BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sejak lahirnya Undang – Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 7 tahun
1992 tentang Perbankan, dan keluarnya
Fatwa Bunga Haram dari MUI tahun 2003,
yang ditindaklanjuti kemudian dengan lahirnya Undang – Undang Nomor 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah
telah membuka kesempatan yang luas bagi penyelenggaraan sistem Perbankan berbasis syariah untuk
menjalankan kegiatan operasional berdasarkan
prinsip syariah dengan menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana dan penyalur dana bagi masyarakat. Dalam
Pasal 25 Undang – Undang No.
21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah jo. Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo. Undang – Undang No 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan jo. Pasal 27-28 Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, bank
syariah dalam menjalankan salah satu fungsinya,
yaitu sebagai penyalur dana bagi
masyarakat menyalurkan dana melalui :
Pertama, Transaksi jual beli dengan berdasarkan prinsip murabahah, ishtishna, ijarah, dan salam dan jual beli lainnya. Kedua, Pembiayaan berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah dan bagi hasil lainnya. Ketiga, pembiayaan berdasarkan prinsip hiwalah, qardh,
dan rahn.
Dominannya, pembiayaan murabahah
terjadi karena pembiayaan ini cenderung
memiliki risiko paling kecil dan lebih mengamankan bagi shareholder, sebab murabahah sendiri di bank – bank Islam
pada umumnya digunakan sebagai metode
utama pembiayaan, yang merupakan hampir tujuh puluh lima persen asetnya.
Hal tersebut mengindikasikan secara implisit
bahwa walaupun pembiayaan murabahah
begitu mendominasi aspek praktek
pembiayaan perbankan syariah, namun
tetap ada risiko – risiko yang menyertainya. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa murabahah dapat
disebut sebagai produk perbankan syariah
yang penting dan diminati oleh masyarakat pada umumnya. Adapun, di bank – bank syariah, murabahah sendiri
melandaskan kegiatannya pada fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah
1. Menetapkan imbalan yang akan
diberikan kepada masyarakat dengan penggunaan/pemanfaatan
dan masyarakat yang dipercayakan kepadanya.
.
Ketentuan lebih lanjut yang
mendukung keberadaan Murabahah dan produk perbankan syariah lainnya dapat dilihat pada Peraturan
Pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang
Bank berdasarkan prinsip bagi hasil, dan yang dimaksud dengan prinsip bagi hasil menurut Peraturan
Pemerintah tersebut adalah kegiatan bank yang semata – mata berdasarkan prinsip bagi
hasil. Prinsip ini merupakan prinsip muamalat
berdasarkan syariat Islam dalam melakukan usaha bank.
Prinsip bagi hasil itu meliputi: 2.
Menetapkan imbalan yang diterima sehubungan dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan
untuk keperluan investasi maupun modal
kerja Abdullah Saeed, Bank Islam dan
Riba, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008, hal.139.
Adrian Sutedi,
Perbankan Syariah, Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009, hal.34.
3.
Menetapkan imbalan sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang lazim dilakukan oleh bank dengan prinsip bagi
hasil.
Pembiayaan merupakan fungsi bank
dalam menjalankan fungsi pengggunaan
dana. Istilah Pembiayaan berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu “finance contract”, yang mana dalam
peraturan perundang – undangan yang mengatur
tentang pembiayaan tidak kita temukan
arti istilah perjanjian pembiayaan.
. Namun, para sarjana, M. Syafi’i Antonio
misalnya merumuskan pembiayaan itu
merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan deficit unit .
Salim, H.S merumuskan pembiayaan
merupakan kontrak atau perjanjian yang dibuat
oleh pemberi fasilitas dan penerima fasilitas, dimana pemberi fasilitas menyediakan dana untuk membeli barang dari
penjual barang, untuk digunakan oleh si
penerima fasilitas, dan penerima fasilitas berkewajiban untuk membayar pinjamaan itu, baik berupa pokok dan bunga
sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan
oleh kedua belah pihak.
