BAB I PENDAHULUAN
B.
Latar Belakang Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) salah satu cara untuk mengakhiri sebuah perikatan, yaitu
dalam bentuk kompensasi.
Kompensasi atau set-off dikenal
di berbagai sistem hukum, baik dalam “sistem Common Law (hukum kebiasaan yang berasal dari
Inggeris)” 1 maupun “Civil Law (hukum perdata)”, 2 Keadaan ini memberikan
akibat kurangnya rasa kepercayaan masyarakat dan pelaku ekonomi terhadap bank itu sendiri
sehingga terjadi penarikan besarsebagai upaya hukum dalam penyelesaian yang
memberikan manfaat kepada kedua belah
pihak. Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan telah
mengakomodasikan lembaga dimaksud sebagaimana
tercantum dalam Pasal 18 berikut penjelasannya.
Perihal lahirnya lembaga
kompensasi sebagai suatu dimensi lembaga penjamin simpanan pada dasarnya dilatar
belakangi oleh lahirnya Undang-Undang No.
24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sedangkan lahirnya Undang-Undang No. 24 Tahun 2004
adalah dilatar belakangi oleh keadaan
ekonomi Indonesia yang juga melingkupi kelesuan di bidang kegiatan perbankan pada awal tahun 1997 tatkala bangsa
Indonesia masuk dalam krisis mo- neter
sehingga memaksa pemerintah mengambil kebijakan melakukan likuidasi beberapa bank..
1 JCT Simorangkir, et.al, Kamus
Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm. 28.
2 Yan Pramadya Puspa, Kamus
Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 1977, hlm.216.
1
besaran atas dana masyarakat di dalam bank (rush). Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan maka
pemerintah melakukan penjaminan atas
dana masyarakat dan selanjutnya mengeluarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan.
Sebagai salah satu upaya
perlindungan nasabah, maka set-off atau kompensasi juga dikenal dalam Pasal 1425
sampai dengan Pasal 1435 KUH Perdata,
yang merumuskan bahwa kompensasi adalah “Perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan
menurut jenis (generieke ziken), yang dipunyai
oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, dimana masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai kreditor
maupun debitor terhadap yang lain, sampai
jumlah yang terkecil yang ada di antara kedua utang tersebut”.
Kompensasi atau set off adalah
suatu cara untuk mengakhiri perjanjian dengan
cara memperjumpakan atau memperhitungkan utang piutang antara kreditur dan debitur. Untuk dapat dilakukan
perjumpaan utang atau kompensasi Pasal
1427 KUH Perdata memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu: 1. Kedua utang harus sama-sama mengenai uang
atau barang yang dapat dihabiskan dari
jenis dan kualitas yang sama.
2. Kedua utang seketika dapat ditetapkan
besarnya atau jumlahnya dan seketika dapat
ditagih. Kalau yang satu dapat ditagih sekarang sedangkan utang lainnya baru dapat satu bulan yang akan datang maka
kedua utang itu tidak dapat diperjumpakan.
Dalam kenyataan yang terjadi maka
terlihat suatu keadaan bahwa perihal penerapan set-off
dalam penyelesaian kredit perbankan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada prosedur yang
didahului sebelumnya yaitu perjanjian
antara nasabah dan pihak perbankan untuk melakukan kompensasi, dan pelaksanaan kompensasi tersebut tidak
semata-mata persoalan matematis dengan memperhitungkan
kredit dan piutang masing-masing pihak, tetapi suatu persoalan yang penyelesaiannya harus memberikan
kepastian hukum.
Di sisi lain terlihat bahwa
kompensasi tersebut terlihat seperti kepentingan pemerintah bukan kepentingan nasabah.
Dikatakan demikian karena dengan adanya
kompensasi maka dapat dipastikan bahwa terjadinya minimalisasi kewajiban pemerintah dalam melakukan
penjaminan seluruh kewajiban bank, khsnya
sewaktu pemerintah mengambil kebijakan melikuidasi sebuah bank.
C. Perumusan Masalah Berdasarkan
uraian di atas dapat ditarik beberapa permasalahan yang akan menjadi batasan pembahasan dari penelitian ini
nantinya, antara lain : 1. Bagaimana
penerapan kelembagaan kompensasi (set-off) dalam UndangUndang No. 24 Tahun 2004
tentang Lembaga Penjamin Simpanan? 2.
Bagaimana akibat hukum diterapkannya kelembagaan kompensasi (set-off) dalam hukum hutang piutang? 3. Bagaimana perlindungan hukum kelembagaan
kompensasi (set-off) dalam lembaga
jaminan simpanan? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini
adalah : 1. Untuk mengetahui penerapan kelembagaan
kompensasi (set-off) dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan.
2. Untuk mengetahui akibat hukum diterapkannya
kelembagaan kompensasi (setoff) dalam hukum hutang piutang.
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum
kelembagaan kompensasi (set-off) dalam
lembaga jaminan simpanan.
Berangkat dari
permasalahan-permasalahan di atas penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut : 1. Dari segi teoretis sebagai
suatu bentuk penambahan literatur di bidang hukum keperdataan dan perbankan khsnya dalam
pelaksanaan perlindungan nsabah perbankan.
2. Dari segi praktis sebagai suatu bentuk
sumbangan pemikiran dan masukan para pihak
yang berkepentingan sehingga didapatkan kesatuan pandangan tentang penerapan konsep set off atau kompensasi dalam
hukum perbankan dan huku m perdata.
E. Keaslian Penulisan Adapun penulisan skripsi
yang berjudul “Penerapan Kelembagaan Kompensasi
Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan” ini merupakan luapan dari
hasil pemikiran penulis sendiri.
Penlisan skripsi yang bertemakan
mengenai hak cipta memang sudah cukup banyak
diangkat dan dibahas, namun skripsi dengan adanya objek batik ini belum pernah ditulis sebagai skripsi. Dan penulisan
skripsi ini tidak sama dengan penulisan
skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan
akademik.
F. Tinjauan Kepustakaan Membicarakan konsep
teori dalam bidang set-off atau kompensasi dalam bidang perjanjian kredit perbankan khsnya
dalam sisi pelaksanaan penjaminan nasabah
maka hal tersebut sangat berhubungan dengan teori-teori perjanjian yang pada umumnya.
Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi :
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan
dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih”.
Para sarjana hukum perdata pada
umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian
yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas.
Download lengkap Versi PDF