BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada negara-negara agraris
seperti Indonesia, lahan merupakan faktor produksi yang sangat penting karena menentukan
kesejahteraan hidup penduduk negara bersangkutan.
Paling sedikit ada dua kebutuhan dasar manusia yang bergantung pada lahan. Pertama lahan sebagai sumber
ekonomi guna menunjang kehidupan.
Kedua, lahan sebagai tempat
mendirikan rumah untuk tempat tinggal. Lahan juga sudah menjadi salah satu unsur utama dalam
menunjang keberlangsungan kehidupan
sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan juga berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas untuk
mempertahankan eksistensinya.
Walaupun lahan di negara-negara
agraris merupakan kebutuhan dasar, tetapi struktur kepemilikan lahan di negara agraris
sangatlah timpang. Disatu pihak ada individu
atau kelompok manusia yang memiliki dan menguasai lahan secara berlebihan namun dilain pihak ada individu
atau kelompok manusia yang hanya memiliki
lahan seadanya dan bahkan tidak memilik lahan sama sekali. Hal inilah yang sering memicu permasalah terdapat lahan.
Kepemilikann lahan yang ada juga
akan semakin menunjukan adanya tingkat starta
sosial masyarakat berdasarkan status kepemilikan lahannya. Di Indonesia kita kenal beberapa istilah dalam menentukan
kepemilikan lahan. Ada lahan milik sendiri,
lahan sewa, lahan sakap/bagi hasil, lahan gadai dan lain-lain. Biasanya untuk setiap daerah yang ada di Indonesia,
memilik istilah-istilah lain dalam menentukan
status kepemilikan lahan tersebut. Status kepemilikan lahan yang ada membuat adanya berbagai
kemungkinan-kemungkinan dalam proses pengelolaan lahan. Pemilik lahan sendiri akan bebas
menentukan langkah-langkah apa saja yang
akan dilakukan untuk memberikan hasil maksimal dari lahan yang dikelolanya, sementara pemilik lahan sewa,
bagi hasil, gadai dll, adanya peraturan-peraturan
yang disepakati membuat ruang lingkup untuk melakukan inovasi menjadi sangat terbatas.
Menurut Purwono (2007), di sisi
lain tekanan terhadap lahan juga
berwujud penyempitan rata-rata penguasaan lahan oleh petani, baik sebagai
implikasi pewarisan maupun berbagi pengusahaan dan kemiskinan (shared poverty).
Keadaan tersebut jelas semakin mempertajam
ketidak kondusifan suasana bagi keberlangsungan
pertanian dan perwujudan kebijakan
pangan nasional dalam jangka panjang,
apalagi pembukaan areal baru sangat terbatas dan tidak sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk yang terus
melaju.
Kabupaten Deli Serdang merupakan
salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 luas lahan padi sawah di
Kabupaten Deli Serdang mencapai 86.495
Ha. Kemudian status kepemilikan lahan di Deli Serdang juga beragam. Secara garis besarnya status
kepemilikan lahan di Deli Serdang. Terdiri dari milik sendiri, sewa, bagi hasil dan gadai
(BPPP, 2011) Kini, lahan-lahan pertanian di Kabupaten Deli Serdang telah
mengalami banyak perubahan, baik dalam
penggunaan, pengelolaan, penguasaan, pengusahaan maupun kepemilikan. Kecenderungannya, beban,
tekanan dan permasalahan petani dan
agraria di Kabupaten Deli Serdang menjadi sangat pelik. Hal ini sangat terkait dengan derasnya laju pembangunan
sektor industri, pemukiman, fasilitas umum,
infrastruktur jalan dan sebagainya. Apalagi, beberapa wilayah di Kabupaten Delisedang dijadikan sebagai kawasan
industri. Agraria di Kabupaten Deli
Serdang juga tidak luput dari konflik, terutama dalam alih fungsi lahan pertanian ke peruntukan lain dan tuntutan pengelolaan
lahan negara, perkebunan dan lahan
kritis (Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, 2011) Dari data yang didapatkan
di Dinas Pertanahan Kabaupaten Deli Serdang pada tahun 2010, diketahui bahwa petani yang
memilik lahan sawah sekitar 43% dan petani
tidak mempunyai lahan (tuknakisma) sekitar 28%. Petani yang memilik lahan sendiri sekitar 29%, petani penyewa
lahan 25% dan petani yang menggadaikan
lahannya untuk digarap sekitar 14%. Kepemilikan lahan satu tahun terakhir ini mengalami perubahan. Pada tahun
2009 persentasi petani yang memiliki
lahan sekitar 45%, petani penyewa 19% dan petani yang menggadaikan lahannya hanya sekitar 5%. Data ini
menunjukkan bahwa sturktur kepemilikan lahan
mengalami perubahan, ditandai dengan banyaknya petani yang menyewa lahan dan yang menggadaikan lahannya.
Download lengkap Versi PDF
