SKRIPSI HUKUM: PEMINDAHAN PELAKU TINDAK PIDANA DARI SUATU NEGARA KE NEGARA LAIN


BAB I 
PENDAHULUAN 
A. LATAR BELAKANG 
Negara ada demi manusia karena itu, negara harus berusaha mencapai kebahagiaan  untuk setiap manusia (warga negaranya)  Setiap negara berkewajiban menjamin keamanan dan ketertiban didalam wilayah  negaranya masing-masing oleh karenanya hakim dari setiap negara dapat mengadili  setiap orang yang di dalam wilayah negaranya masing-masing yang telah melakukan  suatu tindak pidana, dengan memberlakukan Undang-Undang Pidana yang berlaku di  negaranya ini berarti bahwa Undang-Undang Pidana suatu negara itu bukan saja dapat  diberlakukan terhadap warga negara dari negara tersebut, melainkan juga terhadap  setiap orang asing yang di dalam wilayah negaranya diketahui telah melakukan suatu  tindak pidana . Dengan demikian negara memberikan kebahagiaan  dan kesejahteraan terhadap warga negaranya kebahagiaan dan kesejahteraan tersebut dapat  tercapai hanya melalui hukum, karena hukum dapat menciptakan keteraturan, keadilan, dan  ketentraman hidup yang kemudian tercipta suatu kehidupan masyarakat (warga negara) yang  sejahtera, adil, dan makmur. Sehubungan hal tersebut Van Hattum menyatakan bahwa:  Praktek negara–negara dalam melakukan penyerahan penjahat pelarian tidaklah  semata-tergantung  pada adanya perjanjian tersebut kemungkinan besar jauh sebelumnya  terdapat negara-negara yang saling menyerahkan penjahat pelarian meskipun antara kedua  .
Permintaan  pemindahan pelaku tindak pidana tersebut dapat dilakukan bagi pelaku  tindak pidana yang berstatus tersangka dan narapidana, Dimana pelaku tindak pidana yang  berstatus tersangka adalah pelaku tindak pidana yang masih menjalani proses peradilan atau  pemeriksaan, sedangkan pelaku tindak pidana yang berstatus narapidana (terpidana) adalah  pelaku tindak pidana yang sudah dijatuhi hukuman dengan kekuatan hukum tetap.
 Whisnu Situni, Identifikasi Dan Formulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional. C.V. Mandar  Maju, Bandung, 1989, halaman.1.
 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997,  halaman. 90.
belah pihak belum membuat perjanjiannya bukti–bukti untuk menguatkan dugaan ini masih  belum dapat ditunjukkan hubungan baik dan bersahabat antara dua negara, dapat lebih  memudahkan dan mempercepat penyerahan penjahat pelarian, sebaliknya jika hubungan  antara dua negara saling bermhan dapat dipastikan amat sukar untuk saling menyerahkan  penjahat pelarian. Perlindungan kepada seorang atau beberapa orang penjahat pelarian bukan  pula didorong oleh kesadaran bahwa orang yang bersangkutan patut untuk dilindungi apabila  hubungan kedua negara yang semula bersahabat berubah menjadi permhan maka  kerjasama saling menyerahkan penjahat pelarian bisa berubah menjadi saling melindungi  penjahat pelarian demikian juga sebaliknya praktek–praktek penyerahan penjahat pelarian  belum didasarkan atas keinginan untuk berkerjasama dalam mencegah dan memberantas  kejahatan, Hal ini mengingat kehidupan masyarakat umat manusia pada jaman kuno masih  jauh lebih sederhana.
Masalah ekstradisi yang diartikan sebagai penyerahan penjahat dari suatu  negara  kepada negara lain, di indonesia dewasa ini semakin populer dan mulai memasyarakat. Hal  ini antara lain disebabkan oleh: 1.  Timbulnya kasus-kasus tentang ekstradisi yang melibatkan indonesia, terutama antara  tahun 1965 sampai sekarang, seperti kasus Tan Hoa 1968, kasus kapal mimi tahun  1975 dan masih banyak lagi kasus lainnya.
2.  Indonesia telah mengadakan perjanjian ekstradisi, antara lain  perjanjian antara  Indonesia  dengan pilipina, perjanjian antara Indonesia dengan malaysia  serta  penjajakan ke negara–negara tetangga lainnya.
3.  Pemberitaan-pemberitaan pers dan masmedia lainnya turut membantu  mempopulerkan istilah dan pengertian ekstradisi 4.  Khs di kalangan ahli hukum, masalah ekstradisi sangat erat hubungannya dengan  hukum nasional maupun internasional sehingga mau tidak mau, mereka juga ingin  mempelajari tentang ekstradisi tersebut. Lebih–lebih lagi dalam rangka pembentukan  undang–undang ekstradisi nasional.
