BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Sudah berabad-abad lamanya ekonomi dunia
didominasi oleh sistem bunga, dan hampir
semua transaksi khususnya dalam perbankan dikaitkan dengan bunga.pengalaman ratusan tahun dalam dominasi
bunga telah membuktikan ketidakberdayaan
sistem ini dalam menjembatani ketimpangan ekonomi, bahkan menjadi faktor terjadinya ketimpangan ini.
Banyak orang kaya yang menjadi semakin
kaya di atas beban orang lain, begitu juga banyak negara mencapai kemakmurannya di atas kemiskinan negara lain.
Kesenjangan ekonomi semakin melebar
antara negara maju dan negara berkembang, sedangkan di dalam negara berkembang kesenjangan itu semakin dalam (Antonio,
2001) Atas fenomena seperti diatas hanya sedikit orang yang menyadari bahaya bunga bagi terciptanya keadilan ekonomi.
Pemerintah diberbagai negara menjadi sangat
sibuk dengan sistem bunga dan yang sudah menjadi build-in dalam sistem itu adalah sifat kapitalistik dan
diskriminatif. Dan karena kelemahan sistem itu pula pemerintah di negara-negara bersangkutan
menjadi sibuk menambal kekurangan itu
dengan berbagai program dan peraturan yang memaksa orang yang diuntungkan agar menaruh simpati kepada
orang yang merasa di rugikan dalam
sistem bunga itu. (Machmud, 2010) Walaupun demikian kita patut bersyukur ketika
dominasi itu berada dipuncaknya,
Undang-Undang no. 7 tahun 1992 dengan segala ketentuan dan 15 keputusan
yang mendukung UU tersebut telah mengundang lembaga keuangan syariah yang anti riba. Kedatangan lembaga
keuangan ini disambut dengan perasaan
suka cita oleh berbagai kalangan umat Islam, dukungan mereka diwujudkan dengan berdirinya lembaga keuangan
syariah baik bank maupun non bank.
Fenomena meningkatnya kebutuhan
masyarakat terhadap keberadaan sistem
perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah mendapat respon positif dari pemerintah, dikeluarkannya UU No.7 tahun 1992
tentang perbankan yang menetapka n bahwa
perbankan di Indonesia menganut dual banking sistem, yaitu perbankan konvensional dan perbankan syariah.
Perundang-undangan tersebut selanjutnya
disempurnakan dengan UU No.10 tahun 1998, guna memberikan landasan hukum yang lebih jelas bagi
operasional perbankan syariah nasional (Wirdyaningsih,2005).
Dalam UU tersebut tertulis
kedudukan bank syariah di Indonesia secara hukum mulai menjadi kuat. Bahkan bukan hanya
itu saja, disitu tertulis bahwa bank
konvensional diperbolehkan membuka unit yang berbasis syariah. Sejak saat itu mulailah bermuculan bank konvensioanl yang
membuka unit-unit bank syariah.
Pertimbangan perubahan
Undang-undang tersebut dilakukan untuk mengantisipasi
tantangan keuangan yang semakin maju dan kompleks dan mempersiapkan infrastuktur memasuki era
globalisasi. Jadi adopsi perbankan syariah
dalam system perbankan nasional bukanlah semata-mata mengakomodasikan kepentingan penduduk
Indonesia yang kebetulan sebagian 16 besar muslim, namun lebih kepada adanya faktor
keunggulan atau manfaat lebih pada
perbankan syariah dalam menjambatani perekonomian.
Bila kita melihat ke belakang
pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yang melanda Negara-negara Asia, termasuk negara
kita. Peristiwa ini sekaligus membuktikan
tentang betapa besarnya efek negatif yang ditimbulkan oleh sistem bunga yang diterapkan pada bank konvesional
terhadap inflasi, investasi, produksi,
pengangguran, dan kemiskinan hingga memorak-porandakan hampir semua aspek sendi kehidupan ekonomi dan sosial
politik negara kita. Seperti kita ketahui
pada bank syariah, sistem yang digunakan adalah bagi hasil pada akhir tahun (bukan sistem bunga yang seperti yang
dilakukan pada bank konvensional).
