BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan
Republik Indonesia merupakan
Negara Hukum sebagaimana
tertuang dalam Pasal
1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke
empat yang bunyinya
“Negara Indonesia adalah
Negara Hukum. Sebagai
Negara Hukum Indonesia
tentu selalu menjunjung
tinggi tegaknya hukum
di Indonesia. Penegakan
hukum merupakan tahapan
setelah berakhirnya pembuatan
hukum. Penegakan hukum
adalah pelaksanaan secara konkrit
atas hukum yang
telah dibuat kedalam
kehidupan masyarakat seharihari (Satjipto Rahardjo, 2006:181).
Salah satu
isu penegakan hukum
yang saat ini
cukup aktual adalah mengenai penanganan terhadap perkara tindak
pidana narkotika. Permasalahan narkotika di
Indonesia sebenarnya bukanlah
masalah baru, hal
ini terlihat dengan
telah adanya Undang-Undang
yang mengatur Narkotika
sejak tahun 1976
yaitu dengan adanya
Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1976 tentang Narkotika
artinya pada era
tersebut Narkotika telah
menjadi masalah yang cukup menyita
perhatian di Negara
Indonesia. Undang-Undang tersebut kemudian
diganti dengan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun
1997 tentang Narkotika, akhirnya pada tahun 2009 diganti
dengan Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Peredaran narkotika
yang semakin meluas
tersebut tentu mengakibatkan semakin meningkatnya korban serta
perkara-perkara narkotika yang masuk dan ditangani
oleh penegak hukum
di Indonesia, baik
yang penyidikannya ditangani oleh Kepolisian maupun Badan
Narkotika Nasional (BNN). Statistik tindak pidana narkotika/narkoba yang ada di
Indonesia pada periode 2007 -2011 telah diungkap
sebanyak 138.627 perkara
baik yang ditangani
Polri maupun BNN.
(http://bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/deputi-pemberantasan/da
takasus-narkoba/10234/datatindakpidana-narkoba-indonesia-tahun-2007-2011)
Peredaran narkotika
sendiri tidak hanya
beredar di kalangan
masyarakat umum, tapi sudah meluas hingga lingkungan
pemasyarakatan. Bahkan, hal ini diakui oleh
Menteri Hukum dan
HAM Amir Syamsuddin,
Menteri yang memimpin
Direktorat Jendral Pemasyarakatan yang
menangani pemasyarakatan, diungkapkannya pada
tahun 2011 tercatat
penggagalan 98 kasus
penyelundupan narkotika di
dalam lapas, sedangkan
tahun 2012 baru mengungkap 12
kasus.
(http://nasional.kompas.com/read/2012/04/28/ 732/
Menhuk.dan.HAM.Akui.Peredaran.Narkoba.di.Lapas).
Dalam penanganan
perkara pidana narkotika,
penyidikannya bisa dilakukan
oleh Kepolisian maupun
BNN tergantung siapa
yang mengungkap perkara narkotika tersebut. Proses setelah
penyidikan adalah penuntutan yang dilakukan
oleh Kejaksaan, yang
kemudian perkara tersebut
dilimpahkan ke Pengadilan
Negeri yang berwenang
mengadili perkara tersebut.
Setelah menerima perkara
Pengadilan Negeri tersebut melakukan
pemeriksaan perkara dengan acara
biasa, yang hingga
akhirnya menjatuhkan putusan.
Apabila penuntut umum
atau terdakwa tidak
dapat menerima putusan
tersebut, maka putusan
dapat dimintakan banding
ke Pengadilan Tinggi
sesuai dengan Pasal 67 KUHAP semua putusan dapat dimintakan
banding kecuali terhadap putusan bebas, lepas
dari tuntutan hukum
yang menyangkut masalah
kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam
acara cepat.
Permohonan banding dalam
Pasal 233 ayat (2) dapat diajukan
maksimal 7 hari setelah putusan itu
dijatuhkan atau diberitahukan kepada terdakwa, sesuai Pasal
237 KUHAP selama belum dilakukan pemeriksaan pada tingkat banding boleh menyerahkan memori banding atau kontra
memori banding. Sesuai Pasal 241 ayat (1)
KUHAP dalam tingkat
banding Pengadilan Tinggi
dapat menjatuhkan putusan
yang isinya menguatkan,
mengubah, atau membatalkan putusan
Pengadilan Negeri, dalam
hal membatalkan maka
Pengadilan Tinggi mengadakan putusan sendiri. Apabila
putusan Pengadilan Tinggi masih belum memenuhi rasa keadilan yang diinginkan oleh
para pihak, maka dapat diajukan Kasasi ke
Mahkamah Agung. Sesuai
dengan Pasal 244
KUHAP terhadap putusan
perkara pidana yang
diberikan pada tingkat
terakhir oleh pengadilan lain
selain daripada Mahkamah
Agung dapat diajukan
kasasi oleh terdakwa atau penuntut umum, kecuali terhadap putusan
bebas. Pengajuan kasasi dapat dilakukan maksimal
14 hari setelah
putusan yang akan diajukan kasasi diberitahukan
kepada terdakwa sesuai
Pasal 245 ayat
(1) KUHAP dan maksimal setelah
14 hari pengajuan
kasasi para pemohon
wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan
kasasinya sebagaimana diatur dalam Pasal
248 ayat (1) KUHAP.
