Skripsi Hukum:Implikasi Yuridis Pemanfaatan Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti Yang Sah Sesuai Dengan Pasal 184 Ayat (1) Huruf B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Sebagai Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara


  BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah Pembuktian  merupakan  salah  satu aspek yang  memegang  peranan  penting  dalam  proses  pemeriksaan  pada  sidang  pengadilan.  Melalui  pembuktian ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat  bukti  yang  ditentukan  dalam  undang-undang  tidak  cukup  membuktikan  kesalahan   yang  didakwakan  kepada  terdakwa,  terdakwa  dibebaskan  dari  hukuman. Sebaliknya, jika kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alatalat  bukti  yang  disebutkan  dalam  Pasal  184 Kitab  Undang-Undang  Hukum  Acara Pidana (KUHAP), terdakwa dinyatakan bersalah, dan dijatuhi hukuman  kepadanya. Oleh karena itu, hakim harus hati-hati, cermat, dan matang dalam menilai  dan  memertimbangkan  nilai  pembuktian.  Meneliti  sampai  dimana  batas minimum kekuatan pembuktian dari setiap alat bukti yang disebut dalam  Pasal 184 KUHAP (M. Yahya Harahap, 2005: 273).

Pasal 183 KUHAP menerangkanbahwa pembuktian harus didasarkan  pada  undang-undang,  yaitu  alat  bukti  yang  sah,  disertai  dengan  keyakinan  hakim  yang  diperoleh  dari  alat-alat  bukti  tersebut.  Selanjutnya dalam Pasal  184  ayat  (1)  KUHAP,  disebutkan  mengenai jenis alat  bukti  yang  sah,  yang  terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan  terdakwa. Dengan demikian, keterangan ahli merupakan salah satualat bukti  yang sahdalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Pembuat undang-undang  melihat  keterangan  ahli  sebagai  salah  satu  alat  bukti  yang  penting  artinya  dalam pemeriksaan perkara pidana. Menempatkan keterangan ahli sebagai alat  bukti  yang  sah,  dapat  dicatat  sebagai  salah  satu  kemajuan dalam  pembaruan  hukum.  Pembuat  undang-undang  agaknya  menyadari,  sudah  tidak  dapat  dipungkiri lagi,  pada saat perkembangan ilmu dan  teknologi, keterangan  ahli  memegang peranan dalam penyelesaian kasus pidana. Perkembangan ilmu dan  teknologi  sedikit  banyak  membawa  pengaruh terhadap  kualitas  metode  kejahatan, yang memaksa aparat  penegak  hukum untuk  mengimbanginya   dengan  kualitas dan  metode  pembuktian  yang memerlukan  pengetahuan  dan  keahlian(M. Yahya Harahap, 2005: 295-296).
Keahlian  khusus  yang dimiliki  seorang  ahli  dan tidak  dikuasai  atau  kurangdikuasai oleh penegak hukum dapat membantu membuat terang tindak  pidana. KUHAPmengatur  keahlian  khususyang  dituangkan  dalam  bentuk  keterangan  ahli  dapat  disampaikan  mulai  tahap penyidikan  hingga  persidangan.  Pada  tahap pemeriksaan  perkara  di pengadilan,keterangan  ahli  bahkan  memiliki  kekuatan  sebagai  salah satu  alat  bukti  yang  dapat menjadi  dasar  pertimbangan hakim  dalam memutus  perkara.Keterangan  seorang ahli  ialah  apa  yang  seorang  ahli  nyatakan  di  sidang  pengadilan  (Pasal  186  KUHAP).  Keterangan yang diberikan oleh seorang ahli di sidang pengadilan  sangat diperlukan oleh hakim untuk meyakinkan dirinya. Maka dari itu, pada  pemeriksaan  dalam  sidang  pengadilan  bagi  hakim  peranan  keterangan  ahli  sangat  penting  dan  wajib  dilaksanakan  demi  keadilan.  Akan  tetapi  hakim  dengan demikian tidak wajib untuk  menuruti pendapat dari  ahli itu bilamana  pendapat dari ahli bertentangan dengan keyakinannya (Soeparmono,1989: 15).
Melihat  pentingnya  penggunaan  alat  bukti  keterangan  ahli  tersebut,  dalam  penyelesaian  suatu  perkara  yang  memerlukan  keahlian  khusus,  jika  penegak  hukum hanya  mengandalkan  pengetahuan  yuridis  maka  dampak  buruknya  adalah sulit  untuk menemukan fakta-fakta hukum yang  membuat  titik terang  perkara.
