BAB PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Stroke
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di
Indonesia dengan perbandingan antara cacat dan mati dari penderita stroke
adalah empat berbanding satu. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan
medis yang harus ditangani secara cepat, tepat dan cermat.
Stroke adalah sindrom klinis yang
awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis yang
berlangsung 24 jam atau lebih yang langsung menimbulkan kematian, dan semata –
mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan
peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa
jam ( kebanyakan 10 – 20 menit ), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai
serangan iskemia otak sepintas ( transient ischaemia attack = TIA ) (Mansjoer,
2000,).
Insiden stroke di Amerika Serikat
kurang lebih 700.000 pertahunnya dan merupakan penyebab kematian ketiga setelah
penyakit jantung koroner serta kanker (Caplan, 2000; dalam Ritarwan, 2002).
Sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik dan sekitar 85% dari semua stroke
disebabkan oleh stroke iskemik atau infark. (Gofir, 2009).
Dari data penderita rawat inap di
bangsal nurologi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada tahun 2010 diperoleh
bahwa 365 pasien stroke yang opname, 251 pasien (68 %) merupakan stroke iskemik
dan 114 pasien (32%) merupakan stroke hemoragik. (Departemen Neurologi, 2006).
. Stroke Iskemik paling sering
disebabkan oleh proses aterotrombosis dan emboli kardiogenik, sedangkan 2/3
kasus stroke hemoragik berhubungan dengan hipertensi dan 20% karena perdarahan
subarachnoid (Misbach, 1999; dalam Bangun, 2008).
Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia
dilakukan oleh survey ASNA (ASEAN Neurological Association)di 28 rumah sakit di
seluruh Indonesia.
Penelitian ini dilakukan pada
penderita stoke akut yang dirawat rumah sakit (hospital based study). Penderita
laki – laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun yaitu
11.8%, usia 45 – 64 tahun berjumlah 54.2%, dan diatas usia 65 tahun 33.5%
(Misbach, 2007).
. Kenaikan kadar glukosa darah
ditemukan pada 43% penderita stroke akut, dan 25% diantaranya adalah penderita
diabetes dan dalam jumlah yang sama (25%) ditemukan kenaikan Hemoglobin A1c
pada serum. Setengahnya lagi (50%) yaitu penderita non – diabetes dengan respon
hiperglikemia akibat stroke (Misbach, 1999; dalam Bangun, 2008) Diabetes
melitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuria, polidipsi dan
polifagi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia kronik.
Bila DM tidak segera diatasi akan terjadi gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak & protein, dan resiko timbulnya gangguan mikrovaskular atau
makrovaskular meningkat. Hiperglisemia timbul akibat berkurangnya insulin
sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke sel – sel otot, jaringan adiposa
atau hepar dan metabolismenya juga terganggu. Dalam keadaan normal, kira – kira
50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2dan air, 5%
diubah menjadi glikogen dan kira – kira 30 – 40% diubah menjadi lemak. Pada
diabetes melitus semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke
dalam sel hingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak (
Suherman, 2007).
Diabetes mellitus merupakan
faktor resiko untuk stroke, frekuensi diabetes cukup tinggi pada penderita
stroke. Pada penderita stroke aterotrombotik (iskemik) dijumpai 30% dengan
diabetes mellitus, dari sisanya ditemukan 59% dengan toleransi glukosa yang
abnormal. Mereka menyimpulkan bahwa 70% penderita stroke yang mereka selidiki
menderita diabetes mellitus yang nyata atau yang tersembunyi (Gertler dkk, 1975).
Dari 50 penderita TIA atau stroke yang mereka selidiki, 20% sebelumnya telah
diketahui menderita diabetes mellitus, 42% dari sisanya mempunyai konsentrasi
glikosilat hemoglobin yang abnormal.
Mereka menyimpulkan bahwa 62% penderitanya
mempunyai abnormalitas glikemik. Angka kejadian (prevalensi) diabetes pada
orang dewasa di Amerika Serikat ialah 6%, angka ini meningkat menjadi 16% pada
golongan usia 65 tahun ke atas (Riddle dan hart, 1982; WHO,1980; dalam
Lumbantobing, 2007).
Dalam suatu penelitian prospektif
analisis stroke telah menunjukkan prevalensi tinggi dari yang didiagnosa
diabetes (17 %) dan baru didiagnosa diabetes (11.4%) pada pasien dengan stroke
akut di unit rumah sakit stroke.
Angka ini secara signifikan lebih
tinggi dari prevalensi angka dalam kelompok usia sebanding (Kiers dkk, 1992).
Dalam sebuah penelitian
prospektif di rumah sakit. Seorang peneliti, menggunakan tata kriteria
diagnostik mencatat demografi, faktor risiko dan jenis stroke dan kematian yang
terjadi selama periode-pasien. HASIL: Seratus enam puluh tiga pasien dengan
stroke iskemik akut yang terdaftar dalam penelitian.
Diabetes mellitus tipe 2
ditemukan pada 90 (55.2%) pasien (Hamidon, 2003).
Dari penelitian Copenhagen Strokedimana
75% pasien diabetes diketahui mengalami DM terlebih dahulu baru mengalami
stroke, padahal 25% DM didiagnosis pada pasien yang rawat inap rumah sakit
dengan penyakit stroke.
Sejak diabetes diketahui mampu
menaikkan resiko aterosklerosis, hal itu terlihat bahwa DM menjadi faktor
resiko yang paling essensialpada sistem vaskular khsnya stroke iskemik. Pasien
dengan DM – stroke memiliki resiko kematian lebih tinggi daripada pasien stroke
tanpa DM (Antonios and Silliman , 2005 ).
Contoh Skripsi Kedokteran:Hubungan Diabetes Melitus dengan angka kejadian Stroke Fase Akut
Downloads Versi PDF >>>>>>>Klik Disini
Bab I
|
Downloads
| |
Bab II
|
Downloads
| |
Bab III - V
|
Downloads
| |
Daftar Pustaka
|
Downloads
| |
Lampiran
|
Downloads
|