka Partisipasi Kasar SD/MI,
SMP+MTS dan SMA Sederajat No Tahun SD/MI
SMP+MTS SMA Sederajat 1 2007
113 94,79 79, 2
2008 113,06 95,11
81, 3 2009
122,77 98,11 86, Sumber
: Statistik Pendidikan Berdasarkan tabel
di atas untuk kabupaten Deli Serdang sendiri pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) Angka
Partisipasi Kasar (APK) sudah mencapai 100 persen dan terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya dan untuk jenjang pendidikan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) rata-rata di atas 90 persen, hal ini menandakan program wajib belajar 9 tahun yang
di targetkan secara nasional sebesar 95
persen pada tahun 2009, untuk tahun 2008 kabupaten Deli Serdang sudah melampaui target yang di tetap dengan
pencapaian Angka Partisipasi Kasar pada jenjang
pendidikan Sekolah Dasar sebesar 113,06 persen dan 95,11 persen untuk jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama.
Tetapi pada jenjang pendidikan Sekolah
Menengah Atas (SMA) sederajat , Partisipasi Sekolah dinilai masih rendah, rata-rata Angka Partisipasi Kasar pada jenjang
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
sederajat di kabupaten Deli Serdang masih di bawah 90 persen, dan masih jauh untuk target secara nasional sebesar 95
persen, walaupun target tersebut untuk wajib belajar 9 tahun tetapi ini dapat
menggambarkan kondisi pada Jenjang Pendidikan
Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat juga perlu mendapat perhatian sesuai dengan program wajib belajar 12 tahun
yang akan di canangkan.
Kabupaten Deli Serdang sendiri
mulai tahun 2004 sangat mengedepankan skala
prioritas pembangunan pada sektor pendidikan dan kesehatan, hal ini di tindak lanjuti pada dengan konsep CERDAS yaitu
percepatan rehabilitasi dan apresiasi terhadap
sekolah, yang didukung melalui adanya gerakan masyarakat peduli pendidikan. Konsep ini juga di dukung oleh
anggaran pendidikan yang besar, untuk tahun
2009 sendiri anggaran pendidikan Kabupaten Deli serdang sudah menyentuh pada angka 44,11 persen (Badan Pusat Statistik,
2010), jauh melebihi target 20 persen yang
putusan Mahkamah Konstitusi.
Tetapi penulis menilai anggaran
dan konsep yang di lakukan oleh pemerintahan
Kabupaten Deli Serdang hanya besar perhatian pada level jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Pertama saja, hal ini dapat dilihat dari
pencapaian Angka Partisipasi Kasar kabupaten Deli Serdang itu sendiri. Untuk pencapaian Angka Partisipasi Kasar jenjang
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
sederajat masih belum maksimal.
Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya
angka partisipasi sekolah (Suyanto, 2001
) yaitu : anggaran pemerintah untuk sektor pendidikan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, tingkat kesadaran
masyarakat, dan kesehatan. Untuk jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas rendahnya
partisipasi bisa disebabkan oleh tingginya
biaya yang dibebani (Michael P.Todaro, 2000) yaitu berupa biaya : biayabiaya
langsung pendidikan individual (ongkos, buku, uang seragam, dll.) dan
biayabiaya yang tidak langsung. Download lengkap Versi PDF