Return yang diberikan kepada nasabah
pemilik dana pun ternyata lebih tinggi daripada
bunga deposito yang diberikan oleh konvensional. Itulah alasan yang menjadikan bank syariah tetap kokoh dan tidak
terpengaruh oleh krisis yang terjadi
(Amir Machmud, 2010) Masyarakat banyak
menaruh harapan kepada bank untuk menjadi tempat penyimpanan dana yang aman bagi perusahaan,
badan-badan pemerintah dan swasta,
maupun perorangan. Bank juga diharapkan bias melakukan kegiatan pengkreditan dan berbagai jasa keuangan yang
dapat melayani kebutuhan pembiayaan
serta melancarkan mekanisme perekonomian. Dengan memberikan kredit kepada beberapa sector perekonomian,
bank diharapkan dapat melancarkan arus
barang dan jasa dari produsen kepada konsumen. Bank juga ternyata merupakan pemasok dari sebagian besar uang
yang beredar yang digunakan 17 sebagai alt tukar atau alat pembayaran,
sehingga diharapkan dapat mendukung berjalnnya
mekanisme kebijaksanaan moneter (Wirdyaningsih, 2005).
Sebagaimana kita maklumi,
perbankan syariah adalah salah satu unsur dari sistem keuangan syariah. Kesemarakan
perkembangan perbankan syariah nasional juga
diikuti dengan lembaga-lembaga keuangan syariah dan kegiatan ekonomi yang diidentifikasikan sebagai sesuai dengan
sistem syariah Bank adalah lembaga keuangan yang tugas pokoknya mengumpulkan
dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kepada masyarakat, selain itu bank juga memberikan
jasa-jasa keuangan, pembayaran pembiayaan lainnya, sebagai lembaga keuangan yang mendapat kepercayaan
masyarakat atas dananya. Bankbank berusaha semaksimal mungkin melakukan dana
tarik (insentif) ekonomi berupa bunga
tinggi, bonus serta hadiah-hadiah yang menarik. Berbagai langka h dilakukan bank dengan tujuan menghimpun dana
masyarakat, yang salah satu caranya
adalah dengan meningkatkan jumlah nasabah (Antonio,2001) Arah dari sistem
pengendalian dan kebijakan moneter yang baru tersebut agar untuk waktu selanjutnya dana pengkreditan
perbankan akan semakin mengutamakan sumber
dana perkreditan perbankan akan semakin mengutamakan sumber dana yang berasal dari tabungan
masyarakat. Dalam arti kata lain, dengan kebijakan yang baru tidak diharapkan dapat
menumbuhkan iklim yang sehat dan kepastian
bagi dunia usaha serta masyarakat umum agar mereka dapat lebih berperan dalam pembangunan nasional.
Kebijaksanaan pengerahan dana
tersebut ternyata membawa hasil yang cukup
mengembirakan meskipun hal itu membawa dampak kenaikan tingkat suku 18 bunga
deposito dan bentuk simpanan yang lain. Sasaran pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya diupayakan
melalui perluasan kesempatan berusaha,
kesempatan kerja, pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, serta penyebaran pembangunan ke seluruh
wilayah tanah air. Untuk itu kebijakan moneter
diarahkan pada upaya peningkatan kemampuan usaha golongan ekonomi lemah termasuk koperasi, pengembangan laju
pembangunan daerah secara lebih merata
serta menunjang usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang banyak menyerap tenaga
kerja.
Masalah yang timbul akibat kondisi perbankan
Indonesia yang semakin kompetitif,
canggih, dan dinamis yakni : Persaingan semakin tajam dalam memperbutkan dana dan nasabah, keuntungan akan
semakin menipis karena berkurangnya
margin dan bertambahnya biaya operasi, otomatisasi semakin meningkat dan berlangsung lebih cepat,
nasabah-nasabah semakin menuntut kenyamanan
serta harga dan pelayan yang lebih baik, bank-bank semakin sulit memperoleh staf-staf yang berkualitas dan
professional, persaingan dari lembaga keuangan
non bank semakin meningkat, dan yang terakhir bank-bank lokal akan memperoleh tekanan persaingan dari bank-bank
yang memiliki jaringan operasi nasional
dan internasional. Download lengkap Versi PDF