Adapun kaitannya antara pembiayaan dan perbankan syariah, keberadaan bank syariah
yang menjalankan pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah bukan hanya untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di Indonesia,
tetapi juga untuk menciptakan lingkungan
bisnis yang aman, diantaranya : Salim,
HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPERDATA,PT. Rajawali Pers, Mataram, 2008, hal. 129.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, PT. Gema
Insani Press, Jakarta, 2001, hal. 160.
Salim, HS. Ibid, hal.130.
Ayus Ahmad Yf dan Abdul Aziz, Manajemen
operasional Bank Syariah , STAIN Press,
Cirebon, 2009, hal.
1.
Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan
debitur.
2. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh
oleh bank konvensional karena tidak
mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional.
3. Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu
dipermainkan oleh rentenir dengan
membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan.
Dari pembiayaan yang dikeluarkan atau
disalurkan bank diharapkan mendapatkan
hasil. Tingkat penghasilan dari pembiayaan merupakan tingkat penghasilan tertinggi dari bank. Disamping
penggunaan dana untuk pembiayaan, bagi
bank juga dapat mengalokasikan dananya untuk fungsi investasi.
Secara nasional, Perbankan
Syariah di Indonesia saat ini menggunakan akad Murabahah sebagai salah satu produk utama
pembiayaannya. Hal ini dikarenakan oleh sistem dan teknik penghitungannya yang
lebih mudah dicerna baik oleh nasabah
maupun oleh pihak bank, sehingga aspek kejelasan lebih mengedepan.
Melalui Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000
tentang murabahah, Dewan Syariah
Nasional telah memberikan ijin operasional sesuai syariah terhadap produk pembiayaan murabahah.
Rifka Dejavu, Pembiayaan Murabahah
(Antara Syariah dan Bisnis), http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/03/09/pembiayaan-murabahah-antara-syariahdan-bisnis/,
diakses tanggal 6 Maret 2012.
Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan
Beberapa Segi Hukum, Ibid, hal. 34.
Secara umum, murabahah merupakan pembiayaan
yang memposisikan nasabah sebagai
pembeli dan bank sebagai penjual, dan operasional murabahah ini murni menggunakan rukun dan syarat jual
beli, dimana terdapat beberapa hal yang
harus ada dalam transaksi jual beli tersebut. Harus ada penjual, pembeli, objek yang diperjualbelikan, ada ijab dan
qabul serta ada akad yang menyertai perjanjian
jual beli ini.
Bank – bank
Islam mengambil murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada kliennya untuk
membeli barang walaupun klien tersebut
mungkin tidak memiliki uang tunai untuk membayar (pembayaran ditunda)
Adapun kelebihan kontrak murabahah dengan pembayaran ditunda semacam ini adalah sebagai berikut : . Adapun
murabahah ini digunakan dalam perbankan Islam karena memiliki dua unsur, yaitu : harga membeli dan
biaya terkait, dan kesepakatan berdasarkan
mark upkeuntungan. a.
Pembeli mengetahui semua biaya yang semestinya serta mengetahuiharga pokok barang dan keuntungan (mark up)yang
diartikan sebagai persentase harga
keseluruhan dan ditambah biaya – biayanya; b.
Subyek penjualan adalah barang atau komoditas; c. Subyek penjualan hendaknya memiliki penjual
dan dimiliki olehnya dan ia seharusnya
mampu mengirimkannya kepada pembeli; d.
Subyek penjualan memiliki penjual dan dimiliki olehnya, dan ia hendaknya mampu mengirimkannya kepada pembeli; Abdullah Saeed,Bank Islam dan Riba, Op.Cit,
hal.
Ibid, hal. 139.
e.
Pembayaran yang ditunda.
Untuk menunjang efektivitas
operasional dan melindungi kepentingan pihak
bank yang dalam hal ini menjalankan fungsinya sebagai penyalur dana bagi masyarakat, bank syariah menggunakan
perjanjian baku dalam menjalankan kegiatannya
dalam menyalurkan dana tersebut baik melalui kredit, pembiayaan dan lain – lain, tidak terkecuali dalam hal ini termasuk juga
pembiayaan murabahah.
