BAB PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Untuk
menghasilkan seorang perawat profesional, harus melewati dua tahap pendidikan yaitu tahap pendidikan
akademik yang lulusannya mendapat gelar
S.Kep. dan tahap pendidikan profesi yang lulusannya mendapat gelar Ners (Ns). Kedua tahap pendidikan keperawatan ini
harus diikuti, karena keduanya merupakan
tahapan pendidikan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain. Pada tahap akademik
mahasiswa mendapatkan teori-teori dan
konsep-konsep. Mata kuliah pada tahap ini terbagi menjadi kelompok mata kuliah yang sifatnya umum, mata kuliah
penunjang seperti mata kuliah medis yang
secara tidak langsung menunjang mata kuliah keperawatan dan mata kuliah keahlian berupa mata kuliah keperawatan. Sedangkan pada tahap profesi mahasiswa mengaplikasikan teori-teori dan
konsep-konsep yang telah didapat selama
tahap akademik yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan ilmu yang telah
dipelajarinya selama pada tahap akademik
(Nursalam 2008).
Program profesi merupakan proses
transformasi mahasiswa menjadi seorang
perawat professional. Dengan kata lain peserta didik dengan perilaku awal sebagai mahasiswa keperawatan, setelah
menjalani program profesi ia akan memiliki perilaku sebagai perawat profesional. Dalam
fase ini, peserta didik mendapat
kesempatan beradaptasi pada perannya sebagai perawat profesional dalam masyarakat keperawatan dan lingkungan
pelayanan/asuhan keperawatan.
Melalui pendidikan program
profesi diharapkan dapat terbentuk
kemampuan akademik dan professional
serta kemampuan mengembangkan keterampilan dalam
memberikan pelayanan/asuhan
keperawatan professional dan dapat bersosialisasi
dengan peran profesionalnya. Oleh karena itu diperlukan berbagai metode pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan belajar dan fasilitas belajar serta
komunitas profesional yang kondusif, baik dirumah sakit, pendidikan maupun di komunitas (Nursalam 2008).
Stres telah menjadi mimpi buruk
bagi mahasiswa. Salah satunya banyak di alami oleh mahasiswa yang sedang
menjalani profesi. Menurut Sugiono (2006), melaporkan bahwa mahasiswa yang
sedang menjalani kegiatan profesi pada jurusan
akuntan publik mengeluh stres karena beban kuliah yang banyak dan anggapan bahwa karir sebagai seorang akuntan publik
akan menghasilkan gaji yang kecil
apabila belum mempunyai pengalaman.
Demikian juga pada mahasiswa yang
mengambil program studi kedokteran dengan adanya metoda pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
menuntut pendidikan yang penuh kompetensi
dan praktek klinik yang ketat tidak jarang mahasiswanya mengalami stres.
Kondisi stres ini dapat memicu terjadinya kegagalan dalam menempuh profesi. Kondisi stres juga mendorong
terjadinya perubahan perilaku pada mahasiswa profesi seperti penurunan minat
dan aktifitas, penurunan energi, tidak masuk
atau terlambat kerja, cenderung mengekspresikan pandangan sinis pada orang
lain, perasaan marah, malu, kecewa, frustasi, bingung, putus asa serta melemahkan tanggungjawab (Abraham& Skalay,
1997).
Menurut Mahat (1998), dan Chapman
& Orb (2000), menyimpulkan dari hasil
penelitiannya bahwa banyak mahasiswa
mengalami kesulitan dan mengalami
kondisi yang memicu stres saat berhadapan dengan masalah-masalah nyata selama menjalani pembelajaran profesi.
Pembelajaran pada program profesi dapat
memicu stres karena menjadi kegiatan yang sulit bagi mahasiswa.
Umumnya kesulitan-kesulitan yang
ada berkaitan pada masalah interpersonal, perasaan frustasi dan perasaan lelah yang
muncul pada saat kebutuhan mahasiswa tidak
teridentifikasi dengan baik, serta situasi nyata di lapangan yang tidak sekedar menggambarkan situasi di teori.
