Skripsi Hukum:Penggunaan Mediasi dalam Penyelesaian Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Sukoharjo


  BAB  PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Kecangihan  teknologi  semakin  mendorong  perkembangan  kehidupan  manusia.  Pola  hidup  dan  pola  pikir  manusia  semakin  didorong  untuk  berubah  cepat mengikuti perkembangan jaman. Salah satu dampak dari perkembangan itu  adalah semakin berkembangnya kejahatan yang dilakukan, baik dari segi kuantitas  dan kualitas kejahatan. Apabila mencermati dari perkembangan tersebut kejahatan  seakan-akan menjadi hal yang biasa. Pelaku kejahatan seakan-akan menunjukkan  kemerosotan  moralitas  dan  pelaku  seakan  tidak  takut  terhadap  sanksi  hukuman  yang dijatuhkan.

Salah satu kejahatan  yang mengalami perkembangan adalah tindak pidana  pembunuhan.  Tindak  pidana  pembunuhan  dilakukan  dengan  cara  yang  konvensional,  namun  seiring  perkembangan  kehidupan,  manusia  melakukan  tindak  pidana  pembunuhan   pembunuhan  dengan  beberapa  cara.  Hal  tersebut  semakin  menunjukkan  penurunan  moralitas  manusia  dan  semakin  tidak  menghargai hak manusia untuk hidup, karena pada hakekatnya tidak ada manusia  yang  berhak  merampas  hak  hidup  manusia  lainnya.  Mahfud  MD  seperti  dikutip  dari  makalah  Suwandi,  hak  asasi  manusia  diartikan  sebagai  hak  yang  melekat  pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan hak tersebut dibawa  manusia  sejak  lahir  ke  muka  bumi  sehingga  hak  tersebut  bersifat  fitri  (kodrati),  bukan merupakan pemberian manusia atau negara (Suwandi, 2009:39).
Seiring  dengan  kehidupan  manusia  yang  semakin  lama  semakin  berkembang,  tindak  pidana  pembunuhan  juga  mengalami  perkembangan  dalam  modus  operandi  yang  dilakukan.  Tindak  pidana  pembunuhan  tidak  lagi  dengan  dibunuh kemudian membuang mayat korbannya, akan tetapi semakin berkembang  dengan  cara  yang  lain  seperti  membakar  mayat  korban  atau  memotong-motong  tubuh  korban  menjadi  beberapa  bagian  kemudian  membuangnya  atau  biasa  disebut  dengan  istilah  mutilasi.  Pembunuhan  mutilasi  sendiri  adalah  kejahatan  menghilangkan  nyawa  manusia  dengan  memotong-motong  tubuh  korban      dikarenakan adanya rasa tidak puas apabila korban tidak menderita, dalam aksinya  pelaku menggunakan berbagai cara dan teknik yang dijalankan demi menghabisi  nyawa korban yaitu dengan cara dipukul, menggunakan benda tumpul, di cekik, di  tusuk  sampai  korban  tidak  bernyawa  lagi  untuk  menghilangkan  jejaknya  maka  korban  memutilasi  (Rangga  Bima  Ardawiyanto,  2011:48).  Dalam  tindak  pidana  pembunuhan  mutilasi  tersangka  melakukan  mutilasi  dengan  memotong-motong  tubuh korban agar perbuatan tersangka tidak diketahui orang lain.
Mencermati  banyaknya  kasus  pembunuhan  yang  dilakukan,  seperti  yang  dikutip  dalam  tempo  online,  yang  memuat  5  (lima)  pembunuhan  mutilasi  yang  menggegerkan  Jakarta  dalam  kurun  waktu  Tahun  2009  sampai  2013,  yang  pertama  adalah  pembunuhan  yang  dilakukan  Bakeuni  (Babe),  yang  telah  membunuh dan memutilasi 8 anak jalanan, kedua mutilasi yang dilakukan oleh Sri  Rumiyati  memutilasi  suaminya  sendiri  karena  sering  mendapat  perlakuan  kasar  dari  suaminya  kemudian  Yati  membunuh  dan  memutilasi  tubuh  suaminya  kemudian  dibuang  di  dalam  bus,  ketiga  adalah  pembunuhan  mutilasi  yang  dilakukan oleh Very Idham Henyansyah (Ryan Jombang) yang telah membunuh  dan  memutilasi  korbannya  didasari  rasa  cemburu,  dan  Ryan  juga  terbukti  telah  melakukan  pembunuhan  terhadap  10  (sepuluh)  orang  lainnya  di  Jombang,  keempat  adalah  pembunuhan  yang  dilakukan  Rahmad  Awiwi  yang  tega  membunuh dan memutilasi 2 (dua) korbannya, yaitu ibu dan anaknya dikarenakan  korban  meminta  pertanggungjawaban  kepada  tersangka  untuk  dinikahi  karena  korban  telah  hamil  6  (enam)  bulan,  yang  kelima  adalah  pembunuhan  mutilasi  yang baru terjadi di awal tahun 2013, pembunuhan mutilasi yang dilakukan oleh  Benget Situmorang yang memutilasi istrinya dan membuang potongan–potongan  tubuh korban di Tol Cikampek (www.tempo.co/topik/masalah/528.mutilasi).
