BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pembangunan
merupakan salah satu
usaha manusia untuk
memenuhi kebutuhannya.
Pembangunan dapat membawa
dampak positif bagi
masyarakat, tetapi
pembangunan juga dapat
membawa resiko terjadinya
pencemaran dan kerusakan lingkungan,
sehingga struktur dan
fungsi dasar ekosistem
sebagai penunjang kehidupan dapat mengalami kerusakan (Zamroni, 2005).
Yuniato (2005:
1) menjelaskan bahwa
pembangunan juga harus berwawasan lingkungan
yang disertai pengolahan
limbah yang terpadu
sehingga kerusakan struktur dan
fungsi dasar ekosistem yang
berakibat penurunan kualitas keseimbangan lingkungan dapat
dihindari.
Rumah sakit
merupakan salah satu
wujud pembangunan sarana
di bidang kesehatan yang
keberadaannya dapat menimbulkan
dampak positif dan
negatif.
Dampak positif
dari pembangunan rumah
sakit adalah meningkatnya
derajat kesejahteraan dan kesehatan
masyarakat, sedangkan dampak
negatifnya adalah sampah dan
limbah medis maupun
nonmedis yang dapat
menimbulkan penyakit dan
pencemaran yang perlu perhatian khusus (Wisaksono, 2001).
Limbah cair
rumah sakit banyak
mengandung senyawa organik (Cristiningrum, 2008:
12). Senyawa organik
tersebut dapat berupa
protein, karbohidrat dan lemak.
Senyawa organik membutuhkan
oksigen yang lebih banyak
dalam degradasi (dekomposisi)
sehingga terjadi penurunan
oksigen dalam biota perairan dan mengakibatkan peristiwa
ikan munggut (ikan mati secara masal akibat kekurangan oksigen) (Fahrizal,
2004: 1).
Dampak limbah
cair yang mengandung
senyawa organik ini
umumnya disebabkan oleh detergen. Detergen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian
menyebutkan bahwa detergen
memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan
bersifat karsinogen, misalnya
Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah
kesehatan, kandungan detergen
dalam air minum
akan menimbulkan bau dan
rasa tidak enak.
Detergen sering menggunakan
senyawa fosfat untuk bahan
pengisi yang berfungsi
mencegah menempelnya kembali kotoran (Fahrizal, 2008: 1) Fosfat merupakan
salah satu polutan
pencemaran air. Fosfat
tergolong senyawa
mikronutrien berupa senyawa
fosfor. Fosfat dalam
konsentrasi melebihi baku mutu
akan mengganggu keseimbangan
kehidupan di perairan,
racun terhadap mikroorganisme dan
bersifat korosif (Fachrul,
dkk., 2006). Konsentrasi fosfat yang
berlebihan di dalam
badan air akan
menyebabkan pertumbuhan tanaman
air yang tidak terkendali (eutrofikasi).
Ledakan pertumbuhan
ini menyebabkan berkurangnya
oksigen yang seharusnya digunakan
bersama oleh seluruh
tumbuhan dan hewan
air.
Dekomposisi dari tanaman yang
telah mati dapat menyerap lebih banyak oksigen, sehingga berakibat
penurunan aktivitas bakteri
atau kerusakan ekosistem
perairan karena banyaknya tumbuhan
atau hewan yang
mati (Dewi, dkk.,
2003 dan Masduqi, 2004).
Konsentrasi fosfat yang
melebihi ambang batas
yaitu 2 ppm dalam perairan dapat mengakibatkan
ganggguan tulang pada kesehatan manusia di lingkungan
sekitarnya (Djabu,et al.,1991
dalam Soeparman dan Soeparmin, 2001: 9).
Yuniato (2005)
menyatakan bahwa kadar
fosfat limbah cair
rumah sakit umum Dr.
Saiful Anwar Malang
melebihi batas ambang
menurut standar limbah cair
rumah sakit Jawa
Timur. Kadar fosfat
(PO 3-) pada outlet
limbah cair rumah sakit
mencapai 6,85 ppm
sedangkan batas ambang
yang ditetapkan pemerintah KEPMEN. LH.