Mengerucut  pada konteks  penyelesaian perkara  tentang tindak pidana  penyalahgunaan  narkotika,  juga  memerlukan  alat  bukti  dalam  proses  pembuktian. Hal demikian dikarenakan hakim dalam menjatuhkan vonis atau  putusan  akan  selalu  berpedoman  kepada  hasil  pembuktian. Pelaku  kejahatan  narkotika  saat  ini  tidak  lagi  secara  sembunyi-sembunyi  dalam  menjalankan  aksinya, tetapi sudah berani terang-terangan dilakukan oleh para pemakai dan  pengedar  dalam  menjalankan  operasi  barang  terlarang  tersebut.  Berdasarkan  fakta  yang  dapat  disaksikan  hampir  setiap  hari, baik  melalui  media  cetak  maupun  elektronika,  ternyata  narkotika  telah  merebak  kemana-mana  tanpa  pandang  bulu  terutama  diantara  genarasi  muda  yang  sangat  diharapkan   menjadi penerus bangsa dalam membangun negara di masa mendatang. Oleh  karena itusebelum keadaan semakin parah, dengan peredaran narkotika yang  telah  menyusup  hingga  ke bidang  pendidikan,  mulai  dari  kampus,  SMU,  sampai kepada murid-murid sekolah dasar, bahkan dikalangan artis, eksekutif,  dan  pengusaha  pun  telah  pula  dijejali  para  pengedar  narkotika,  maka  pemerintah  bersama  segenap  warga  masyarakat  harus  sungguh-sungguh  berusaha  menanggulangi  ancaman  bahaya  narkotika  (Moh.  Taufik  Makaro,  dkk, 2005: 1).
Melihat fakta  empiris,  jumlah  penyalahguna  narkotika  di  Indonesia  dari  dari  waktu  ke  waktu terus  mengalami  peningkatan.  Berdasarkan data  Badan  Narkotika  Nasional  (BNN)  menyebutkan,  pada  tahun  2008,  jumlah  pengguna narkoba di Indonesia mencapai 3,3 juta jiwa atau sekitar 1,99 persen  dari  jumlah  penduduk  Indonesia  mengalami  ketergantungan  narkoba.  Dari  jumlah  tersebut,  1,3  juta  diantaranya  berasal  dari  kalangan  pelajar  dan  mahasiswa.  Di  sisi  lain,  jumlah  korban  meninggal  dunia  akibat  penggunaan  narkoba  selama  kurun  waktu  2006  sampai  2008  mencapai  15.000  jiwa.
Artinya,  setidaknya  41  jiwa melayang perhari dengan 78 persen  terjadi pada  anak muda usia 19-21 tahun. Data terbaru BNN menyebutkan, Indonesia telah  menjadi pasar utama dalam hal perdagangan narkoba dengan jumlah pengguna  sebanyak  3,6  juta  jiwa  (kontak.uns.ac.id/2013/pengguna-narkoba-bukanpelaku-kejahatan.html, diakses pada 5 Desember 2013 pukul 19.40).
Penyelesaian  perkara  penyalahgunaan  narkotika akan sulit dibuktikan  dari  sisi  pemakai  maupun  pengedarnya  jika  penegak  hukum  hanya  mengandalkan  pengetahuan  yuridis.  Pengungkapan  kadar  penyalahgunaan  narkotika  adalah  sisi  pengetahuan  di  bidang  medis.  Putusan  Nomor  24/Pid.Sus/2010/PN.Ska  merupakan salah  satu  putusan  terhadap  perkara  penyalahgunaan narkotika, sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1 ) huruf  a  Undang-Undang  Nomor  35  Tahun  2009  tentang  Narkotika.  Untuk  menerapkan  pasal  tersebut  harus  didasarkan  pada  alat  bukti,  dalam  hal  ini  yang  mengetahui  terdakwa  memakai  atau  tidak  adalah  seorang  ahli yang  memiliki  pengetahuan  mumpuni  di  bidang  medis.  Maka  dari  itu,  hakim   menghadirkanahli yang berprofesi sebagai dokter untuk menjernihkan duduk  perkara  yang  timbul  di  persidangan. Agar  pelaksanaan  penegakan  hukum  dapat berjalan dengan baik, dokter sebagai ahli dibutuhkan  berkaitan dengan  fungsi  bantuan  hukum,  dimana  segala  upaya  bermuara  pada  mencari  kebenaran  sejauh  yang  dapat  dicapai  manusia. Dalam  hal  ini  bantuan  yang  diberikan  dokter  dalam  bentuk  keterangan  ahli  sebagai  alat  bukti  yang  sah  (Rika  Susanti,  2013:  101). Keterangan  ahli  tersebut  dipergunakan  sebagai  bahan  pembuktian,  untuk  menimbulkan  keyakinan  hakim,  mengenai  benar  atau tidaknya adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa,  serta  jenis  putusan  apa  yang  paling  tepat  dijatuhkan  kepada  terdakwa.
Disinilah  urgensi  ahli  dalam  pengungkapan  kasus  narkotika  yang  di  luar  jangkauan pengetahuan hukum.


Skripsi Hukum:Implikasi Yuridis Pemanfaatan Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti Yang Sah Sesuai Dengan Pasal 184 Ayat (1) Huruf B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Sebagai Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI

Bab I
Download 
 Bab II
 Download 
 Bab III - V
 Download 
Daftar Pustaka
 Download 
Lampiran
Download