Tindak pidana pembunuhan dengan cara mutilasi dilihat dari kelima kasus  diatas  dilakukan  karena  tersangka  ingin  menutupi  perbuatannya  agar  tidak  diketahui orang lain. Kata mutilasi sendiri sering dipakai oleh media massa untuk  menggambarkan tindakan pembunuhan yang disertai kekerasan berupa memotong  bagian-bagiantubuh  korban,  sedangkan  dalam  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  (KBBI)  sendiri  mengartikan  mutilasi  dengan  tindakan  memotong-motong      (biasanya)  tubuh  manusia  atau  hewan.  Dalam  hukum  pidana  sendiri  pengertian  mutilasi sendiri tergambar dalam Black Law dictionary, dalam kamus ini mutilasi  diartikan  the  act  of  cutting  off  or  permanently  damaging  a  body  part,  esp.  an  essential  one  (http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6874/kriminologi-%28kejahatan-mutilasi%29).
Perkembangan  kejahatan  seperti  dalam  tindak  pidana  pembunuhan  mutilasi  juga  membuat  perkembangan  dalam  pemberian  hukuman  terhadap  tersangka  pembunuhan  mutilasi.  Pemberian  hukuman  untuk  menjatuhkan  hukuman terhadap tersangka pembunuhan mutilasi tidaklah mudah. Pembunuhan  mutilasi  dianggap  tidak  berbeda  dengan  pembunuhan  biasa  (Rangga  Bima  Ardawiyanto,  2011:  41).  Dalam  pembunuhan  mutilasi  sering  kali  sulit  menentukan  apakah  mutilasi  itu  termasuk  dalam  pembunuhan  biasa  atau  pembunuhan  berencana,  menginggat  mutilasi  adalah  cara  yang  dipakai  untuk  mengaburkan pembunuhan yang dilakukan.
Tindak  pidana  pembunuhan  mutilasi  sulit  untuk  diungkap  karena  pengaburan  kejahatan  yang  dilakukan.  KUHP  sendiri  masih  memasukkan  pembunuhan mutilasi ke dalam pembunuhan biasa atau pembunuhan berencana,  dilihat  dalam  kasus  apakah  tersangka  memutilasi  korban  dengan  direncanakan  terlebih  dahulu  ataukah  dilakukan  secara  spontan.  Kepolisian  dalam  melakukan  penyidikan  harus  secara  cermat  dan  teliti,  karena  karakteristik  pembunuhan  mutilasi  sendiri.  Hakim  harus  menggali  fakta-fakta  dalam  persidangan  sehingga  dapat  membuktikan  apakah  pembunuhan  mutilasi  tersebut  masuk  ke  dalam  pembunuhan biasa yang dilakukan secara spontan untuk memutilasi korban, atau  tindak  pidana  pembunuhan  mutilasi  dilakukan  dengan  rencana  terlebih  dahulu  untuk memutilasi tubuh korban. Hukum pidana sendiri adalah alat atau instrumen  yang penting dalam proses pencegahan dan pemberantasan kejahatan yang terjadi.
Hukum pidana adalah instrumen yang dampaknya jauh ke dalam kehidupan setiap  orang yang bersentuhan dengannya (anonim, 2012:iv).
Dampak  yang  ditimbulkan  dari  adanya  tindak  pidana  pembunuhan  mutilasi  sangat  besar,  pembunuhan  yang  dilakukan  dulu  masih  secara  konvensional  seperti  pembunuhan  tanpa  disertai  dengan  mutilasi  sebagai  upaya      untuk  mengaburkan  kejahatan,  sekarang  sudah  dianggap  sangat  biasa.  Seiring  dengan  berkembangnya  kehidupan  manusia  pembunuhan  yang  dilakukan  pembunuhan  yang  dilakukan  semakin  berkembang  dengan  memutilasi  tubuh  korban  sehingga  pelaku  semakin  sulit  untuk  dilacak.  Tubuh  korban  yang  dipotong-potong dan ditemukan dalam kondisi yang terpisah. Upaya hukum yang  dilakukan  untuk  kejahatan  pembunuhan  mutilasi  ini  harus  dilakukan  secara  preventif dan represif.
Hukum  pidana  adalah  salah  satu  upaya  untuk  menanggulangi  kejahatan.
Hukum  pidana  berperan  untuk  memberikan  hukuman  bagi  tersangka  dan  memberikan  keadilan  bagi  keluarga  korban  dan  masyarakat.  Hukum  pidana  merupakan  salah  satu  bentuk  perlindungan  terhadap  keselamatan  masyarakat.
� 3 < s � p"   Ferrini  membuahkan hasil yang berbeda ketika pada tanggal 11 Maret 2004, Pengadilan  Kasasi Italia (Corte di Cassazione) menyatakan bahwa pengadilan Italia memiliki  yurisdiksi  atas  klaim  kompensasi  terhadap  Jerman  yang  diajukan  oleh  Luigi  Ferrini  dengan  dasar  alasan  bahwa  imunitas  tidak  diberlakukan  pada  keadaan  suatu  tindakan  yang  merupakan  kejahatan  internasional.  Berdasarkan  putusan  tersebut,  klaim  diajukan  kembali  ke Pengadilan  Arezzo pada  tanggal  12  April  2007. Meskipun  klaim  tersebut  diterima  namun  klaim kompensasi tersebut telah  daluwarsa sehingga Luigi Ferrini mengambil langkah untuk mengajukan klaim ke  Pengadilan  Banding  Florence  di  Italia,  pengadilan  diadakan  pada  tanggal  17  Februari  2011 dengan putusan  bahwa Jerman  diharuskan  membayar kompensasi  kepada  Luigi  Ferrini  beserta  biaya  yang  dikeluarkan  pada  seluruh  proses  pengadilan  yang  telah  dijalani  Luigi  Ferrini.

Skripsi Hukum:Penggunaan Mediasi dalam Penyelesaian Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Sukoharjo
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI

Bab I
Download 
 Bab II
 Download 
 Bab III - V
 Download 
Daftar Pustaka
 Download 
Lampiran
Download