BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Negara ada demi manusia karena itu, negara harus berusaha mencapai
kebahagiaan untuk setiap manusia (warga
negaranya) Setiap negara berkewajiban
menjamin keamanan dan ketertiban didalam wilayah negaranya masing-masing oleh karenanya hakim
dari setiap negara dapat mengadili setiap
orang yang di dalam wilayah negaranya masing-masing yang telah melakukan suatu tindak pidana, dengan memberlakukan
Undang-Undang Pidana yang berlaku di negaranya
ini berarti bahwa Undang-Undang Pidana suatu negara itu bukan saja dapat diberlakukan terhadap warga negara dari negara
tersebut, melainkan juga terhadap setiap
orang asing yang di dalam wilayah negaranya diketahui telah melakukan suatu tindak pidana . Dengan demikian negara
memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan
terhadap warga negaranya kebahagiaan dan kesejahteraan tersebut dapat tercapai hanya melalui hukum, karena hukum
dapat menciptakan keteraturan, keadilan, dan ketentraman hidup yang kemudian tercipta suatu
kehidupan masyarakat (warga negara) yang sejahtera, adil, dan makmur. Sehubungan hal
tersebut Van Hattum menyatakan bahwa: Praktek
negara–negara dalam melakukan penyerahan penjahat pelarian tidaklah semata-tergantung pada adanya perjanjian tersebut kemungkinan
besar jauh sebelumnya terdapat
negara-negara yang saling menyerahkan penjahat pelarian meskipun antara kedua .
Permintaan pemindahan pelaku tindak pidana tersebut
dapat dilakukan bagi pelaku tindak
pidana yang berstatus tersangka dan narapidana, Dimana pelaku tindak pidana
yang berstatus tersangka adalah pelaku
tindak pidana yang masih menjalani proses peradilan atau pemeriksaan, sedangkan pelaku tindak pidana
yang berstatus narapidana (terpidana) adalah pelaku tindak pidana yang sudah dijatuhi
hukuman dengan kekuatan hukum tetap.
Whisnu Situni, Identifikasi Dan Formulasi
Sumber-Sumber Hukum Internasional. C.V. Mandar Maju, Bandung, 1989, halaman.1.
P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana
Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, halaman. 90.
belah pihak belum membuat
perjanjiannya bukti–bukti untuk menguatkan dugaan ini masih belum dapat ditunjukkan hubungan baik dan
bersahabat antara dua negara, dapat lebih memudahkan dan mempercepat penyerahan penjahat
pelarian, sebaliknya jika hubungan antara
dua negara saling bermhan dapat dipastikan amat sukar untuk saling menyerahkan penjahat pelarian. Perlindungan kepada seorang
atau beberapa orang penjahat pelarian bukan pula didorong oleh kesadaran bahwa orang yang
bersangkutan patut untuk dilindungi apabila hubungan kedua negara yang semula bersahabat
berubah menjadi permhan maka kerjasama
saling menyerahkan penjahat pelarian bisa berubah menjadi saling melindungi penjahat pelarian demikian juga sebaliknya
praktek–praktek penyerahan penjahat pelarian belum didasarkan atas keinginan untuk
berkerjasama dalam mencegah dan memberantas kejahatan, Hal ini mengingat kehidupan
masyarakat umat manusia pada jaman kuno masih jauh lebih sederhana.
Masalah ekstradisi yang diartikan
sebagai penyerahan penjahat dari suatu
negara kepada negara lain, di
indonesia dewasa ini semakin populer dan mulai memasyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh: 1. Timbulnya kasus-kasus tentang ekstradisi yang
melibatkan indonesia, terutama antara tahun
1965 sampai sekarang, seperti kasus Tan Hoa 1968, kasus kapal mimi tahun 1975 dan masih banyak lagi kasus lainnya.
2. Indonesia telah mengadakan perjanjian ekstradisi,
antara lain perjanjian antara Indonesia
dengan pilipina, perjanjian antara Indonesia dengan malaysia serta penjajakan
ke negara–negara tetangga lainnya.
3. Pemberitaan-pemberitaan pers dan masmedia
lainnya turut membantu mempopulerkan istilah
dan pengertian ekstradisi 4. Khs di
kalangan ahli hukum, masalah ekstradisi sangat erat hubungannya dengan hukum nasional maupun internasional sehingga
mau tidak mau, mereka juga ingin mempelajari
tentang ekstradisi tersebut. Lebih–lebih lagi dalam rangka pembentukan undang–undang ekstradisi nasional.