Setelah kehidupan bernegara sudah mulai nampak agak lebih maju, terutama mulai  abad ke 17, 18, 19 sampai abad ke duapuluh ini dengan tumbuhnya negara–negara nasional  hubungan dan pergaulan internasional pun mulai mencari dan menemukan bentuknya yang  baru, Negara–negara dalam  membuat perjanjian–perjanjian sudah mulai mengadakan  pengkhsan mengenai bidang–bidang tertentu instrumen hukum berbentuk perjanjian  internasional yang mengatur masalah pelaku tindak pidana yang berstatus tersangka adalah  Lembaga Ekstradisi, yaitu suatu perjanjian internasional antar dua negara sesuai dengan  tindak pidana yang tertuang dalam perjanjian tersebut. Ekstradisi sebagai pranata hukum  yang sudah cukup tua umurnya kini tidak perlu diragukan lagi keberadaannya baik sebagai  bagian dari hukum internasional pada umumnya ataupun sebagi bagian dari hukum pidana  internasional  pada khsnya bahkan juga sebagai bagian dari hukum internasional,  ekstradisi tampak dalam bentuk-bentuk perjanjian-perjanjian internasional bilateral ataupun  multilateral-regional sedangkan sebagai bagian dari hukum nasional ekstradisi tampak dalam  bentuk peraturan perundang-undangan nasional negara-negara tentang ekstradisi  Maksud dan tujuan ekstradisi ialah untuk menjamin agar pelaku kejahatan berat tidak  dapat menghindarkan diri dari penuntutan atau pemindanaan, karena seringkali suatu negara  yang wilayahnya dijadikan tempat berlindung oleh seorang penjahat tidak dapat menuntut  atau menjatuhkan pidana kepadanya semata-mata disebabkan oleh beberapa aturan teknis  hukum pidana atau karena tidak adanya yurisdiksi untuk menuntut atau menjatuhkan pidana  pada penjahat tersebut karena itu patut dan tepatlah penjahat tersebut diserahkan untuk  diperiksa dan diadili oleh negara yang mempunyai yurisdiksi atas penjahat tersebut penjahat  .
 I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum Internasional Modern,(Buku 1) Penerbit Yrama Widya,  Bandung, 2009, halaman.19.
harus dipidana oleh negara tempat ia berlindung atau diserahkan kepada negara yang dapat  dan mau memidananya  Terdapat 2 (dua) aspek dalam ekstradisi, yaitu: .
 1.  Adanya tindakan suatu pemerintah yang melepaskan wewenang atas  seseorang dengan menyerahkan kepada pemerintahan negara lain.
2.  Langkah-langkah yang telah diambil yang membuktikan bahwa si pelanggar  memang ditahan, baik untuk dituntut maupun untuk menjalani hukuman.Hal  ini adalah tanggung jawab dari badan peradilan yang juga harus menunjukkan  bahwa orang dimaksud memang sah menurut hukum yang berlaku di negara  pemberi ekstradisi agar dapat diekstradisikan. Lembaga yang mempunyai  peranan dalam prosedur ekstradisi adalah lembaga eksekutif dan yudikatif.
Permintaan penyerahan pelaku kejahatan atau ekstradisi dapat juga dibarengi  pengembalian aset hasil kejahatan yang dibawah pelaku kejahatan yang bersangkutan. Kedua  bentuk perjanjian tersebut harus saling melengkapi dan bukan dilihat secara terpisah. Hal ini  berarti permintaan ekstradisi wajib dilengkapi dengan permintaan bantuan timbal balik dalam  masalah pidana terutama pengtan dan pengembalian aset kejahatan dari pelaku kejahatan  Untuk lebih mengenali tentang lembaga ekstradisi ada beberapa asas dalam ekstradisi,  semua asas ini secara akumulatif disamping ketentuan-ketentuan tentang ekstradisi lainnya,  harus dipenuhi,jika dua negara atau lebih menghadapi kasus tentang ekstradisi. Asas-asas  tersebut, antara lain adalah .
 1. Asas Kejahatan Ganda Atau Double Criminality : 2. Asas kekhsan atau spesialitas   M budiarto,  Masalah Ekstradisi dan jaminan perlindungan atas hak-hak asasi manusia.(buku  1),jakarta: Ghalia,1980,halaman 13.
 ibid   Romli Atmasasmita, kebijakan hukum kerjasama di bidang ekstradisi dalam era globalisasi, diakses  dari situs:http://www.legalitas.org diakses tanggal 19 februari 2011   I wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum Internasional dan Hukum nasional Indonesia,(buku 2)  C.V Mandar Maju, Bandung, 1990, Halaman.171.   3. Asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik 4. Asas tidak menyerahkan warga negara.
