BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki
posisi penting dalam perekonomian nasional karena pasar modal memberikan gambaran mengenai
kondisi perekonomian sebuah negara
terhadap pihak luar maupun pihak di dalam negeri. Pengembangan perekonomian nasional suatu negara tidak
terlepas dari pengembangan pasar modal
di dunia internasional. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan seperti keharusan melakukan pengungkapan bagi
perusahaan publik, perlindungan terhadap
investor, nilai pemegang saham dalam bentuk tata kelola perusahaan (coorporate governance), untuk meningkatkan
kualitas dari pasar modal sebuah negara
serta menarik para investor. Dengan keberpihakan perusahaan terhadap pemilik modal mengakibatkan perusahaan
melakukan eksploitasi sumber alam dan
masyarakat (sosial) secara tidak terkendali sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan alam dan pada akhirnya
mengganggu kehidupan manusia.
Aktivitas perusahaan memberi
dampak negatif dan positif bagi lingkungan internal perusahaan seperti karyawan dan
lingkungan eksternal perusahaan seperti investor,
kreditur dan masyarakat yang diungkapkan dalam laporan tahunan.
Di dalam akuntansi konvensional
(mainstream accounting), pusat perhatian yang dilayani perusahaan adalah stockholders
dan bondholders sedangkan pihak yang
lain sering diabaikan. Dewasa ini perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap pihak-pihak di luar manajemen
dan pemilik modal. Akan tetapi perusahaan
kadangkala melalaikannya dengan alasan
bahwa mereka tidak memberikan kontribusi
terhadap kelangsungan hidup perusahaan.
Hal ini disebabkan hubungan
perusahaan dengan lingkungannya bersifat non reciprocal yaitu transaksi antara keduanya tidak
menimbulkan prestasi timbal balik.
Pentingnya pengungkapan sosial
perusahaan (corporate social disclosure) berkaitan dengan adanya kontrak
(perjanjian) sosial (social contract). Perusahaan senatiasa dihadapkan pada tanggungjawab yang
berpijak pada tiga garis dasar, yaitu
aspek ekonomi, memperhatikan aspek sosial, khususnya kesejahteraan masyarakat lokal dan pemeliharaan serta
pelestarian lingkungan sebagai umpan balik
dari eksploitasi terhadap sumber daya alam (Siagian, 2010:50). Kasus pencemaran Teluk Buyat oleh PT Newmont, Kasus
Free Port (1967) di kabupaten Fakfak
propinsi Papua, PT Kaltim Prima Coal (pertambangan terbesar batu bara) dan Unocal (minyak) yang beroperasi sejak
tahun 1970-an di daerah Marangkayu Kutai
Timur, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bojong (2002), Lapindo di Sidoarjo
serta demonstrasi para karyawan akibat ketidakadilan perusahaan di berbagai kota merupakan fenomena riil yang memiliki dampak besar
terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat (Wibisono,2007). Hal tersebut membuktikan bahwa mengabaikan tanggung jawab
sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) akan berakibat pada munculnya
berbagai masalah yang dapat membahayakan
kelangsungan hidup perusahaan. Kondisi
tersebut mendorong perusahaan perlu melakukan pengungkapan
sosial dalam laporan tahunannya.
Di Indonesia
pada dasarnya pelaporan nonkeuangan ini secara umum telah terakomodasi dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 tentang Penyajian Laporan Keuangan, pada
paragraf 09 (IAI, 2009) dinyatakan bahwa : Perusahaan dapat pula menyajikan laporan
tambahan seperti laporan mengenai
lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana
faktor-faktor lingkungan hidup memegang
peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang
memegang peranan penting.
Standar akuntansi keuangan di
Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial terutama
informasi mengenai tanggung jawab perusahaan
terhadap lingkungan. Akibatnya yang terjadi di dalam praktik perusahaan hanya dengan sukarela
mengungkapkannya. Perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaat yang akan
diperoleh ketika mereka memutuskan untuk
mengungkapkan informasi sosial.
Menurut Pearce dan Robinson
(2008:70) “tanggung jawab sosial perusahaan
adalah gagasan bahwa suatu perusahaan memiliki tugas untuk melayani masyarakat sekaligus kepentingan keuangan
pemegang sahamnya”.
Pada umumnya, pihak luar sering
kali menuntut agar klaim pihak dalam diletakkan
di bawah kepentingan masyarakat. Sedangkan pihak dalam cenderung berpendapat bahwa klaim pihak luar yang saling
bersaing harus saling diseimbangkan
dengan cara sedemikian rupa sehingga melindungi misi perusahaan.
Meskipun pengungkapan sosial atau CSR
tidak diwajibkan untuk perusahaan,
akan tetapi tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang
akuntabel, serta tata kelola perusahaan yang
semakin baik (good corporate governance) mengharuskan perusahaan untuk melakukan pengungkapan yang bersifat sukarela,
seperti pengungkapan mengenai aktivitas
sosial dan lingkungan. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan
aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat
untuk hidup aman, tenteram, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi
(Anggraini, 2006).
Di Indonesia, regulasi mengenai
kegiatan sosial dan lingkungan perusahaan beserta laporannya diatur oleh
Undang-Undang No.40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. UndangUndang
tersebut mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan
sumber daya alam untuk melaksanakan
tanggung jawab sosial dan lingkungan (pasal 74 ayat 1) serta menyampaikan laporan pelaksanaan tanggung
jawab sosial dan lingkungan dilaporan
tahunan perseroan (pasal 66 ayat 2). Fenomena yang terjadi pada kenyataannya masih ada perusahaan yang tidak
melakukan pelaporan tanggung jawab
sosialnya di setiap periodenya. Hal ini disebabkan karena di dalam regulasi tersebut tidak terdapat sanksi tegas. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa regulasi bukanlah faktor penentu dalam mempengaruhi perusahaan
publik untuk menyampaikan pengungkapan
informasi sosialnya dalam laporan
tahunan, untuk itu perlu dikaji
lebih jauh faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pengungkapan tanggungjawab sosial.
Berdasarkan penelitian Hackston
& Milne (1996) ukuran perusahaan dan tipe industri memiliki hubungan signifikan
dengan pengungkapan informasi sosial,
sebaliknya tidak ditemukan hubungan antara laba dengan pengungkapan informasi sosial. Siagian (2010:14) menemukan
bahwa ada tiga asas pokok yang harus
diperhatikan pelaku usaha dalam tanggungjawab sosial perusahaannya, yaitu : 1. Perusahaan harus memberikan perhatian penuh
pada pengembangan fungsi-fungsi ekonomi
masyarakat.
2. Pengembangan perlu menyadari
eksistensi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat
setempat dengan segala perubahan yang terjadi pada nilainilai tersebut.
3. Perusahaan perlu menyadari
tentang pentingnya keprihatinan kepada keadaan
lingkungan dan gaji pekerja yang wajar, pemecahan masalah kemiskinan, dan pembangunan pedesaan.
Download lengkap Versi PDF