BAB PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Gangguan kejiwaan atau
skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang
yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik
yang khas seperti kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia Tipe I ditandai dengan
menonjolnya gejala-gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi longgar,
sedangkan pada Skizofrenia Tipe II ditemukan
gejala-gejala negatif seperti penarikan diri, apatis, dan perawatan diri yang buruk (Forum Sains Indonesia, 2010).
Salah satu tanda dan gejala dari
klien yang mengalami skizofrenia ialah terjadinya
kemunduran sosial. Kemunduran sosial tersebut terjadi apabila seseorang mengalami ketidakmampuan ataupun
kegagalan dalam menyesuaikan diri
(maladaptif) terhadap lingkungannya, seseorang tersebut tidak mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok
lain secara baik, sehingga menimbulkan
gangguan kejiwaan yang mengakibatkan timbulnya perilaku maladaptif terhadap lingkungan di sekitarnya.
Kemunduran fungsi sosial yang
dialami seseorang di dalam diagnosa keperawatan
jiwa disebut isolasi sosial. Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya (Purba, dkk. 2008). Pasien isolasi sosial memiliki kemampuan sosialisasi yang
rendah karena sifatnya yang selalu menarik
diri dari lingkungannya.
Berdasarkan data yang diperoleh
dari Medical Record Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provsu Medan, diketahui pasien yang mengalami gangguan jiwa yang menjalani rawat jalan pada tahun 2009
berjumlah 12.377 pasien dan yang mengalami
skizofrenia paranoid berjumlah 9.532 pasien. Sedangkan pasien yang menjalani rawat inap berjumlah 1.929 pasien
dan yang mengalami skizofrenia paranoid
berjumlah 1.581 pasien. Dan berdasarkan hasil survey awal peneliti di Ruang Kamboja Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu
Medan, pasien yang mengalami isolasi
sosial sebanyak 54% dari seluruh pasien yang ada di ruangan tersebut.
Upaya yang dapat dilakukan dalam
peningkatan kesehatan kejiwaan seseorang
dapat dilakukan melalui pendekatan secara promotif, preventif dan rehabilitatif. Upaya rehabilitatif untuk
meningkatkan kemampuan sosialisasi pada pasien
yang mengalami isolasi sosial dapat dilakukan dengan berbagai terapi keperawatan jiwa, diantaranya dengan melakukan
terapi modalitas yang terdiri dari terapi
individu maupun terapi kelompok. Namun terapi yang dapat meningkatkan kemampuan sosialisasi pada pasien
isolasi sosial ialah dengan terapi
aktivitas kelompok (TAK) yang merupakan salah satu terapi modalitas dalam bentuk terapi kelompok yang ditujukan
untuk mengatasi klien dengan masalah
yang sama. TAK merupakan salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi pasien
sehingga diharapkan pasien dapat kembali
bersosialisasi di masyarakat. TAK dibagi ke dalam empat jenis, yaitu TAK Sosialisasi, TAK Stimulasi Persepsi, TAK
Stimulasi Sensoris dan TAK Orientasi
Realitas. Jenis TAK yang paling tepat digunakan untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi pasien isolasi sosial
adalah TAK Sosialisasi (TAKS).
TAKS adalah upaya memfasilitasi
sosialisasi sejumlah klien dengan perilaku menarik diri secara kelompok (Keliat, 2005).
Pengaruh TAK pernah diteliti
sebelumnya terhadap peningkatan harga diri,
komunikasi maupun penurunan perilaku menarik diri, depresi dan halusinasi pada pasien. Hasil penelitian mengenai
pengaruh TAK terhadap peningkatan harga
diri pada pasien menarik diri di RS. Jiwa DR. Radjiman Wediodiningrat Lawang, menunjukkan adanya penurunan tanda gejala harga diri
rendah setelah dilakukan TAK (Widowati,
dkk. 2010). Penelitian Rusjini (2007) dengan judul “Pengaruh Konseling dan TAK terhadap Perubahan
Psikososial pada Wanita Dewasa Pasca
Gempa di Desa Wonokersono, Pleret, Bantul, Yogyakarta menunjukkan bahwa konseling dan TAK
berpengaruh terhadap psikososial pada wanita
dewasa pasca gempa.
