BAB PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian pada berbagai populasi di seluruh
dunia menunjukkan prevalensi dismenore
yang cukup bervariasi, yaitu di antara 28% dan 71.7%. Pada suatu penelitian lain, prevalensi dismenore
primer yang terjadi tanpa kelainan atau lesi
organik pada pelvis dilaporkan sekitar 43% hingga 90% dalam populasi yang bervariasi. Di antara berikut, 10 - 15%
daripada wanita ini menderita dismenore berat
sehingga aktivitas seharian terganggu dan terjadinya penurunan kualitas hidup atau health-related quality of life
(HRQoL)(L Wang et al, 2004).
Dismenore
yaitu nyeri saat menstruasi dilaporkan
sebagai kelainan ginekologi yang paling
sering ditemukan pada wanita usia reproduksi terutama pada remaja. Secara umum,
dismenore dapat dibedakan kepada dua katagori, yaitu primer dan sekunder. Dismenore primer
didefinisikan sebagai nyeri menstruasi dimana
tiada kelainan organik pelvis dan biasanya bermula pada masa remaja.
Dismenore sekunder merupakan dismenore
yang berkaitan dengan proses patologik
dan onsetnya boleh bertahun-tahun setelah menarche (Alaettin Unsal et
al, 2010).
Dismenore merupakan suatu simptom yang
digambarkan sebagai nyeri pelvis seperti
kram atau kejang yang mengikuti onset menstruasi atau pada saat onset menstruasi dan biasanya berlangsung
selama 1 – 3 hari (Alaettin Unsal et al, 2010). Dismenore juga boleh disertai dengan
keluhan seperti nyeri kepala, kejang otot,
nausea, muntah ataupun peningkatan frekuensi defekasi (Jerry R. Klein dan Iris, 1981). Secara fisiologi, menstruasi
terjadi akibat dari aktivitas prostaglandin di daerah uterus dimana ia bekerja
menstimulasi kontraksi otot polos dinding uterus untuk mengeluarkan dinding endometrium
yang diluluhkan (Ganong, William
F., 2007). Kejadian dismenore terjadi sekiranya keseimbangan konsentrasi prostaglandin di uterus terganggu.
Penelitian-penelitian sebelumnya
telah menunjukkan bahwa banyak faktor yang
terkait dengan dismenore. Faktor ini termasuk menarche pada usia yang muda, merokok, index massa tubuh (BMI) yang
rendah, kelainan psikologis, genetik,
riwayat infeksi pelvis serta riwayat percabulan seksual. Selain itu, emosi dan perilaku seseorang dapat memperburuk keadaan dismenore yang sudah dideritanya.
Dismenore telah diidentifikasi sebagai sebab tersering pelajar dan pekerja perempuan mengambil libur sakit.
(Alaettin Unsal et al, 2010) 1.2.
Rumusan Masalah Adakah hubungan antara dismenore dengan kualitas hidup? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan dismenore dengan
kualitas hidupmahasiswimahasiswi stambuk 2008 di Fakultas Kedokteran (), . 1.3.2.
Tujuan Khs Tujuan khs dalam penelitian ini adalah: a)
Mengetahui kualitas kesehatan fisik pada mahasiswi yang menderita dismenore.
b) Mengetahui kualitas kesehatan psikologis pada mahasiswi yang menderita dismenore.
c) Mengetahui kesehatan sosial pada mahasiswi yang menderita dismenore.
d) Mengetahui
kesehatan lingkungan mahasiswi
yang menderita dismenore.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapakan dapat
memberikan manfaat untuk: a) Masyarakat terutama kalangan remaja, dewasa muda, dan pekerja pelayanan kesehatan untuk mendapat informasi
mengenai dismenore dan hubungannya
terhadap kualitas hidup.
b) Dapat meningkatkan wawasan kalangan medis
untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan dismenore.
c) Mengembangkan kemampuan di bidang penelitian
serta mengasah kemampuan analisis bagi
peneliti.
Contoh Skripsi Kedokteran:Hubungan Dismenore dengan Kualitas Hidup Mahasiswi
Downloads Versi PDF >>>>>>>Klik Disini
Bab I
|
Downloads
| |
Bab II
|
Downloads
| |
Bab III - V
|
Downloads
| |
Daftar Pustaka
|
Downloads
| |
Lampiran
|
Downloads
|