BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Salah satu kejahatan yang sering terjadi dan
meresahkan masyarakat adalah tindak pidana
perjudian. Perjudian telah
lama menjadi masalah
sosial karena merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya
angka kejahatan dan kemiskinan yang
sulit diberantas karena
telah menyebar sampai
ke pelosok tanah
air dan menghinggapi seluruh lapisan masyarakat.
Perjudian bukanlah
suatu hal ataupun
suatu bentuk permainan
baru bagi masyarakat Indonesia
karena permainan judi sebenarnya sudah
ada semenjak dahulu
dan berkembang secara
subur sejalan dengan
perkembangan jaman.
Tindak pidana tersebut muncul
karena keadaan masyarakat yang tidak stabil baik dari segi religi, ekonomi, moral maupun
kesadaran hukumnya.
Meskipun pada
hakekatnya perjudian merupakan
perbuatan yang bertentangan
dengan norma agama,
moral, kesusilaan maupun
hukum. Namun perjudian
masih menunjukkan eksistensinya, dulunya
hanya terjadi dikalangan orang
dewasa pria. Namun sekarang sudah
menjamur ke berbagai
elemen masyarakat anak-anak dan
remaja yang tidak lagi memandang baik pria maupun wanita.
Sedangkan apabila ditinjau
dari kepentingan nasional,
perjudian sangat membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara.
penyelenggaraan perjudian
mempunyai akses yang
negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat, terutama
terhadap generasi muda. Dewasa ini, berbagai
macam dan bentuk
perjudian sudah demikian
merebak dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari, baik
yang bersifat terang-terangan maupun secara
sembunyi-sembunyi. Bahkan sebagian
masyarakat sudah cenderung permissif
dan seolah-olah memandang
perjudian sebagai sesuatu
hal wajar, sehingga
tidak perlu lagi
dipermasalahkan. Sehingga yang
terjadi di berbagai tempat
sekarang ini banyak
dibuka agen-agen judi
togel dan judi-judi
lainnya yang sebenarnya
telah menyedot dana
masyarakat dalam jumlah
yang cukup besar. Sementara itu di sisi lain, memang ada
kesan aparat penegak hukum kurang begitu serius
dalam menangani masalah
perjudian ini. Bahkan
yang lebih memprihatinkan, beberapa
tempat perjudian disinyalir
mempunyai becking dari oknum
aparat keamanan.
Perjudian merupakan
salah satu penyakit
masyarakat yang menunggal dengan
kejahatan, yang dalam
proses sejarah dari
generasi kegenerasi ternyata tidak
mudah diberantas. Oleh
karena itu perlu
diupayakan agar masyarakat menjauhi
melakukan perjudian. Disamping
itu, perjudian dapat
pula mengakibatkan kemerosotan
mental masyarakat karena
merupakan perbuatan yang
sangat merugikan karena
membuat orang menjadi
malas bekerja, ingin mendapatkan uang
dengan mudah, dan
lupa kepada kewajibanya
dan bahkan membuat
orang melakukan tindak
pidana lainnya, misalnya
mencuri agar bisa mendapatkan uang
untuk bermain judi.
Sehingga akibat dari
perbuatan tersebut tidak
hanya akan merugikan
dirinya sendiri tetapi
juga akan menimbulkan kerugian bagi
masyarakat. Karena itulah
kasus perjudian ini
harus segera ditangani
oleh aparat penegak hukum
(http://bambang.staff.uii.ac.id/2008/10/17/.
perjudian-dalam-perspektif-hukum/.
Diakses tanggal 25 April 2013).
Penanganan terhadap
setiap kasus tindak pidana tidaklah dapat terlepas dari proses pembuktian yang dapat menjadi tolak
ukur dan pertimbangan hakim dalam memutuskan
sebuah perkara. Berbicara mengenai pembuktian meliputi juga alatalat bukti dan
barang bukti yang dianggap sah menurut hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia, dalam hal ini Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Membuktikan berarti
meyakinkan hakim tentang
kebenaran dalil atau
dalil-dalil yang dikemukakan
dalam suatu persengketaan, dan pembuktian hanya diperlukan pada proses persidangan di pengadilan saja.
