Skripsi Hukum:Kebijakan peraturan Bank Indonesia nomor 148PBI2012 tentang kepemilikan saham bank umum dalam penanganan akuisisi Bank Danamon


    BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Akuisisi agaknya menjadi trend dalam suatu grup usaha konglomerat yang  ingin  memperluas  jaringan  usahanya.  Terutama  bagi  kelompok  usaha  yang  ingin  berkembang  cepat  dalam  waktu  yang  relatif  singkat.  Dalam  sistem  perekonomian nasional di Indonesia, pelaksanaan akuisisi bukanlah sesuatu hal  yang  baru.  Selain  untuk  meningkatkan  kerjasama  antara  2  (dua)  perusahaan,  akuisisi   juga  dilakukan  guna  mencapai  sasaran  financial  tertentu.  Dalam  terminologis  bisnis,  akuisisi  diartikan  sebagai   bentuk  “pengambilalihan  kepemilikan  atau  pengendalian  atas  saham  atau  aset  suatu  perusahaan  oleh  perusahaan lain, dan dalam peristiwa  ini baik perusahaan pengambilalih atau  yang  diambil  alih  tetap  eksis  sebagai  badan  hukum  yang  terpisah”  (Abdul  Moin, 2003: 8).

Kegiatan  merger  dan  akuisisi  di  Indonesia  telah  berlangsung  pada  tahun  1990.  Kegiatan  ini  dilakukan  oleh  perusahaan  dengan  harapan  agar  dapat  memperkuat struktur modal dan memperoleh keringanan pajak. Perkembangan  merger  dan  akuisisi  tersebut  terus  berlangsung  sampai  sekarang.  Pada  saat  kondisi krisis, banyak perusahaan melakukan merger dan akuisisi dikarenakan  mengalami kesulitan dalam pendanaan.
Dalam  kegiatan  merger  dan  akuisisi  ada  dua  hal  yang  patut  dipertimbangkan yaitu nilai yang dihasilkan dari kegiatan akuisisi dan siapakah  pihak-pihak  yang  paling  diuntungkan  dari  kegiatan  tersebut.  Dengan  adanya  akuisisi diharapkan akan menghasilkan sinergi sehingga nilai perusahaan akan  meningkat (Sutrisno Sumarsih, 2004: 190). Pelaksanaan Merger, Konsolidasi,  dan  Akuisisi  merupakan  suatu  upaya  perusahaan  dalam  menyiasati  kondisi  ekonomi  melalui  bentuk  penggabungan diri  menjadi  satu  dengan perusahaan  yang  telah  ada  atau  meleburkan  diri  dengan  perusahaan  lain  atau  bahkan  membentuk perusahaan baru dengan maksud menghasilkan suatu sinergi baru  yang dapat meningkatkan kinerja perusahaaan.      Akhir–akhir  ini,  kegiatan  akuisisi  terlihat  semakin  meningkat,  baik  akuisisi  yang  dilakukan  oleh  perusahaan  nasional  maupun  akuisisi  yang  dilakukan  oleh  perusahaan  asing.  Di  sektor  perbankan,  upaya  merger,  konsolidasi dan akusisi pun suatu hal yang sering dilakukan (Jamal Wiwoho,  2011:  159).  Akuisisi  adalah Penggabungan  dua  perusahaan  yang  mana  perusahaan  akuisitor  membeli  sebagian  besar  saham  perusahaan  yang  diakuisisi,  sehingga  pengendalian  manajemen  perusahaan  yang  diakuisisi  berpindah kepada perusahaan akuisitor, sementara kedua perusahaan masingmasing  tetap  beroperasi  sebagai  suatu  badan  hukum  yang  berdiri  sendiri.
Banyak  alasan  pelaku  usaha  melakukan  hal  tersebut,  diantaranya  untuk  menciptakan bank yang lebih baik dengan merevitalisasi secara sadar sehingga  terbentuk  sinergi  yang  kuat  dan  akhirnya  memberikan  dampak  pada  sistem  perbankan  yang  sehat.  Namun  demikian,  tidak  dapat  dipungkiri  pula bahwa  dalam  pelaksanaan Merger,  Konsolidasi,  dan  Akuisisi  bank-bank  dengan  jumlah asset yang besar selalu menyimpan masalah yang pelik.
Kondisi ini bisa kita dijumpai pada rencana akuisisi PT Bank Danamon  Tbk  oleh Development  Bank  of  Singapore  (DBS)  Group  Holding.  Bank  Danamon  adalah  bank  terbesar  keenam  di  Indonesia  dengan  total aset  per  Desember 2011 mencapai Rp127 triliun dan laba bersih sebesar Rp3,34 triliun.
Bank  Danamon  merupakan  bank  swasta  yang  dimiliki  Temasek,  lembaga investasi Pemerintah Singapura (Sovereign Wealth Fund) yang ditangani divisi  keuangannya,  yaitu Fullerton  Financial  Holdings  Pte.  Ltd  melalui  anak  perusahaan  mereka,  Asia  Financial  Indonesia  Ltd  dengan  jumlah  saham  sebesar 67,42%.  Porsi  saham  inilah  yang  akan  dibeli  oleh  DBS  Group,  kelompok usaha yang bergerak di bidang keuangan dan perbankan, yang juga  seperti  halnya  Temasek  berada  di  bawah  kendali  Pemerintah  Singapura  (http://www.bisnis.com/articles/akuisisi-bank-danamon-apa-manfaatnyadiakses  tanggal 31 agustus 2012 pukul 19.00 WIB ).