5. Asas Non Bis In Idem atau Ne Bis In Idem 6. Asas daluwarsa  Ekstradisi merupakan jembatan yang yang dapat menghubungkan dua negara atau  lebih dalam menghadapi pelaku-pelaku tindak pidana yang menyangkut kepentingan dari dua  negara atau lebih. Khsnya bagi indonesia yang wilayahnya terletak di persimpangan lalu  lintas internasional, merupakan sarang empuk bagi para pelaku tindak pidana seperti  penyeludupan, perdagangan gelap manusia dan tenaga kerja, terorisme dan lainnya Oleh  karena itu perjanjian –perjanjian ekstradisi dengan negara-negara tetangga dan negara  lainnya, merupakan salah satu kebutuhan yang cukup mendesak. Demikian juga bagi para  ahli hukum sudah selayaknya juga memahami tentang ekstradisi sebab ekstradisi sebagian  merupakan hukum nasional khsnya berhubungan erat dengan hukum pidana.
Berdasarkan hal yang telah di uraikan di atas, maka penulis tertarik untuk  mempelajari, memahami dan meneliti secara lebih mendalami mengenai praktek negara  dalam melakukan pemindahan pelaku tindak pidana. dan penulis menggunakan UU No.1  Tahun 1979 sebagai pedoman.
Selanjutnya penulis menynnya dalam suatu penulisan hukum yang berjudul: “PEMINDAHAN PELAKU TINDAK PIDANA DARI    SUATU NEGARA KE  NEGARA  .
B.  Perumusan Masalah 
Berlatar belakang pada uraian di atas, maka maka ada beberapa pokok permasalahan  yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.  Bagaimana prosedur ekstradisi menurut UU No 1 Tahun 1974?  Ibid, Halaman.172.   2.  Apa saja jenis kejahatan yang dapat dimintakan untuk dilakukan pemindahan  pelaku tindak pidana (ekstradisi)? 
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar  sarjana hukum di Fakultas Hukum , selain itu berdasarkan  permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai oleh penulis  dalam penulisan ini adalah : 1.  Untuk mengetahui prosedur ataupun tata cara melakukan ekstradisi.
2.  Untuk mengetahui jenis kejahatan-kejahatan yang dapat dilakukan permintaan  pemindahan pelaku tindak pidana Sedangkan manfaat dari penulisan ini adalah : 1.  Secara teoritis, untuk menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana  Tanggung Jawab Negara Dalam Melakukan Pemindahan Pelaku Tindak Pidana  Dari suatu Negara Ke Negara Lain  2.  Secara praktis, untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran juridis dan  masukan-masukan yang bermanfaat demi perkembangan ilmu pengetahuan  terhadap pemindahan pelaku tindak pidana dari suatu negara ke negara lain.
D. Keaslian Penulisan 
Penulisan skripsi ini berjudul “pemindahan pelaku tindak pidana dari suatu negara  ke negara lain”. Setelah melakukan penelran ke perpustakaan fakultas dan  Perpustakaan , hal ini belum pernah dingkat ataupun ditulis,  kalaupun ada substansi pembahasannya berbeda dengan pembahasan yang dipaparkan  dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat  dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penulis menyn skripsi ini melalui referensi  buku-buku, media cetak dan elektronik dan bantuan dari berbagai pihak.
D. Tinjauan Kepustakaan 
1.  Pengertian Tindak pidana Tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar yang dimana diatur oleh aturan  hukum yang diancam dengan sanksi pidana. Tindak pidana merupakan terjemahan dari istilah  Het Strafbaar Feit  a) Perbuatan yang dapat/boleh dihukum . Akan tetapi ada beberapa terjemahan dari Het Strafbaar Feit, yaitu: b) Peristiwa pidana c) Perbuatan pidana d) Tindak pidana Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai istilah Het Strafbaar Feit antara lain  a)  vos : Merumuskan Tindak Pidana adalah suatu kelakuan manusia yang dilarang dan oleh  undang-undang diancam dengan pidana.
b)  Pompe Merumuskan bahwa Tindak Pidana adalah suatu pelanggaran kaidah, (gangguan  terhadap ketertiban hukum), terhadap mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana  pemidanaan adalah hal yang wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan  menjamin kesejahteraan hukum.
c)  E. Utrecht  S.R.Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Alumni Ahaem Petehaem,  Jakarta, 1996, halaman.117-119.