Penggunaan perjanjian baku dalam
sistem pembiayaan dalam perbankan
syariah merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan dan tidak dapat dielakkan lagi, karena alasan efisiensi
operasional dan jaminan kepastian untuk melindungi
kepentingan bank selaku usaha jasa penyalur dana bagi masyarakat atau dalam hal ini disebut sebagai kreditur.
Namun, nasabah debitur juga memerlukan
jaminan kepastian hukum atas yang memanfaatkan dana bank syariah, karena keberadaan perjanjian baku itu
pada dasarnya bertentangan dengan asas –
asas umum hukum perikatan yang dalam praktek melemahkan kedudukan nasabah, dalam hal ini khs kepada
perjanjian baku pembiayaan murabahah.
Untuk itu maka permasalahan yang timbul dari hal tersebut adalah bagaimana perjanjian baku pembiayaan murabahah
yang ditentukan secara sepihak oleh bank
syariah dapat dirumuskan secara adil, sehingga dapat menjamin kepentingan para pihak dan memberikan
perlindungan hukum secara berimbang baik
kreditur (bank syariah) maupun debitur (nasabah).
Pada dasarnya, dalam sistem Hukum
Perdata Indonesia, perikatan dapat timbul
dari dua hal, yaitu pertama dari perjanjian atau kesepakatan para pihak dan kedua yaitu yang timbulnya karena
undang-undang. Perikatan diartikan sebagai perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, berdasarkan mana pihak yang satu
berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain ( pemenuhan prestasi) dan pihak yang lain berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan itu (kontra prestasi).
Hukum perjanjian dalam KUHPerdata
menganut asas konsensualisme.
Konsensualisme berasal dari akar
kata konsensus yang berarti sepakat.
Kesepakatan dapat berupa suatu
perjanjian tertulis, atau lisan atau kebiasaan yang terjadi dalam satu sifat atau lingkup
transaksi tertentu . Pihak yang berhak menuntut prestasi (kreditur) mendapatkan
perlindungan hukum untuk meminta pemenuhan,
atau pemulihan atau ganti rugi dalam hal pihak yang harus memenuhi prestasi (debitur) dalam keadaan tidak dapat
(baik karena tidak mampu atau sebab lainnya)
memenuhi prestasi dimaksud. Perjanjian pada umumnya bersifat bilateral dan timbal balik, artinya suatu pihak yang
memperoleh hak-hak dari perjanjian itu,
juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak hak yang diperolehnya. Sebaliknya suatu pihak yang
memikul kewajiban - kewajiban juga memperoleh hak-hak yang dianggap merupakan
kebalikan dari kewajiban yang dibebankan
padanya b) Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan; .
Asas umum perjanjian dalam
KUHPerdata terdapat dalam Pasal 1320 dan
Pasal 1321 KUHPerdata yang berbunyi :
Pasal 1320, untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat, yaitu : a)
sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti,Bandung, 1995, hal.3
Subekti, Hukum Perjanjian,, PT
Intermasa, Jakarta 2005, hal. 30 c)
Suatu hal tertentu; d) suatu sebab yang halal Pasal 1321 menyatakan bahwa,
tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu
diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.
Pembiayaan murabahah seharusnya
merupakan contoh perjanjian berdasarkan konsensulisme
yang mana dianggap telah disepakati para pihak, namun karena perjanjian
baku yaitu suatu perjanjian yang mana
perjanjian yang telah diberlakukan
sepihak dan dianggap diterima oleh pihak lain seketika pihak lain tersebut menerima penawaran (accept the offer)
jasa dimaksud, konsensualisme sebagaimana
yang dimaksud dalam asas – asas perikatan menurut hukum perdata menjadi tidak berlaku lagi.
