BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Notaris adalah
Pejabat umum yang
diangkat oleh Pemerintah
untuk membantu masyarakat umum
dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat. Perlunya
perjanjian-perjanjian tertulis ini dibuat
dihadapan seorang notaris
adalah untuk menjamin
kepastian hukum bagi
para pihak yang
melakukan perjanjian. Perjanjian
digunakan dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang
perbankan, pertanahan, kegiatan sosial,
dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin
meningkat sejalan dengan
berkembangnya tuntutan akan
kepastian hukum dalam
berbagai hubungan ekonomi
dan sosial, baik
pada tingkat nasional, regional, maupun global. Notaris
produk akhirnya yaitu akta otentik.
Every stepof the
notarial process requires
the notary to
pass judgement regarding each
component of the process. The public trust placed in the notary is profound : it trusts the notary
to make a complete journal record of the
notarial act to protect the document signer, to protect the public at large, and
to protect the
interests of the
courts. The public
trusts the notary
to reasonable care. It trusts the
notary to verify the signature to the document that is being notarized is genuine and was made
willingly and freely. It trusts the notary
to utilize notarial
wording that complies
with state law,
that is understanable, clear, and complete (Peter Van
Ais, 2008:57).
Akta otentik
sebagai alat bukti terkuat
dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum
dalam kehidupan masyarakat.
Melalui akta
otentik yang menentukan
secara jelas hak
dan kewajiban, menjamin
kepastian hukum, dan
sekaligus diharapkan pula
dapat dihindari terjadinya sengketa (Rahmad Hendra, 2013: 2).
Tujuannya adalah agar supaya akta
tersebut dapat digunakan sebagai bukti
yang kuat jika suatu saat terjadi
perselisihan antara
para pihak atau
ada gugatan dari
pihak lain. Begitu pentingnya
fungsi dari akta
Notaris tersebut, oleh
karena itu untuk 1
menghindari tidak
sahnya dari suatu
akta, maka lembaga
Notaris diatur didalam
Peraturan Jabatan Notaris
untuk selanjutnya ditulis
(PJN), yang sekarang
telah diganti oleh Undang-undang Nomor
30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris dan
selanjutnya disebut Undang-Undang Jabatan Notaris yang disingkat UUJN.
Pada tanggal
6 Oktober 2004
diundangkan Undang-Undang No. 30
Tahun
2004 tentang Jabatan
Notaris. Diundangkannya UUJN ini
tentu saja disambut baik oleh kalangan Ilmu Hukum, Hukum Notariat, dan masyarakat pada
umumnya terlebih lagi
mereka yang biasa
menggunakan layanan dari notaris. Notariat,
dalam posisi Pejabat
Notaris dan Hukum
Notaris secara umum
kini lebih efisien
menuju kodifikasi yang
positif. Dengan diundangkannya UUJN maka tidak berlaku lagi
peraturan berikut ini : 1. Reglement op
Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb
1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara
Tahun 1945 Nomor 101; 2. Ordonantie 16
September 1931 tentang Honorarium Notaris; 3.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris
Sementara (Lembaran Negara
Tahun 1954 Nomor
101, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 700); 4. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor
34, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4379); dan 5.
Peraturan Pemerintah Nomor
11 Tahun 1949
tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris (Pasal 91 UUJN) Sejak berlakunya UUJN peraturan perihal jabatan dan Hukum Notaris sudah
terkodifikasi di dalam
satu Undang-Undang saja.
Kondisi seperti ini membuat hukum
menjadi lebih efisien
dengan harapan dapat
mendukung aktifitas perikatan
menjadi lebih teratur
dan ada kepastian
hukum, dalam rangka
menuju kepada tujuan
hukum itu sendiri
yang salah satunya
adalah keadilan
(http://idehukum.blogspot.com/2012/05/sejarah-lahirnya-notaris.html diakses
pada tanggal 28 April 2013 pukul 10.50 WIB).
