BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Negara Indonesia
adalah negara yang
berdasarkan atas hukum, demikianlah
penegasan yang terdapat
dalam UUD 1945.
Indonesia sebagai negara
hukum seyogyanya harus
berperan di segala
bidang kehidupan, baik dalam kehidupan
bangsa dan negara
Republik Indonesia maupun
dalam kehidupan warga
negaranya. Pembangunan Nasional
bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat
Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera,
dan tertib berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang
adil, makmur, dan sejahtera tersebut
perlu secara terus
menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
atau kejahatan.
Salah satu
bentuk kejahatan yang
sering terjadi pada
lingkungan masyarakat adalah
pemalsuan. Kejahatan pemalsuan
tidak terbatas pada kalangan masyarakat
tertentu saja, melainkan
setiap ada kesempatan
dan tersedia objeknya
maka kejahatan pemalsuan
itu dapat terjadi.
Delik pemalsuan merupakan bagian
dari kejahatan terhadap harta benda. Kejahatan pemalsuan
yang paling sering terjadi di
dalam masyarakat adalah pemalsuan
surat.
Kejahatan mengenai pemalsuan
atau disingkat dengan
kejahatan pemalsuan adalah
berupa kejahatan yang
di dalamnya mengandung
unsur keadaan ketidakbenaran atau
palsu atas sesuatu
(objek), yang sesuatunya
itu tampak dari
luar seolah-olah benar
adanya padahal sesungguhnya bertentangan
dengan yang sebenarnya.
Kejahatan pemalsuan dengan
objek pemalsuan surat yang tidak
kalah banyak ditemukan dilingkungan masyarakat adalah kejahatan pemalsuan surat Kartu Tanda
Penduduk ( KTP ).
Latar belakang
penelitian ini adalah
dari adanya satu
kasus di Kabupaten
Sragen dimana seorang
perangkat desa melakukan
tindak pidana pemalsuan surat yaitu pemalsuan KTPoleh
seorang wanita yang belum cukup umur
untuk menjadi seorang pekerja seks komersial ( PSK ), perangkat desa tersebut
memberikan perlindungan kepada
wanita perkerja seks
komersial ( PSK ) tersebut agar nanti sewaktu-waktu ada
razia dari yang berwajib wanita tersebut tidak
dapat ditangkap karena
telah mempunyai KTP
yang membuktikan bahwa wanita tersebut
sudah cukup umur
menjadi seorang pekerja seks komersial sehingga perangkat desa
tersebut memalsukan semua keterangan identitas
diri wanita tersebut
dari umur, nama orang
tua serta tempat
tinggal wanita tersebut.
Kejadian tersebut dapat
terungkap karena pihak
orang tua mengetahui bahwa
anaknya jadi pekerja seks komersial atas bantuan
dari perangkat desa
tersebut kemudian pihak
orang tua melaporkan perbuatan perangkat desa tersebut ke
kepolisian. Untuk selengkapanya rincian kasus
tersebut terdapat dalam bagian pembahasan penelitian ini.
Ada kecenderungan
yang menarik untuk
dikaji di dalam
praktik penegakan hukum di
Indonesia. Peran keterangan ahli menjadi kian menonjol dan
ada cukup banyak
perkara yang menggunakan
keterangan ahli sebagai dasar justifikasi di dalam memutus perkara
pidana. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya,
pemeriksaan suatu perkara
pidana di dalam
suatu proses peradilan
bertujuan untukmencari kebenaran
materiil (materiile waarheid) terhadap perkara
tersebut. Usaha-usaha yang
dilakukan oleh para
penegak hukum untuk mencari
kebenaran materiil suatu perkara pidana
dimaksudkan untuk menghindari
adanya kekeliruan dalam
penjatuhan pidana terhadap diri seseorang,
hal ini sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang
No.14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 6 ayat (2) apabila pengadilan karena alat pembuktian yang
sah menurut Undang-undang mendapat keyakinan
bahwa seseorang yang
dianggap dapat bertanggungjawab, telah
bersalah atas perbuatan
yang dituduhkan atas Dengan
adanya
ketentuan perundang-undangan diatas,
maka dalam proses
penyelesaian perkara pidana
penegak hukum wajib
mengusahakan pengumpulan bukti
maupun fakta mengenai
perkara pidana yang
ditangani dengan selengkap
mungkin. Adapun mengenai
alat-alat bukti yang
sah sebagaimana dimaksud
diatas dan yang
telah ditentukan menurut
ketentuan perundang-undangan adalah
sebagaimana diatur dalam
Undang-undang No.8 Tahun
1981 tentang Kitab
Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) pada Pasal 184 ayat (1).