Salah satu
kasus terjadinya peredaran
narkotika di Lembaga Pemasyarakatan, tepatnya
di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Nusakambangan
di Cilacap, yang
dari tempatnya sudah
menunjukkan bahwa orang-orang yang berada di dalamnya adalah
para pelaku kejahatan narkotika.
Tetapi kasus yang terjadi ini
menunjukkan bahwa pelaku narkotika masih tetap memiliki nyali dan tidak ada rasa jera.
Kegiatan peredaran
narkotika tersebut cukup
terorganisir dilakukan oleh salah satu
warga binaan yaitu
SYAFRUDIN Als SYAF
Als ISAP Als CAPTEN bersama rekan-rekannya baik yang sesama
sebagai warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan tersebut
maupun yang berada
di Lembaga Pemasyarakatan
lain serta dengan
orang-orang lain yang
bukan merupakan warga
binaan. Dari kesemuanya
itu ada beberapa
yang merupakan pelaku kejahatan
narkotika dalam perkara
berbeda-beda yang juga
sedang menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan tersebut.
Pihak yang turut terlibat dalam kasus
tersebut adalah pejabat di lembaga pemasyarakatan
yaitu mantan Kepala
Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan dan Kepala Sub Bidang Pembinaan
dan Pendidikan Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika, yang juga
turut menerima uang
hasil peredaran narkotika
tersebut dan turut
melancarkan kegiatan peredaran
narkotika di dalam
lembaga pemasyarakatan tersebut.
Perkara dengan terdakwa SYAFRUDIN Als SYAF Als ISAP Als CAPTEN diungkap oleh BNN , yang tepatnya pada Jumat 10 Juni 2011 ditangkap
oleh tim dari BNN yang dipimpin langsung
oleh Direktur Narkotika Alami BNN, Brigjen Pol Benny Mamoto di dalam
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Nusakambangan Cilacap.
(http://www.jpnn.com/read/2011/06/11/94760/Lagi,-BNN-Bekuk-Bandar-Nark oba-di-LP-Nusakambangan-)
Perkara tersebut menjadi semakin menarik karena dalam perkara tersebut yang
menjadi obyek barang
bukti narkotika yang
ditemukan saat terjadi penangkapan salah satu rekan dari pelaku SYAFRUDIN Als SYAF Als ISAP Als
CAPTEN yaitu Giam
Hwei Liang Alias
Toni Alias Hartoni
Jaya Buana ditemukan 3 paket shabu-shabu yang jika ditotal hampir mencapai 300 gram.
Shabu-shabu dengan berat sebanyak
itu merupakan hal yang luar biasa banyak, apalagi
hal tersebut ternyata
ada di dalam
sebuah Lembaga Pemasyarakatan Narkotika.
Semakin menarik lagi bahwa keseluruhan atas operasi perdagangan narkotika
yang dilakukan SYAFRUDIN
Als SYAF Als ISAP
Als CAPTEN dari dalam Lembaga
Pemasyarakatan tersebut mecapai lebih dari 10 kilogram shabu-shabu
dengan nilai yang
mencapai setidaknya Rp
10.000.000.000,-(sepuluh
miliar rupiah) sebuah
hal yang sangat
luar biasa, di
tengah sedang gencar-gencarnya pemerintah melakukan gerakan
pemberantasan narkotika.
Skripsi Hukum:Telaah Yuridis Kesalahan Dalam Cara Mengadili Sebagai Alasan Hukum Pengajuan Kasasi Dan Relevansinya Dengan Asas Kemanfaatan Dalam Putusan Perkara Narkotika (Studi Kasus Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2094 KPi
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI
Bab I
|
Download
| |
Bab II
|
Download
| |
Bab III - V
|
Download
| |
Daftar Pustaka
|
Download
| |
Lampiran
|
Download
|