BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perkembangan
derajat kesehatan masyarakat
suatu negara ataupun
dalam suatu daerah dapat dilihat
dari kejadian kematian dalam masyarakatnya dari waktu ke
waktu. Kejadian kematian
ini juga dapat
digunakan sebagai indikator
dalam penilaian keberhasilan
pelayanan kesehatan serta program pembangunan di sektor kesehatan
(Depkes RI, 2006). Menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia kematian maternal merupakan jumlah
wanita yang meninggal karena kematian yang
berhubungan dengan gangguan
kehamilan maupun penanganannya,
tetapi bukan karena
kecelakaan atau kebetulan
selama masa kehamilan,
melahirkan serta masa
nifas tanpa memperhitungkan masa kehamilannya
per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan laporan World Health Organization (2008) angka kematian ibu di dunia pada tahun 2005 sebanyak 536.000.
Kematian ini dapat disebabkan oleh 25%
perdarahan, 20% penyebab tidak langsung, 15 % infeksi, 13 % aborsi yang tidak aman, 12 % eklampsi, 8 % penyulit
persalinan, dan 7 % penyebab lainnya.
Perdarahan yang
terjadi pada kehamilan
muda disebut abortus
sedangkan pada kehamilan
tua disebut perdarahan
antepartum. Yang termasuk
perdarahan antepartum antara
lain plasenta previa,
solusio plasenta, ruptur
uteri (Chalik, 2008).
Menurut Survei
Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2007 menyebutkan bahwa
Angka Kematian Ibu
(AKI) sebanyak 228
per 100.000 kelahiran hidup pada priode tahun 2003 sampai
2007. Pada tahun 2009 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu
390 per 100.000 kelahiran hidup.
Dari hasil
survei tersebut terlihat
adanya peningkatan angka
kematian ibu di Indonesia
(Depkes RI, 2009). Angka kematian ibu
selama tahun 2006 sebanyak 237 per
100.000 kelahiran hidup.
Dari total 4.726
kasus plasenta previa
pada tahun 2005 didapati 40 orang
ibu meninggal akibat plasenta previa
(Depkes RI, 2 2005).
Sedangkan pada tahun
2006 dari total
4.409 kasus plasenta
previa didapati 36 orang ibu
meninggal akibat plasenta previa (Depkes RI, 2006).
Plasenta previa
adalah plasenta yang
melekat pada bagian
segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau
seluruh jalan lahir yang ditandai dengan perdarahan
diatas usia 28
minggu tanpa ada
nyeri (Chalik, 2008).
Menurut Faiz & Ananth(2003)
prevalensi plasenta previa di USA (United State) dijumpai
sebanyak 4,0 %
dari 1000 kelahiran.
Menurut Romundstad et al
(2006) jumlah kasus plasenta previa pada tahun 1988-2000 di Norwegia sebanyak 1949 kasus dari 845.384 kehamilan.
Menurut Abdat
(2010) di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta
tahun 2009 terdapat 78 kasus plasenta previa dari total
1457 persalinan. Menurut Tambunan (2008)
penyebab kasus perdarahan terbanyak di RSUD dr. Pirngadi tahun 2007 yaitu plasenta previa sebanyak 30 orang (51,7
%). Menurut Gultom (2009) kasus perdarahan antepartum
tertinggi di RS
St. Elisabeth Medan
pada priode 2004-2008 yaitu kasus plaenta previa sebanyak
79 orang.
Persalinan seksio sesarea
merupakan metode persalinan yang menjadi pilihan pada
penderita plasenta previa.
Seksio sesarea merupakan
salah satu faktor penting
untuk menurunkan angka
kematian ibu maupun
janin (Decherney, Nathan,
goodwin, Laufer, 2007).
Persalinan seksio sesarea
juga dapat menurunkan angka kesakitan pada fetus pada
kasus kelainan letak (sungsang dan lintang),
serta kasus plasenta previa (Gant & Cunningham, 1999). Oleh karena itu untuk mengurangi angka kematian ibu dan
janin akibat perdarahan yang terjadi pada kasus
plasenta previa perlu
dilakukan persalinan seksio
sesarea. Menurut WHO
(2001-2003) dalam Sinaga
(2008) prevalensi persalinan
seksio sesarea di Inggris pada
tahun 2004 sebanyak
24,5 %, sedangkan
di Kanada yaitu
22,5 % kasus persalinan seksio sesarea.
Contoh Skripsi Kedokteran:Prevalensi Persalinan Seksio Sesarea atas Indikasi Plasenta Previa
Downloads Versi PDF >>>>>>>Klik Disini
Bab I
|
Downloads
| |
Bab II
|
Downloads
| |
Bab III - V
|
Downloads
| |
Daftar Pustaka
|
Downloads
| |
Lampiran
|
Downloads
|