Penelitian mengenai TAKS oleh
Purnomo (2008) dengan judul “ Pengaruh
TAKS terhadap Perubahan Perilaku Pasien Menarik Diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta” menunjukkan
adanya perubahan perilaku menarik diri
klien. Penelitian Susilowati (2009) mengenai Pengaruh TAKS terhadap tingkat depresi di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta menunjukkan adanya pengaruh
TAK Sosialisasi terhadap penurunan tingkat depresi pada klien di Rumah Sakit tersebut. Pengaruh TAKS terhadap
kemampuan komunikasi pasien isolasi
sosial di RSJD Provsu Medan telah diteliti oleh Pasaribu (2008) dan menunjukkan adanya peningkatan kemampuan
komunikasi pasien isolasi sosial setelah
diberikan TAKS.
Walaupun penelitian mengenai TAK telah
terbukti banyak memberikan manfaat dalam
mengatasi berbagai masalah gangguan jiwa, namun TAK masih sangat jarang dilakukan di rumah sakit jiwa.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan
Keliat (1997 dikutip dari Keliat, 2005) tentang pelaksanaan TAK, TAK masih jarang dilakukan karena kemampuan
perawat dalam menjalankan kegiatan TAK
belum memadai, pedoman pelaksanaan dan perawatan yang mewajibkan pelaksanaan TAK di Rumah Sakit juga belum ada.
Selain itu referensi yang menjelaskan
model TAK, faktor-faktor yang mempengaruhi dan dampak TAK terhadap klien belum diketahui secara jelas di
Indonesia. Dari uraian di atas, maka dipandang perlu untuk dilakukan penelitian
untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
TAK terhadap kemampuan sosialisasi pasien isolasi sosial dan dapat membuktikan bahwa terapi ini bermanfaat bagi
klien.
Berdasarkan pemaparan diatas,
penulis merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana pengaruk TAKS terhadap kemampuan
sosialisasi pada pasien yang mengalami
isolasi sosial.
2. Pertanyaan Penelitian Bagaimana pengaruh terapi aktivitas kelompok
sosialisasi terhadap kemampuan
bersosialisasi pasien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan?
3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan dari penelitian ini
ialah untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas
kelompok sosialisasi terhadap kemampuan sosialisasi pasien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.
3.2 Tujuan Khs a. Mengetahui karakteristik pasien isolasi
sosial di Ruang Kamboja Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provsu Medan.
b. Mengetahui kemampuan sosialisasi pasien
isolasi sosial di Ruang Kamboja Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan sebelum
diberikan intervensi TAKS.
c. Mengetahui kemampuan sosialisasi pasien
isolasi sosial di Ruang Kamboja Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan setelah diberikan intervensi TAKS.
4. Manfaat Penelitian 4.1
Bagi Praktek Keperawatan Hasil
penelitian ini telah dapat digunakan sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat mengenai pentingnya
manfaat terapi aktivitas kelompok sosialisasi
dan bagaimana memberikan terapi aktivitas kelompok yang tepat dan benar sehingga dapat meningkatkan kemampuan
sosialisasi pada pasien isolasi sosial
dan mempercepat proses penyembuhan penyakit pasien.
4.2
Bagi Pendidikan Keperawatan Sebagai
bahan masukan untuk pengembangan ilmu keperawatan, khsnya ilmu keperawatan jiwa, sehingga dapat
meningkatkan mutu asuhan keperawatan
jiwa selanjutnya.
4.3 Bagi Penelitian Keperawatan Penelitian ini
telah dapat dijadikan masukan ataupun panduan bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan
penelitian mengenai TAKS pada pasien yang
mengalami isolasi sosial.
Skripsi Keperawatan:Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi terhadap Kemampuan Sosialisasi Pasien Isolasi Sosial
Download lengkap Versi PDF