Kewenangan notaris telah disebutkan dalam Pasal 15
Undang-Undang Jabatan Notaris
dari ayat (1)
sampai ayat (3)
dapat dibagi menjadi kewenangan
umum notaris ,
kewenangan khs notaris
dan kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian (Habib
Adjie, 2012: 13). Kewenangan notaris sebagaimana
dimaksud didalam Pasal
15 UUJN dengan
profesinya sebagai pembuat
akta otentik disertai
dengan perkembangan kebutuhan masyarakat yang begitu pesat dan dinamis telah
meningkatkan intensitas dan kompleksitas hubungan
hukum yang tentunya
memerlukan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang
berintikan kebenaran dan keadilan.
Memahami syarat-syarat
otentisitas dan sebab-sebab
kebatalan suatu akta notaris, sangat
penting untuk menghindari
secara preventif adanya
cacat yuridis akta
notaris yang dapat
mengakibatkan hilangnya otentisitas
dan batalnya akta
notaris itu, serta
memudahkan setiap notaris
dalam membuat akta-akta notaris sesuai
dengan Undang-Undang jabatan
Notaris dan aturanaturan hukum lainnya yang berlaku
(Pieter E. Latumeten, 2011: 31).
Dalam menjalankan kewenangannya
notaris dalam membuat suatu akta notaris
harus
sesuai dengan ketentuan
yang diatur di
dalam UUJN, apabila tidak
memenuhi salah satu
atau beberapa unsur
tersebut maka suatu akta notaris tersebut
mengakibatkan kebatalan maupun
pembatalan akta notaris.
Hal ini
menunjukkan bagaimana pertanggungjawaban notaris
dalam melaksanakan kewenangan
maupun kewajibannya. Dalam
kenyataaannya notaris nakal
jelas ada. Tetapi
notaris yang menjadi
sasaran pemerasan juga ada.
Di dalam prakteknya banyak notaris yang melakukan penyimpangan atau kesalahan
di dalam membuat
akta notaris, baik
itu disebabkan karena ketidakjujuran notaries itu sendiri atau para
pihak yang menghadap. Misalnya dalam praktek
notaris dan sering
dilakukan oleh para
notaris yaitu membuat
Covernote yang berisi
pernyataan atau keterangan
notaris yang menyebutkan
atau menguraikan bahwa
tindakan hukum tertentu
para pihak/penghadap untuk
akta-akta tertentu telah
dilakukan di hadapan Notaris
dan sudah pasti
Covernot tersebut ditandatangani dan
dibubuhi cap/stempel Notaris yang bersangkutan. Padahal Covernote
tersebut hanya pernyataan atau
keterangan dari notaris
yang bersangkutan dan
tidak bernilai hukum
apapun, tapi dalam praktek
notaris seakan-akan Covernote menj
yang dapat dilandasi
tindakan hukum lainnya.
Jika Covernote tersebut
ternyata tidak benar,
mana hal tersebut
tanggungjawab Notaris sepenuhnya
dengan segala akibat hukumnya,
sedangkan Notaris membuat
dan mengeluarkan Covernote
di luar kewenangan sebagai
notaris.
Berdasarkan uraian latar belakang
diatas penulis hendak mengkaji dan menelaah lebih
lanjut tentang kebatalan
dan pembatalan akta
notaris berdasarkan dengan
undang-undang yang telah mengatur tentang akta notaris yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris. Disini YURIDIS TENTANG
KEBATALAN DAN PEMBATALAN
AKTA NOTARIS DALAM
PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 30 B.
Rumusan Masalah Berdasarkan
uraian latar belakang
diatas, penulis akan
merumuskan masalah untuk
dikaji secara lebih
rinci. Adapun pokok
permasalahan yang akan diangkat dan dikaji dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut : 1.
Alasan-alasan yuridis apa
saja yang menyebabkan
kebatalan dan pembatalan akta notaris ? 2. Bagaimana
implikasi hukumnya mengenai
kebatalan dan pembatalan akta
notaris tersebut berdasarkan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris ? C. Tujuan
Penelitian Tujuan penelitian merupakan
suatu target yang
ingin dicapai dalam suatu penelitian
sebagai suatu solusi
atas masalah yang
dihadapi (tujuan objektif), siapapun untuk memenuhi kebutuhan
perorangan (tujuan subjektif).
Skripsi Hukum:Tinjauan Yuridis Tentang Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI
Bab I
|
Download
| |
Bab II
|
Download
| |
Bab III - V
|
Download
| |
Daftar Pustaka
|
Download
| |
Lampiran
|
Download
|