Seperti halnya mahasiswa profesi
psikologis dan mahasiswa kedokteran dimana
manusia sebagai objek pelayanan,
mahasiswa keperawatan juga mengalami
kondisi yang memungkinkan terjadinya stres.
Penelitian yang dilakukan oleh
Hadiyanto (2006), didapatkan data sebanyak 3% mahasiswa mengalami stres berat dan akan bertambah jika
institusi pendidikan tidak melakukan
pencegahan stres pada mahasiswa keperawatan.
Jenjang program profesi ners
adalah program yang harus ditempuh setelah mahasiswa
menyelesaikan program akademik.
Pada program profesi pembelajarannya lebih ditekankan pada pelaksanaan praktek baik ditatanan rumah sakit maupun komunitas. Mahasiswa
program ners tidak saja berasal dari mahasiswa
regular (lulusan SMA-jalur A), namun juga dari para mahasiswa yang sudah bekerja di institusi pendidikan maupun
pelayanan dan mereka merupakan lulusan
SPK maupun D3 keperawatan (dikenal dengan lintas jalur B) (Finn, King & Thornburn, 2000). Menurut peneliti, hal
ini menarik, karena mahasiswa jalur B memiliki
motivasi dan semangat mencari ilmu yang tinggi
yang dapat menimbulkan stres pada
mahasiswa reguler. Perbedaan ini menimbulkan stres karena jalur A
merasa kemampuan yang dimiliki lebih rendah dibanding jalur B. Hal
ini dapat terjadi karena mahasiswa jalur
A sebelumnya tidak pernah memperoleh pengalaman praktek baik di Rumah Sakit maupun di komunitas. Mahasiswa regular
menghadapi peristiwa-peristiwa yang
diluar perkiraan saat berhadapan dengan kondisi nyata di lapangan karena sebelumnya belum pernah mereka temukan seperti
respon klien yang tidak diharapkan,
kondisi pasien yang tiba-tiba berubah dan adanya kesenjangan antara teori dan praktek. Sementara mahasiswa jalur B
telah mendapatkannya ketika mereka
belajar di SPK atau D3 keperawatan. Sehingga kalau saja stres terjadi pada mahasiswa jalur B, maka mekanisme untuk
beradaptasi pada stres yang terjadi
memungkinkan lebih baik jika dibandingkan mahasiswa jalur A. Dari hasil penelitiannya disebuah Rumah Sakit besar
menemukan data bahwa mahasiswa regular
(pemula) lebih idealis. Mahasiswa regular berkehendak apa yang diperoleh selama pendidikan benar-benar
diaplikasikan di Rumah Sakit, namun kenyataannya
tidak terjadi sehingga mahasiswa regular mengalami stres (Finn, King & Thornburn, 2000).
Faktor stres lain yang dialami
mahasiswa regular adalah
pemahaman mahasiswa yang terbatas
terhadap tugas profesi, lingkungan baru, pengalaman pertama berinteraksi dengan pasien dan
perannya sebagai perawat yang memberikan
pelayanan langsung kepada pasien, serta keharusan bertanggung jawab pada perawat ruangan. Mahasiswa regular
yang belum memiliki gambaran tentang
realitas di lahan praktek menyebabkan mahasiswa merasa tertekan ketika berhadapan dengan pasien, prosedur perawatan,
teman sejawat yang sebagian besar belum
memahami tujuan pembelajaran dan keterbatasan mahasiswa di lahan praktek membuat mahasiswa regular stres dan
frustasi (Syahreni & Waluyanti, 2007).
Mahasiswa profesi ners dari
lintas jalur berbeda dengan mahasiswa profesi ners dari kelas regular. Mahasiswa lintas
jalur biasanya lebih memiliki pengalaman
klinik dibanding mahasiswa regular. Pengalaman yang sudah mereka miliki dapat membantu dalam pelaksanaan
praktek profesi, dibandingkan mahasiswa
pemula yang belum pernah ke lahan praktek, sehingga mahasiswa lintas jalur cenderung menganggap praktek di
Rumah Sakit sebagai suatu kerutinan dan
hal yang biasa (Psathas, 2000).
Skripsi Keperawatan:Analisa Faktor Penyebab Stres Dan Mekanisme Koping
Download lengkap Versi PDF