 Ibid, halaman 119-120.
Menerjemahkan bahwa tindak Pidana adalah istilaah peristiwa pidana yang sering  juga ia sebut dengan delik, karena peristiwa itu suatu peristiwa handelen/ doen- positif  atau suatu melalaikan nalaten-negatif, maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkaan  oleh perbuatan orang). Peristiwa pidana merupakan suaatu peristiwa hukum, yaitu  peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum  Para sarjana Indonesia juga telah memberikan defenisi mengenai tindak pidana,  yaitu .
 a)  Karni mendefinisikan tindak pidana sebagai perbuatan yang boleh dihukum : b)  R.Tresna mendefenisikan tindak pidana sebagai peristiwa pidana.
c)  Moelyatno mendefenisikan tindak pidana sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu  aturan hukum, larangan yang mana disertai sanksi berupa pidana tertentu bagi barang  siapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan perbuatan pidana adalah  perbuatan yang dilarang hukum dan diancam pidana asal saja dalam hal itu diingat  bahwa larangan ditujukan pada perbuatan (keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan  orang, sedangkan ancaman pidanannya ditujukan pada orang yang menimbulkan  kejahatan).
d)  Wirdjono Prodjodikoro mendefenisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang  pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelakunya dapat dikenakan hukuman  pidana serta pelakunya juga dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana.
Kitab undang-undang hukum pidana dapat dijabarkan kedalaam unsur-unsur yang  dapat dibagi menjadi 2 unsur yakni : unsur subjektif dan unsur objektif.
1. Unsur Subjektif  Evi,Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Semarang, 2005, halaman 5.
 S.R. Sianturi, Loc. Cit, halaman. 117-119.
Unsur –unsur yang melihat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri sipelaku  dan termaksud kedalamnya yaitu segala sesuat yang terkandung di dalam hati  sipelaku.unsur-unsur tersebut meliputi: a) Kesegajaan atau ketidak sengajaan (dolus atau culpa) b) Maksud (voornemen) pada suatu percobaan (poging), seperti yang dimaksud dalam  pasal 53 ayat 1 KUHP.
c) Macam-macam maksud (oogmerk), seperti yang dimaksud di terdapat dalam  kejahatan pencurian,penipuan,pemalsuan,dll.
d) Merencanakan lebih dahulu (voorbedachte road) seperti yang terdapat dalam  kejahatan pembunuhan menurut pasal 340 KUHP.
e) Perasaan takut (uness) seperti yang terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut  pasal 308 KUHP.
2. Unsur Objektif Unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan yaitu didalam keadaankeadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan unsur tersebut meliputi: a) Sifat melanggar hukum b) Kualitas dari sipelaku c) Kausalitas yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan  sesuatu kenyataan sebagai suatu akibat.
2. Pengertian Ekstradisi Eksradisi berasal dari bahasa latin extradere (kata kerja) yang terdiri dari kata ex yang  artinya;keluar dan Tradere,artinya: memberikan/menyerahkan, kata ini lebih dikenal/atau  biasanya digunakan terutama dalam penyerahan pelaku kejahatan dari suatu negara kepada  negara peminta. Ekstradisi merupakan penyerahan secara formal seseorang oleh suatu negara  kepada negara lain guna penuntutan atau dijatuhi hukuman  Menurut starke, istilah ekstradisi menunjukan suatu proses dimana berdasarkan suatu  perjanjian atau atas dasar timbal balik suatu negara menyerahkan kepada negara lain, atas  permintaan negara terakhir ini, seseorang yang dituduh atau dihukum karena suatu tindak  pidana yang melanggar hukum negara peminta yang berwenang mengadili orang yang  diserahkan .
 Istilah ekstradisi menunjukkan kepada proses dimana berdasarkan traktat atau atas  dasar resiprositas suatu negara menyerahkan kepada negara lain atas permintaannya  seseorang yang dituduh atau dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang  dilakukan terhadap hukum negara yang mengajukan permintaan, negara yang meminta  ekstradisi memiliki kompetensi untuk mengadili tertuduh pelaku tindak pidana tersebut .
 Adanya permintaan ekstradisi oleh suatu negara ke negara lain didasarkan pada 4 hal yaitu .
Menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1979, bahwa pengertian Ekstradisi adalah: “Penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang  yang disangka atau dipidana karena melakukan kejahatn di luar wilayah negara yang  menyerahkan dan di dalam yuridiksi wilayah negara yang meminta penyerahan  tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya”.