Setelah kehidupan bernegara sudah
mulai nampak agak lebih maju, terutama mulai abad ke 17, 18, 19 sampai abad ke duapuluh ini
dengan tumbuhnya negara–negara nasional hubungan
dan pergaulan internasional pun mulai mencari dan menemukan bentuknya yang baru, Negara–negara dalam membuat perjanjian–perjanjian sudah mulai
mengadakan pengkhsan mengenai
bidang–bidang tertentu instrumen hukum berbentuk perjanjian internasional yang mengatur masalah pelaku
tindak pidana yang berstatus tersangka adalah Lembaga Ekstradisi, yaitu suatu perjanjian
internasional antar dua negara sesuai dengan tindak pidana yang tertuang dalam perjanjian
tersebut. Ekstradisi sebagai pranata hukum yang sudah cukup tua umurnya kini tidak perlu
diragukan lagi keberadaannya baik sebagai bagian dari hukum internasional pada umumnya
ataupun sebagi bagian dari hukum pidana internasional pada khsnya bahkan juga sebagai bagian dari
hukum internasional, ekstradisi tampak
dalam bentuk-bentuk perjanjian-perjanjian internasional bilateral ataupun multilateral-regional sedangkan sebagai bagian
dari hukum nasional ekstradisi tampak dalam bentuk peraturan perundang-undangan nasional
negara-negara tentang ekstradisi Maksud
dan tujuan ekstradisi ialah untuk menjamin agar pelaku kejahatan berat tidak dapat menghindarkan diri dari penuntutan atau
pemindanaan, karena seringkali suatu negara yang wilayahnya dijadikan tempat berlindung
oleh seorang penjahat tidak dapat menuntut atau menjatuhkan pidana kepadanya semata-mata
disebabkan oleh beberapa aturan teknis hukum
pidana atau karena tidak adanya yurisdiksi untuk menuntut atau menjatuhkan
pidana pada penjahat tersebut karena itu
patut dan tepatlah penjahat tersebut diserahkan untuk diperiksa dan diadili oleh negara yang
mempunyai yurisdiksi atas penjahat tersebut penjahat .
I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum
Internasional Modern,(Buku 1) Penerbit Yrama Widya, Bandung, 2009, halaman.19.
harus dipidana oleh negara tempat
ia berlindung atau diserahkan kepada negara yang dapat dan mau memidananya Terdapat 2 (dua) aspek dalam ekstradisi,
yaitu: .
1.
Adanya tindakan suatu pemerintah yang melepaskan wewenang atas seseorang dengan menyerahkan kepada
pemerintahan negara lain.
2. Langkah-langkah yang telah diambil yang
membuktikan bahwa si pelanggar memang
ditahan, baik untuk dituntut maupun untuk menjalani hukuman.Hal ini adalah tanggung jawab dari badan peradilan
yang juga harus menunjukkan bahwa orang
dimaksud memang sah menurut hukum yang berlaku di negara pemberi ekstradisi agar dapat diekstradisikan.
Lembaga yang mempunyai peranan dalam prosedur
ekstradisi adalah lembaga eksekutif dan yudikatif.
Permintaan penyerahan pelaku
kejahatan atau ekstradisi dapat juga dibarengi pengembalian aset hasil kejahatan yang dibawah
pelaku kejahatan yang bersangkutan. Kedua bentuk perjanjian tersebut harus saling
melengkapi dan bukan dilihat secara terpisah. Hal ini berarti permintaan ekstradisi wajib dilengkapi
dengan permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana terutama pengtan dan
pengembalian aset kejahatan dari pelaku kejahatan Untuk lebih mengenali tentang lembaga
ekstradisi ada beberapa asas dalam ekstradisi, semua asas ini secara akumulatif disamping
ketentuan-ketentuan tentang ekstradisi lainnya, harus dipenuhi,jika dua negara atau lebih
menghadapi kasus tentang ekstradisi. Asas-asas tersebut, antara lain adalah .
1. Asas Kejahatan Ganda Atau Double
Criminality : 2. Asas kekhsan atau spesialitas M budiarto,
Masalah Ekstradisi dan jaminan perlindungan atas hak-hak asasi
manusia.(buku 1),jakarta:
Ghalia,1980,halaman 13.
ibid Romli
Atmasasmita, kebijakan hukum kerjasama di bidang ekstradisi dalam era
globalisasi, diakses dari
situs:http://www.legalitas.org diakses tanggal 19 februari 2011 I wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum
Internasional dan Hukum nasional Indonesia,(buku 2) C.V Mandar Maju, Bandung, 1990,
Halaman.171. 3. Asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan
politik 4. Asas tidak menyerahkan warga negara.