Mengenai perlunya
bantuan seorang ahli
dalam memberikan keterangan yang terkait dengan kemampuan dan
keahliannya untuk membantu pengungkapan dan
pemeriksaan suatu perkara
pidana, Prof. A.
Karim dari seseorang
mungkin jauh lebih
luas daripada orang
lain, namun pengetahuan dan pengalaman setiap manusia
tetap terbatas adanya. Maka oleh sebab itulah
selalu ada kemungkinan
bahwa ada soal-soal
yang tidak dapat dipahami
secukupnya oleh seorang penyidik dalam pemeriksaan pendahuluan, ataupun
seorang hakim di
muka persidangan sehingga
ia perlu diberi pertolongan oleh orang-orang yang memiliki
sesuatu pengetahuan tertentu.
Bantuan seorang ahli yang
diperlukan dalam suatu proses pemeriksaan perkara
pidana, baik pada
tahap pemeriksaan pendahuluan
dan pada tahap pemeriksaan lanjutan
di sidang pengadilan,
mempunyai peran dalam membantu aparat
yang berwenang untuk
membuat terang suatu
perkara pidana, mengumpulkan
bukti-bukti yang memerlukan
keahlian khs, memberikan
petunjuk yang lebih
kuat mengenai pelaku
tindak pidana, serta pada akhirnya
dapat membantu hakim
dalam menjatuhkan putusan
dengan tepat terhadap
perkara yang diperiksanya.
Pada tahap pemeriksaan pendahuluan
dimana dilakukan proses
penyidikan atas suatu
peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak pidana, tahapan
ini mempunyai peran yang cukup penting bahkan
menentukan untuk tahap
pemeriksaan selanjutnya dari keseluruhan proses
peradilan pidana. Tindakan
penyidikan yang dilakukan oleh
pihak Kepolisian atau
pihak lain yang
diberi wewenang oleh
undangundang untuk melakukan tindakan penyidikan, bertujuan untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti tersebut dapat membuat terang tindak pidana
yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya.
Menempatkan keterangan ahli
sebagai alat bukti yang sah, merupakan hal yang dapat dicatat sebagai
salah satu kemajuan
dalam pembaruan hukum.
Mungkin pembuat undang-undang menyadari bahwa sudah tidak
dapat dipungkiri lagi pada saat perkembangan
ilmu dan teknologi, keterangan ahli memegang peranan dalam penyelesaian
kasus pidana. Sebagai
suatu tindak pidana dalam
ranah publik, maka
peranan ahli dibutuhkan
untuk menjernihkan pemahaman
terutama kepada hakim,
bagaimana konstruksi hukum
yang semestinya dibangun
dari hasil penyidikan,
dakwaan, dan tuntutan
yang disampaikan di
pengadilan.
(Isharyanto, Keterangan
Ahli Sebagai Pengembanan
Hukum Untuk Pencerahan
Hukum,http://www.hukum.com/makalah-seminar) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana memberikan
definisi penuntutan sebagai
tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal
dan cara yang diatur dalam
undang-undang ini dengan permintaan
supaya diperiksa dan
diputus oleh hakim
di sidang pengadilan.
Tujuan dari hukum acara pidana
adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati
kebenaran materiil, yaitu
kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu kasus atau
perkara pidana yang menyimpang dalam masyarakat.
Penuntutan yang dilakukan
oleh kejaksaan merupakan salah
satu langkah penting
untuk menjerat pelaku
tindak pidana pemalsuan surat yang kemudian
ditempuh dalam proses
pembuktian di pengadilan.
Skripsi Hukum:Tinjauan yuridis konstruksi hukum pembuktian materiil dakwaan penuntut umum dengan alat bukti keterangan ahli dan pengaruhnya terhadap putusan yang dijatuhkan hakim dalam perkara pemalsuan surat
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI
Bab I
|
Download
| |
Bab II
|
Download
| |
Bab III - V
|
Download
| |
Daftar Pustaka
|
Download
| |
Lampiran
|
Download
|