PENDAHULUAN 
Latar Belakang  
Perkembangan perdagangan
internasional yang terjadi dalam beberapa  tahun terakhir mengarah pada bentuk
perdagangan bebas yang disertai dengan  berbagai
bentuk kerjasama bilateral, regional dan multilateral. Seperti halnya  dengan CAFTA (China ASEAN Free Trade Area)
yang telah disetujui yaitu  perdagangan
bebas antara Indonesia dengan China. Sebagaimana diatur dalam  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48
Tahun 2004 tanggal 15 Juni  2004 tentang
Pengesahan Framework Agreement on Comprehensive Economic  Cooperation between the Associaton of
Southeast Asean Antions and the People’s  Republic of China(Direktorat Jenderal
Perdagangan Internasional, 2010).
Beberapa kalangan menerima
pemberlakuan CAFTA sebagai kesempatan,  tetapi
di sisi lain ada juga yang menolaknya karena dipandang sebagai ancaman.
Dalam CAFTA, kesempatan atau
ancaman ditunjukkan bahwa bagi kalangan  penerima,
CAFTA dipandang positif karena bisa memberikan banyak keuntungan  bagi Indonesia. Pertama, Indonesia akan
memiliki pemasukan tambahan dari PPN  produk-produk
yang baru masuk ke Indonesia. Tambahan pemasukan itu seiring  dengan makin banyaknya obyek pajak dalam
bentuk jenis dan jumlah produk  yang
masuk ke Indonesia. 
Beragam produk China yang masuk ke Indonesia  dinilai berpotensi besar mendatangkan
pendapatan pajak bagi pemerintah. Kedua,  persaingan usaha yang muncul akibat CAFTA
diharapkan memicu persaingan  harga yang
kompetitif sehingga pada akhirnya akan menguntungkan konsumen  (penduduk/pedagang Indonesia (Jiwayana, 2010).
 Menurut Kuncoro (2012), China ASEAN Free Trade
Area (CAFTA)  digagas dan diberlakukan
sebagai kerjasama perdagangan dan ekonomi antara  negara-negara ASEAN dan China untuk mewujudkan
kawasan perdagangan  bebas dan
menghilangkan atau mengurangi perdagangan barang (tarif maupun  non tarif), peningkatan akses pasar jasa,
peraturan dan ketentuan investasi,  sekaligus
peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan  perekonomian para pihak CAFTA dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan  masyarakat
ASEAN-China sepakat untuk menurunkan dan menghapus tarif  berdasarkan 3 tahap yaitu (1) Early Harvest
Programme (2) Normal Track  Programme (3)
Senscitive Track yang meliputi Sensitive List dan Highly Sensitive  List.
Dalam Direktorat Jenderal
Perdagangan Indonesia (2005) dijelaskan  bahwa
EHP adalah tahapan awal liberalisasi CAFTA yang terdiri dari  penghapusan tarif antara produk negara ASEAN
dengan produk China dan  sebaliknya untuk
delapan jenis produk yang terdiri dari produk hewan hidup (live  animals), daging dan jeroan yang bisa dimakan
(meat and edible meat and offal),  ikan
termasuk udang (fish), produk susu (dairy products), produk hewan lainnya  (other animal products), tanaman hidup (live
trees), sayur (edible vegetables) dan  produk
buah serta kacang-kacangan (edible fruits and nuts) dengan pengecualian  untuk jagung manis (sweet corn). Liberalisasi
dilakukan bertahap dimulai dari  tahun
2004 dan mencapai penghapusan tarif untuk kedelapan produk tersebut di  tahun 2006.
Karena penghapusan tarif ini
produk China - ASEAN yang masuk ke  Indonesia
dan bersaing ketat dengan produk dalam negeri adalah buah-buahan.
 Buah-buahan merupakan salah satu dari produk
Early Harvest Package (EHP)  yang
ditetapkan dalam perdagangan bebas China ASEAN. Keunggulan buah  impor adalah harga buah impor yang bersaing
dengan harga buah dalam negeri,  kepraktisan
dalam mengkonsumsi dan banyak buah impor yang mempunyai  penampilan yang lebih menggoda konsumen untuk
membayar. Selain itu,  konsistensi rasa
dari buah impor menyebabkan konsumen setia membeli buah  impor. Buah impor yang paling banyak masuk ke
Indonesia adalah apel, pir, jeruk  Mandarin,
lengkeng dan jeruk.
Pada tahun 2006 sampai dengan
tahun 2008 setelah penghapusan tarif  dalam
EHP disajikan volume impor buah Indonesia dari negara China ASEAN  disajikan pada tabel berikut: Tabel 1. Volume
Impor Buah Indonesia dari negara China ASEAN  Tahun 
Apel (kg)  Pir (kg)  Jeruk (kg) 
Jeruk  Mandarin  (kg) Lengkeng  (kg) 2006 
83.168.231  76.531.309  7.260.466 
52.281.154  45.417.
2007  109.428.933 
90.714.332  10.433.578  77.196.089 
49.770.
2008  10.7361.626 
82.846.395  14.123.736  100.406.177 
40.696.
Sumber: Badan Pusat Statistik,
2008  Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa
impor Indonesia setelah pemberlakuan  kebijakan
dalam perjanjian perdagangan bebas China ASEAN bahwa pada tahun  2006 dan 2007 impor buah Indonesia yang
tertinggi adalah apel, sedangkan pada  tahun
2008, impor buah yang paling banyak adalah jeruk Mandarin. Dan impor  jeruk Indonesia pada tahun 2006 sampai 2008
selalu meningkat setiap tahunnya.
Download lengkap Versi PDF