No.Kep-58/MENLH/12/1995 sebesar 2 ppm.
Konsentrasi fosfat
yang melebihi ambang
batas dapat mengganggu keseimbangan kehidupan
biota di perairan
pembuangan terakhir (sungai
Brantas).
Pencemaran air
akan berlanjut ke
lingkungan sekitarnya sehingga
pencemaran ini akan selalu
berkesinambungan dan berakhir
pada kerusakan. Allah
Swt berfirman dalam Qs. ar-Rûm 41”Telah nampak
kerusakan di darat
dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka
sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka
kembali (ke jalan
yang benar)” (Qs. ar-Rûm/30:41).
Ayat di
atas menjelaskan bahwa
semesta alam ini
telah diciptakan Allah Swt
dalam satu sistem
dan sesuai dengan
kebutuhan hidup manusia,
tetapi telah terjadi
ketidakseimbangan lingkungan (al-fas[1]d) dalam
sistem kerja semesta alam yang disebabkan
oleh perbuatan manusia
sendiri (kasabat aidî
an-n[1]s).
Ketidakseimbangan di
darat dan laut
(al-fas[1]d fî
al-barri wa al-bahr)
akan mengakibatkan bencana
bagi kehidupan manusia
(Shihab, 2002: 77-78).
Allah Swt berfirman dalam
Qs. ash-Qashash 77
yang menjelaskan bahwa
Allah Swt tidak menyukai
manusia-manusia yang berbuat
kerusakan lingkungan (almufsidîn) karena akan berdampak terhadap
keseimbangan alam.
”Dan janganlah
kamu berbuat kerusakan
di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat
kerusakan” (Qs. ashQashash/28: 77).
Pengolahan limbah rumah sakit adalah bagian
dari penyehatan lingkungan
di rumah sakit yang
bertujuan melindungi masyarakat
dari bahaya pencemaran
lingkungan yang bersumber
dari limbah rumah sakit
(Anonimous, 2006). Pengolahan
limbah cair yang
mengandung fosfat dapat dilakukan
secara kimia yaitu
menggunakan metode koagulasi dengan penambahan bahan
koagulan, seperti aluminium
(tawas) dan garam-garam
besi seperti FeCl2. Pengolahan
limbah cair menggunakan
koagulasi ini sangat
efektif dalam pengurangan fosfat (Yunianto, 2005).
Pengolahan air
limbah dengan pengendapan
telah dilakukan oleh
Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) yaitu
dengan pengendapan kimia ferosulfat dengan
persentase pengurangan BOD
94%, COD 92%,
zat padat tersuspensi 94%
dan warna 95%
(Anonimous a , 2007). Pengolahan
air limbah menggunakan koagulan
kimia seperti tawas
dapat menyebabkan korosif
karena penambahan tawas menyebabkan
perubahan pH larutan
menjadi asam dan penyakit Alzheimer.
Salah
satu alternatif pemecahan
pengolahan air limbah
adalah mengolah air limbah
menggunakan biji kelor
sebagai koagulan alami.
Hasil penelitian Hidayat (2003)
tentang efektifitas bioflokulan
biji kelor dalam
proses pengolahan limbah cair
industri pulp dan
kertas menggunakan parameter
yang diamati yaitu waktu
pengendapan, nilai warna,
nilai kekeruhan, Total
Suspended Solid (TSS), Chemical Oxygen Demand (BOD), dan Biologycal Oxygen Demand (COD).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
bioflokulan biji kelor
pada konsentrasi 1500
ppm mampu mengendapkan flok
limbah cair industri
pulp dan kertas
dalam waktu menit 20
detik, efektifitas nilai
warna 69,79 %,
nilai kekeruhan 91,47
%, TSS 18,45 %,
COD 75 %,
dan BOD 81,49
% (Hidayat, 2003
dalam Savitri, dkk., 2006).
Download lengkap Versi PDF