Dalam Undang-undang, Nomor
8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dinyatakan bahwa klala baku adalah
setiap aturan atau ketentuan dan
syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan
dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian
yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Prosedur baku dalam pembiayaan
murabahah terjadi pada saat nasabah debitur yang hendak meminjam dana syariah berbentuk pembiayaan
murabahah tadi harus mengisi formulir
permohonan yang di dalam formulir permohonan itu terdapat syarat dan ketentuan (terms and condition) yang apabila
dikaji dan diteliti mengakibatkan kedudukan
antara kreditur (bank) dan nasabah (debitur) terkesan menjadi tidak seimbang.
Esensi dari penelitian ini adalah bahwa
kontrak perjanjian baku pembiayaan
murabahah oleh bank syariah merupakan sumber hukum utama yang mengatur hubungan hukum antara bank syariah
(kreditur) dan nasabah (debitur).
B. Perumusan Masalah .
Hubungan hukum tersebut
merupakan hubungan hukum yang seharusnya
adalah merupakan hubungan hukum yang saling memberikan kedudukan hukum yang seimbang, namun
keberadaan perjanjian baku yang dalam praktek
sering melemahkan posisi nasabah debiitur sebagai konsumen, khsnya dalam pembiayaan murabahah, maka dari itu,
diadakanlah penelitian mengenai Perlindungan
Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku Pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah Mandiri ini dalam rangka menunjang sosialisasi sistem perbankan syariah
di kota khsnya dan Indonesia pada umumnya.
Perkembangan yang signifikan dari
masa ke masa pada lembaga pembiayaan
perbankan syariah juga telah mengakibatkan berkembangnya kontrak – kontrak yang menyertainya, tidak
terkecuali pada klal perjanjian bakunya.
Maka dari itu, penulis bermaksud mengangkat permasalahan penelitian ini agar dimaksudkan mengetahui bentuk –
bentuk kontrak tersebut sehingga dapat
diketahui perlindungan apa yang dapat melindungi kepentingan para pihak, sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam hal
teori maupun prakteknya.
Taufiq, Sumber Hukum Ekonomi Syariah, makalah
pada acara Diklat Teknis Hukum Ekonomi
Syariah di Jakarta (Jakarta: MA RI 15 – 17 Mei 2006), sebagaimana dikutip dalam
jurnal ilmiah Teti Indrawati
Purnamasari, Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Baku Pembiayaan Bank Syariah di Nusa Tenggara
Barat, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 4, No. 1, Yogyakarta:Desember, 2007.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
dirumuskan pertanyaan penelitian, yaitu
: 1. Bagaimana bentuk perjanjian baku
dalam pembiayaan syariah murabahah pada
PT. Bank Syariah Mandiri ? 2. Bagaimana
bentuk perlindungan bagi para pihak dalam klal – klal perjanjian baku pembiayaan syariah murabahah
pada PT. Bank Syariah Mandiri ? C.
Tujuan Penelitian Adapun diantaranya tujuan penulis melakukan penelitian dan
penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui bentuk perjanjian baku yang
diterapkan dalam perjanjian pembiayaan
murabahah khsnya pada Bank Syariah Mandiri ; 2.
Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi para pihak apa saja yang dapat diperoleh para pihak baik bank
maupun nasabahnya dalam klal – klal
perjanjian pembiayaan syariah murabahah khsnya pada Bank Syariah Mandiri
D. Manfaat
Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis bagi pembaca.
Adapun manfaat dari penulisan ini
adalah : 1. Secara teoretis, sebagai masukan yang dapat dijadikan bahan kajian
lebih lanjut bagi para pembaca yang
ingin memperdalam kajian dan pengetahuan
mengenai perbankan syariah, khsnya pada bagian perjanjian baku dan perlindungan konsumen,
sehingga dengan hasil penelitian ini
masyarakat akan mendapatkan gambaran mengenai bagaimana dunia perbankan syariah pada bagian
pembiayaannya; 2. Secara praktis, diharapkan agar tulisan ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan bagi penulis khsnya
dan pihak – pihak yang berkepentingan (praktisi) umumnya dalam hal
mengetahui bagaimana lembaga pembiayaan
syariah dan perlindungan hukum yang terdapat di dalamnya.
E. Metode Penelitian
1. Jenis dan
Sifat Penelitian a. Jenis Penelitan Jenis penelitian ini adalah penelitian
yuridis empiris dan yuridis normatif.
Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah kontrak perjanjian – perjanjian baku antara bank syariah dan
nasabah debitur khs dalam lingkup
perjanjian baku pada pembiayaan murabahah.
b. Sifat Penelitian Berdasarkan
sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan secara
terang dan seteliti mungkin tentang
perlindungan bagi para pihak dalam perjanjian baku pembiayaan murabahah pada Bank Syariah Mandiri .
2. Sumber Data Jenis data yang
dipergunakan adalah data primer dan data sekunder.
Data primer berupa kontrak
perjanjian baku pembiayaan murabahah dan pendapat dan informasi penunjang yang
diperoleh dari nasabah debitur dan pimpinan
bank syariah, sedangkan data sekunder meliputi peraturan perundang – undangan dan literatur yang
mendukung.
3. Teknik Pengumpulan Data Data
yang diperoleh dari penelitian ini dikumpulkan melalui metode wawancara (interview) dan studi dokumen. Wawancara dilakukan dengan
kepala cabang PT. Bank Syariah Mandiri maupun legal officer
yang membawahi bagian pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri , sedangkan studi dokumen dilakukan untuk
mengumpulkan data pustaka dari kontrak
perjanjian baku pembiayaan murabahah yang berlaku pada Bank Syariah Mandiri .
4. Tempat dan Waktu Penelitian Penetapan
tempat dan waktu sangat penting dalam
melakukan penelitian. Hal ini
dimaksudkan agar data yang mendukung penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Adapun untuk melakukan
penelitian ini, penulis memilih lokasi
daerah kota , Sumatera Utara, hal tersebut didasarkan pada kemudahan untuk mendapatkan
data yang diperlukan untuk mendukung
penelitian serta efisiensi dan efektivitas waktu dan tenaga agar tulisan ini dapat terselesaikan dengan baik
secepatnya.
F. Keaslian Penelitian
Berdasarkan
pengetahuan dan informasi yang diperoleh
dari perpustakaan di lingkungan
Fakultas Hukum , ternyata penelitian mengenai “Perlindungan
Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian
Baku Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah di (Studi
Pada Bank Syariah Mandiri )” belum
pernah dilaksanakan,. Oleh karena itu
penelitian ini dapat dikatakan penelitian pertama kali, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
secara akademis.
G. Sistematika Penelitian
Penulisan skripsi ini
terdiri terdiri dari lima bab yang akan dibahas satu persatu sehingga masalah yang terdapat di
dalamnya menjadi jelas dan sesuai dengan
kriteria penulisan suatu karya ilmiah. Pembidangan masalah yang dibahas adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis menguraikan apa yang menjadi latar belakang permasalahan, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian, serta sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAKU DAN PEMBIAYAAN MURABAHAH Dalam bab ini menjelaskan
tentang Tinjauan Umum Bank Syariah, Prinsip Operasional Bank Syariah, Perjanjian Baku pada
Bank Syariah Mandiri, Produk
– produk Bank Syariah Mandiri, dan Pembiayaan Murabahah di Bank
Syariah Mandiri .
BAB III : BANK SYARIAH DAN BENTUK PERJANJIAN BAKU DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI Dalam bab ini diuraikan mengenai uraian
mengenai Bank Syariah dan bentuk
perjanjian baku Pembiayaan Murabahah Bank Syariah Mandiri .
BAB IV :
BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PT.
BANK SYARIAH MANDIRI Dalam bab ini merupakan pembahasan hasil
penelitian yang mencakup analisis bentuk
pembiayaan murabahah dan penyelesaian masalah ketika terjadi wanprestasi oleh pihak bank maupun
nasabah, sehingga dapat diketahui macam
perlindungan yang didapat oleh para pihak, baik bank sebagai penyalur dana dan nasabah debitur
sebagai pemohon.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab
ini adalah bagian yang memuat kesimpulan dan saran, pada bagian ini akan diuraikan suatu kesimpulan beserta saran yang berkaitan
dengan penelitian ini.
Download lengkap Versi Word