 1. Perundang-Undangan Nasional : Pada abad ke-19 banyak negara yang telah menetapkan uu ekstradisi. Dalam  penetapan tersebut, sebagian mereka dipengaruhi keinginan untuk menyelamatkan   Adami Chazawi, Hukum pidana materil dan Formil Korupsi di Indonesia. Bayumedia, Malang  ,2005, halaman 3.
 Eddy Damian, Kapita Selekta Hukum Internasional, Bandung:Alumni,1991,halaman 67   J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, halaman.
469.
 Ekstradisi, diakses dari situs http://www.interpol.go.id tanggal 17 februari 2011  kemerdekaan seseorang dan sebagian lagi oleh pandangan mereka, bahwa segala  hukum pidana dan prosedur harus didasarkan pada perundang-undangan.
2.  Perjanjian Ekstradisi Menetapkan perjanjiaan ekstradisi, selanjutnya diteruskan dengan usaha membuat  perjanjian atau konvensi untuk mengadakan keseragaman.
3.  Perluasan konvensi Internasional Ekstradisi dapat didasarkan atas perluasan suatu konvensi tertentu yang  menyatakan bahwa ekstradisi dapat diberikan dalam hal pelanggaran yang disebut  dalam perjanjian.
4.  Tata Krama Internasional Dalam hal ini tidak terdapat hukum, perjanjian atau konvensi yang mengatur  sebagaimana tersebut diatas, ekstradisi dapat dilaksanakan atas dasar suatu tata  krama oleh negaraa terhadap negara yang lain disebut “Disguished Extradition.
F.  Metode Penelitian 1.  Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian  yang dilakukan terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum,  penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum dan penelitian sejarah hukum. Penelitian  ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan yang relevan dengan  permasalahan yang sedang diteliti. Penelitian yurisid normatif melihat hukum dalam  arti normatif (law in the book).
 2.  Sumber Data  Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif : suatu Tinjauan singkat, Rajawali Press, Jakarta,  2001, halaman.52.
Adapun data yang dikumpul dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan  pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data sekunder dibagi atas  3 (tiga), yaitu: a.  Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum mengikat, seperti perundangundangan,sumber-sumber hukum nasional dan sumber hukum internasional b.  Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang erat kaitannya  dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan  memahami bahan hukum primer.
c.  Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan informasi  dan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
3.  Teknik Pengumpulan Data a.  Library Research (Studi Kepustakaan), yaitu mempelajari dan menganalisa  secara sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah  dan sumber literatur lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas  dalam skripsi ini sehingga diperoleh data ilmiah sebagai bahan dalam uraian  teoritis.
4.  Analisis Data, Analisa data dalam penulisan ini menggunakan data kualitatif, yaitu  suatu analisi data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga  diperoleh gambaran yang jelas yang berhubungan dengan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan 
Sistematika penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang menguraikan  permasalahannya secara tersendiri, di dalam suatu konteks yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Penulis membuat sistematika dengan membagi pembahasan keseluruhan ke  dalam lima bab terperinci. Adapun bagian-bagiannya adalah : Bab I :   Pendahuluan  Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan  masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan  kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II :   Prosedur Ekstradisi Menurut UU No 1 Tahun  Pada bab ini akan diuraikan mengenai syarat-syarat untuk penahanan yang  diajukan oleh negara  peminta, syarat-syarat yang harus dipenuhidalam  mengajukan ekstradisi,pemeriksaan terhadap orang yang dimintakan  ekstradisi, keputusan mengenai permintaan ekstradisi, penyerahan orang yang  dimintakan ekstradisi.
Bab III :  Jenis Kejahatan Yang Dapat Dilakukan Permintaan Ekstradisi  Pada bab ini akan diuraikan mengenai, jenis kejahatan yang dapat dilakukan  ekstradisi, jenis kejahatan yang tidak dapat dilakukan ekstradisi,dan hubungan  bilateral antara Indonesia dengan negar-negara lain dalm hubungan ekstradisi.
Bab IV :  Penutup Bab ini merupakan bab akhir dari skripsi ini, dan merupakan penutup dari  rangkaian bab-bab sebelumnya dimana dalam bab ini penulis membuat suatu  kesimpulan atas pembahasan skripsi ini yang kemudian dilanjutkan dengan  memberi saran-saran atas masalah-masalah yang tidak terpecahkan yang  diharapkan akan berguna dalam kehidupan masyarakat dan praktek  perkembangan ilmu pengetahuan.

  Download lengkap Versi Word