Sementara itu membuktikan menurut arti yuridis
berarti memberi dasar
yang cukup kepada
hakim dalam memeriksa suatu
perkara, untuk mendapatkan
keyakinan bagi hakim
tentang kebenaran peristiwa dalam suatu perkara.
Pembuktian merupakan
titik sentral pemeriksaan
perkara dalam sidang pengadilan. Pembuktian adalah
ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan
undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa,
melalui alat-alat bukti
yang dibenarkan undang-undang
untuk selanjutnya dipergunakan
hakim dalam membuktikan
kesalahan terdakwa. Oleh
karena itu, hakim
tidak dapat mempergunakan
alat bukti yang
bertentangan dengan undang-undang, karena kebenaran
atas suatu putusan
harus teruji dengan
alat bukti yang
sah secara hukum serta memiliki kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang ditemukan (Hetty Hassanah : 235).
Dalam sistem
pembuktian hukum acara
pidana yang menganut
stelsel negatief wettelijk,
hanya alat-alat bukti
yang sah menurut
undang-undang yang dapat
dipergunakan untuk pembuktian.
(Martiman Prodjohamidjojo, 1983
: 19).
Alat-alat bukti yang sah
sebagaimana disebutkan diatas tertera dalam
Pasal 184 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 Tentang
Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP)
disebutkan bahwa alat
bukti yang sah
secara hukum serta memiliki
kekuatan pembuktian adalah keterangan
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk
dan keterangan terdakwa. Alat bukti
petunjuk yang diperoleh dari keterangan
saksi, keterangan terdakwa
dan barang bukti
merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari
ketentuan mengenai alat
bukti dan pembuktian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP). Dimana salah
satu alat bukti
yang disebutkan dalam Pasal 184
KUHAP adalah alat
bukti petunjuk. Petunjuk
dapat diperoleh dari keterangan saksi,
keterangan terdakwa dan
barang bukti. Sedangkan
sifat dan kekuatan
pembuktian terhadap alat
bukti petunjuk adalah
bebas. Maka dalam menilai
kekuatan bukti dari suatu petunjuk harus arif, bijaksana, cermat, seksama, bijaksana
dan mensadarkan diri
pada hati nurani
yang suci dan
berjiwa besar (Ignatius Ridwan Widyadharma, 2000 : 185).
Dalam kasus
tersebut alat bukti
petunjuk dianggap telah
diabaikan oleh Hakim Pengadilan Tinggi. Akibatnya
Hakim Pengadilan Tinggi Pontianak
justru menyatakan bahwa terdakwa tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak
pidana perjudian serta membebaskan
terdakwa dari segala tuntutan hukum yang mana bertentangan dengan nilai-nilai
luhur yang telah hidup dan terpelihara dalam
masyarakat Indonesia.
Dimana
hal ini sangat
bertentangan dengan apa
yang didakwakan oleh penuntut umum.
Karena dengan tidak
diterapkannya alat bukti
petunjuk berarti Majelis Hakim dalam putusan telah menerapkan ketentuan atau peraturan hukum sebagaimana mestinya. Sebab apabila Pengadilan
Tinggi mempertimbangkan alat bukti petunjuk
sebaimana yang dimaksud,
maka putusan Hakim
akan berakibat lain, yaitu berupa penjatuhan hukuman pidana
penjara terhadap Terdakwa. Alasan inilah
yang dijadikan dasar
penuntut umum dalam
mengajukan permohonan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung.
Skripsi Hukum:Analisis yuridis pengabaian alat bukti petunjuk oleh hakim pengadilan tinggi sebagai alasan upaya hukum kasasi penuntut umum dalam perkara perjudian (studi kasus dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1441 K/Pid/2012)
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI
Bab I
|
Download
| |
Bab II
|
Download
| |
Bab III - V
|
Download
| |
Daftar Pustaka
|
Download
| |
Lampiran
|
Download
|