5. Asas Non Bis In Idem atau Ne
Bis In Idem 6. Asas daluwarsa Ekstradisi
merupakan jembatan yang yang dapat menghubungkan dua negara atau lebih dalam menghadapi pelaku-pelaku tindak
pidana yang menyangkut kepentingan dari dua negara atau lebih. Khsnya bagi indonesia yang
wilayahnya terletak di persimpangan lalu lintas internasional, merupakan sarang empuk
bagi para pelaku tindak pidana seperti penyeludupan,
perdagangan gelap manusia dan tenaga kerja, terorisme dan lainnya Oleh karena itu perjanjian –perjanjian ekstradisi
dengan negara-negara tetangga dan negara lainnya, merupakan salah satu kebutuhan yang
cukup mendesak. Demikian juga bagi para ahli
hukum sudah selayaknya juga memahami tentang ekstradisi sebab ekstradisi
sebagian merupakan hukum nasional khsnya
berhubungan erat dengan hukum pidana.
Berdasarkan hal yang telah di
uraikan di atas, maka penulis tertarik untuk mempelajari, memahami dan meneliti secara
lebih mendalami mengenai praktek negara dalam
melakukan pemindahan pelaku tindak pidana. dan penulis menggunakan UU No.1 Tahun 1979 sebagai pedoman.
Selanjutnya penulis menynnya
dalam suatu penulisan hukum yang berjudul: “PEMINDAHAN PELAKU TINDAK PIDANA
DARI SUATU NEGARA KE NEGARA .
B. Perumusan Masalah
Berlatar belakang pada
uraian di atas, maka maka ada beberapa pokok permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana prosedur ekstradisi menurut UU No 1
Tahun 1974? Ibid, Halaman.172. 2. Apa saja jenis kejahatan yang dapat
dimintakan untuk dilakukan pemindahan pelaku
tindak pidana (ekstradisi)?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan
penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum , selain itu
berdasarkan permasalahan yang
dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui prosedur ataupun tata cara
melakukan ekstradisi.
2. Untuk mengetahui jenis kejahatan-kejahatan
yang dapat dilakukan permintaan pemindahan
pelaku tindak pidana Sedangkan manfaat dari penulisan ini adalah : 1. Secara teoritis, untuk menambah pengetahuan
penulis tentang bagaimana Tanggung Jawab
Negara Dalam Melakukan Pemindahan Pelaku Tindak Pidana Dari suatu Negara Ke Negara Lain 2.
Secara praktis, untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran juridis dan masukan-masukan yang bermanfaat demi
perkembangan ilmu pengetahuan terhadap
pemindahan pelaku tindak pidana dari suatu negara ke negara lain.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan
skripsi ini berjudul “pemindahan pelaku tindak pidana dari suatu negara ke negara lain”. Setelah melakukan penelran ke
perpustakaan fakultas dan Perpustakaan ,
hal ini belum pernah dingkat ataupun ditulis, kalaupun ada substansi pembahasannya berbeda
dengan pembahasan yang dipaparkan dalam
skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penulis
menyn skripsi ini melalui referensi buku-buku,
media cetak dan elektronik dan bantuan dari berbagai pihak.
D. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Tindak pidana Tindak pidana adalah
perbuatan yang melanggar yang dimana diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana.
Tindak pidana merupakan terjemahan dari istilah Het Strafbaar Feit a) Perbuatan yang dapat/boleh dihukum . Akan
tetapi ada beberapa terjemahan dari Het Strafbaar Feit, yaitu: b) Peristiwa
pidana c) Perbuatan pidana d) Tindak pidana Beberapa pendapat yang dikemukakan
oleh para sarjana mengenai istilah Het Strafbaar Feit antara lain a) vos
: Merumuskan Tindak Pidana adalah suatu kelakuan manusia yang dilarang dan oleh
undang-undang diancam dengan pidana.
b) Pompe Merumuskan bahwa Tindak Pidana adalah
suatu pelanggaran kaidah, (gangguan terhadap
ketertiban hukum), terhadap mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah hal yang wajar untuk
menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin
kesejahteraan hukum.
c) E. Utrecht
S.R.Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Alumni
Ahaem Petehaem, Jakarta, 1996,
halaman.117-119.
Ibid, halaman 119-120.