Rencana  akuisisi  Bank  Danamon  melibatkan  nilai  yang  cukup  besar,  yaitu  Rp.45,2  triliun.  Jumlah  itu  merupakan  harga  yang  dikeluarkan oleh  Development  Bank  of  Singapore (DBS) untuk  membeli  67,42%  kepemilikan     saham Bank Danamon oleh Fullerton. Development Bank of Singapore (DBS)  adalah  sebuah  bank  yang  sebagian  besar  sahamnya  dimiliki  Pemerintah  Singapura melalui  lembaga  investasi mereka,  Temasek. Jadi pada hakikatnya  transaksi  yang  dilakukan  itu  adalah  jual  beli  saham  di  antara  dua  institusi  bersaudara (sister companies) dari Temasek itu sendiri.
Rencana akuisisi  ini terjadi  pada tanggal  30 Maret  2012, yang mana  pada  saat  itu  Bank  Danamon  meminta  penghentian  perdagangan  (suspensi)  sahamnya  ke  Bursa  Efek  Indonesia  (BEI)  hingga  2  April  2012  untuk  mengantisipasi spekulasi di pasar modal. Kemudian Pada 2 April  2012, DBS  mengumumkan  akuisisi  Bank  Danamon  ke  publik  tanpa  terlebih  dahulu  dinformasikan  kepada  regulator  yaitu  Bapepam –  LK  dan  Bank  Indonesia (Restrukturisasi Danamon-DBS, Hal 3).
Transaksi antara DBS dan Fullerton bernilai Rp 45,2 triliun atau $ 6,2  miliar Singapura atau setara dengan senilai US$ 7,2 miliar. Nilai ini didasarkan  pada harga kesepakatan Rp 7.000 per saham Danamon yang dimiliki Fullerton  melalui Asia Financial Indonesia. Total nilai transaksi akan dibayarkan dalam  bentuk 439 juta saham baru DBS dengan harga penerbitan saham sebesar S$  14,07  per  saham  baru  DBS. Selain  itu,  Fitch  Ratings menempatkan  Bank  Danamon  dalam rating  watch  positive (RWP)  paska  pengumuman  rencana  akuisisi  DBS  Group  atas  Danamon  (http://keuangan.kontan.co.id  /xml/kronologi-akuisisi-bank-danamon-oleh -dbs diakses  tanggal  31  Agustus  pukul 20.00 WIB).
Baik PT  Bank  Danamon  Indonesia  Tbk  (BDMN)  maupun  DBS  Indonesia tidak mencantumkan  rencana  akuisisi  saham  Bank  Danamon  oleh  DBS Group Holdings dalam laporan Rencana Bisnis Bank (RBB) 2012 kepada  Bank  Indonesia  (BI).  Sehingga sampai  saat  ini Bank  Indonesia belum  bisa  memberikan  persetujuan  atas  permohonan  akuisisi  Bank  Danamon.
Menanggapi  rencana  akuisisi  Bank  Danamon  tersebut,  Bank  Indonesia  menerbitkan aturan mengenai kepemilikan saham Bank Umum yang tercantum  dalam  Peraturan  Bank  Indonesia  (PBI)  Nomor  14/8/PBI/2012  tentang  Kepemilikan  Saham  Bank  Umum  yang  mulai  berlaku  tanggal  13  Juli  2012     (http://keuangan.kontan.co.id/xml/kronologi-akuisisi-bank-danamon-oleh-dbs diakses tanggal 31 Agustus pukul 20.00 WIB).
Dalam  Peraturan  Bank  Indonesia  Nomor  14/8/PBI/2012  tentang  Kepemilikan Saham Bank Umum, investor yang merupakan entitas perbankan  masih diperbolehkan memiliki saham di atas 40%. Namun, kepemilikan saham  tersebut harus dilakukan bertahap, yakni  investor harus memiliki saham dulu  sesuai batas  kepemilikan  yakni  maksimal  40%.  Pasca  itu,  investor  dapat  meningkatkan  saham  Bank  sesuai  dengan  batas  kepemilikan  yang  telah  disetujui  Bank  Indonesia, apabila  bank  yang  dimiliki  memperoleh  penilaian  tingkat  kesehatan  dan  penilaian good  corporate  governance  satu  atau  dua  selama 3 periode berturut-turut dalam 5 tahun. Selain itu, ada sejumlah syarat  lain  yang  dikenakan  kepada  investor  yang  ingin  mengakuisisi  saham  di  atas  40%, yakni harus memiliki tingkat kesehatan satu atau dua atau peringkat yang  setara bagi bank yang berkedudukan di luar negeri

Skripsi Hukum:Kebijakan peraturan Bank Indonesia nomor 148PBI2012 tentang kepemilikan saham bank umum dalam penanganan akuisisi Bank Danamon
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI

Bab I
Download 
 Bab II
 Download 
 Bab III - V
 Download 
Daftar Pustaka
 Download 
Lampiran
Download