Menerjemahkan bahwa tindak Pidana
adalah istilaah peristiwa pidana yang sering juga ia sebut dengan delik, karena peristiwa
itu suatu peristiwa handelen/ doen- positif atau suatu melalaikan nalaten-negatif, maupun
akibatnya (keadaan yang ditimbulkaan oleh
perbuatan orang). Peristiwa pidana merupakan suaatu peristiwa hukum, yaitu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat
yang diatur oleh hukum Para sarjana
Indonesia juga telah memberikan defenisi mengenai tindak pidana, yaitu .
a)
Karni mendefinisikan tindak pidana sebagai perbuatan yang boleh dihukum :
b) R.Tresna mendefenisikan tindak pidana
sebagai peristiwa pidana.
c) Moelyatno mendefenisikan tindak pidana
sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai
sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat
juga dikatakan perbuatan pidana adalah perbuatan
yang dilarang hukum dan diancam pidana asal saja dalam hal itu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan
(keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang,
sedangkan ancaman pidanannya ditujukan pada orang yang menimbulkan kejahatan).
d) Wirdjono Prodjodikoro mendefenisikan tindak
pidana sebagai suatu perbuatan yang pelakunya
dapat dikenakan hukuman pidana dan pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana serta pelakunya juga dapat dikatakan
merupakan subjek tindak pidana.
Kitab undang-undang hukum pidana
dapat dijabarkan kedalaam unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi 2 unsur yakni : unsur
subjektif dan unsur objektif.
1. Unsur Subjektif Evi,Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar
Grafika, Semarang, 2005, halaman 5.
S.R. Sianturi, Loc. Cit, halaman. 117-119.
Unsur –unsur yang melihat pada
diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri sipelaku dan termaksud kedalamnya yaitu segala sesuat
yang terkandung di dalam hati sipelaku.unsur-unsur
tersebut meliputi: a) Kesegajaan atau ketidak sengajaan (dolus atau culpa) b)
Maksud (voornemen) pada suatu percobaan (poging), seperti yang dimaksud dalam pasal 53 ayat 1 KUHP.
c) Macam-macam maksud (oogmerk),
seperti yang dimaksud di terdapat dalam kejahatan
pencurian,penipuan,pemalsuan,dll.
d) Merencanakan lebih dahulu
(voorbedachte road) seperti yang terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut pasal 340 KUHP.
e) Perasaan takut (uness) seperti
yang terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut pasal 308 KUHP.
2. Unsur Objektif Unsur-unsur
yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan yaitu didalam keadaankeadaan mana
tindakan dari si pelaku harus dilakukan unsur tersebut meliputi: a) Sifat
melanggar hukum b) Kualitas dari sipelaku c) Kausalitas yakni hubungan antara
sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai suatu akibat.
2. Pengertian Ekstradisi Eksradisi
berasal dari bahasa latin extradere (kata kerja) yang terdiri dari kata ex yang
artinya;keluar dan Tradere,artinya:
memberikan/menyerahkan, kata ini lebih dikenal/atau biasanya digunakan terutama dalam penyerahan
pelaku kejahatan dari suatu negara kepada negara peminta. Ekstradisi merupakan
penyerahan secara formal seseorang oleh suatu negara kepada negara lain guna penuntutan atau
dijatuhi hukuman Menurut starke, istilah
ekstradisi menunjukan suatu proses dimana berdasarkan suatu perjanjian atau atas dasar timbal balik suatu
negara menyerahkan kepada negara lain, atas permintaan negara terakhir ini, seseorang yang
dituduh atau dihukum karena suatu tindak pidana yang melanggar hukum negara peminta
yang berwenang mengadili orang yang diserahkan
.
Istilah ekstradisi menunjukkan kepada proses
dimana berdasarkan traktat atau atas dasar
resiprositas suatu negara menyerahkan kepada negara lain atas permintaannya seseorang yang dituduh atau dihukum karena
melakukan tindak pidana kejahatan yang dilakukan
terhadap hukum negara yang mengajukan permintaan, negara yang meminta ekstradisi memiliki kompetensi untuk mengadili
tertuduh pelaku tindak pidana tersebut .
Adanya permintaan ekstradisi oleh suatu negara
ke negara lain didasarkan pada 4 hal yaitu .
Menurut Undang-Undang No. 1 tahun
1979, bahwa pengertian Ekstradisi adalah: “Penyerahan oleh suatu negara kepada
negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan
kejahatn di luar wilayah negara yang menyerahkan
dan di dalam yuridiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan
memidananya”.
1. Perundang-Undangan Nasional : Pada abad
ke-19 banyak negara yang telah menetapkan uu ekstradisi. Dalam penetapan tersebut, sebagian mereka
dipengaruhi keinginan untuk menyelamatkan Adami Chazawi, Hukum pidana materil dan
Formil Korupsi di Indonesia. Bayumedia, Malang ,2005, halaman 3.
Eddy Damian, Kapita Selekta Hukum
Internasional, Bandung:Alumni,1991,halaman 67 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional
Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, halaman.
469.
Ekstradisi, diakses dari situs http://www.interpol.go.id
tanggal 17 februari 2011 kemerdekaan
seseorang dan sebagian lagi oleh pandangan mereka, bahwa segala hukum pidana dan prosedur harus didasarkan
pada perundang-undangan.
2. Perjanjian Ekstradisi Menetapkan perjanjiaan
ekstradisi, selanjutnya diteruskan dengan usaha membuat perjanjian atau konvensi untuk mengadakan
keseragaman.
3. Perluasan konvensi Internasional Ekstradisi
dapat didasarkan atas perluasan suatu konvensi tertentu yang menyatakan bahwa ekstradisi dapat diberikan
dalam hal pelanggaran yang disebut dalam
perjanjian.
4. Tata Krama Internasional Dalam hal ini tidak
terdapat hukum, perjanjian atau konvensi yang mengatur sebagaimana tersebut diatas, ekstradisi dapat
dilaksanakan atas dasar suatu tata krama
oleh negaraa terhadap negara yang lain disebut “Disguished Extradition.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap asas-asas hukum,
penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian
terhadap taraf sinkronisasi hukum dan penelitian sejarah hukum. Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan
kepustakaan yang relevan dengan permasalahan
yang sedang diteliti. Penelitian yurisid normatif melihat hukum dalam arti normatif (law in the book).
2.
Sumber Data Soerjono Soekanto,
Penelitian Hukum Normatif : suatu Tinjauan singkat, Rajawali Press, Jakarta, 2001, halaman.52.
Adapun data yang dikumpul dalam
penulisan skripsi ini dilakukan dengan pengumpulan
data primer dan data sekunder. Pengumpulan data sekunder dibagi atas 3 (tiga), yaitu: a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum
mengikat, seperti perundangundangan,sumber-sumber hukum nasional dan sumber
hukum internasional b. Bahan Hukum
Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu
menganalisa dan memahami bahan hukum
primer.
c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan-bahan hukum
yang memberikan informasi dan penjelasan
mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
3. Teknik Pengumpulan Data a. Library Research (Studi Kepustakaan), yaitu
mempelajari dan menganalisa secara
sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah dan sumber literatur lainnya yang berhubungan
dengan materi yang dibahas dalam skripsi
ini sehingga diperoleh data ilmiah sebagai bahan dalam uraian teoritis.
4. Analisis Data, Analisa data dalam penulisan
ini menggunakan data kualitatif, yaitu suatu
analisi data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas yang berhubungan
dengan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika
penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang menguraikan permasalahannya secara tersendiri, di dalam
suatu konteks yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Penulis membuat
sistematika dengan membagi pembahasan keseluruhan ke dalam lima bab terperinci. Adapun
bagian-bagiannya adalah : Bab I :
Pendahuluan Pada bab ini akan
diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II : Prosedur Ekstradisi Menurut UU No 1 Tahun Pada bab ini akan diuraikan mengenai
syarat-syarat untuk penahanan yang diajukan
oleh negara peminta, syarat-syarat yang
harus dipenuhidalam mengajukan
ekstradisi,pemeriksaan terhadap orang yang dimintakan ekstradisi, keputusan mengenai permintaan
ekstradisi, penyerahan orang yang dimintakan
ekstradisi.
Bab III : Jenis Kejahatan Yang Dapat Dilakukan
Permintaan Ekstradisi Pada bab ini akan
diuraikan mengenai, jenis kejahatan yang dapat dilakukan ekstradisi, jenis kejahatan yang tidak dapat
dilakukan ekstradisi,dan hubungan bilateral
antara Indonesia dengan negar-negara lain dalm hubungan ekstradisi.
Bab IV : Penutup Bab ini merupakan bab akhir dari
skripsi ini, dan merupakan penutup dari rangkaian
bab-bab sebelumnya dimana dalam bab ini penulis membuat suatu kesimpulan atas pembahasan skripsi ini yang
kemudian dilanjutkan dengan memberi
saran-saran atas masalah-masalah yang tidak terpecahkan yang diharapkan akan berguna dalam kehidupan
masyarakat dan praktek perkembangan ilmu
pengetahuan.
Download lengkap Versi Word