Skripsi hukum internasional:Analisis Yuridis Terhadap Penahanan Aung San Suu Kyi oleh Junta Militer Myanmar


BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang  Hak-hak asasi itu merupakan hak dasar yang telah diperoleh dan  dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di bumi. Hak asasi  manusia ini berlaku tanpa ada perbedaan atas dasar keyakinan agam atau  kepercayaan , suku, bangsa, ras , jenis kelamin dan status sosial. Karena itu hakhak asasi manusia itu mempunyai sifat yang suci, luhur dan universal.
Berbicara mengenai pelanggaran hak asasi manusia sangatlah luas  cakupannya, karena jangkaunnya sangat luas, berkaitan dengan hak dan eksistensi  manusia selaku ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa setiap manusaia yang  dilahirkan bebas dan sama dalam hal derajat dan hak, tiada perbedaan kulit, ras  dan keturunan serta golongan maupun kodrat manusia.
Hak itu di dalam ekonomi, sosial budaya dan dari kacamata hukum maupun  pemerintahan yang berkuasa. Selagi manusia itu “living in the truth” manusia itu  berhak mempertahankan hidupnya.

Akan tetapi  manusia itu juga harus menyadari karena adanya proses  interaksi antar manusia, hidup di dalam “human totaliy” kesatuan manusia, yang  dalam hal ini harus diperhatikan juga hak-hak orang lain termasuk pemerintahan,  sehingga diharapkan adanya keseimbangan antara masyarakat dan pemerintahan  selaku pelindung atas hak-haknya masyarakatnya, sesuai dengan teori perjanjian   masyarakat dari John Locke yang mengatakan bahwa manusia itu lahir bebas dan  mempunyai hak-hak yang  kekal dan tidak dapat dicabut,  yang tidak pernah  ditinggalkan ketika umat manusia “dikontrak” untuk memasuki keadaan sosial  dari keadaan primitif dan tidak pernah berkurang karena tuntutan ‘hak ilahi raja”  atau pemerintah. Inilah suatu idealisme dari pelaksana hak-hak asasi manusia di  setiap negara di atas permukaan bumi ini, tanpa ada pengecualiannya, sehingga  Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengacu kepada  Deklarasi  Kemerdekaan yang diproklamirkan oleh ketiga belas koloni Amerika Serikat pada  tanggal 4 Juli 1776 yang mengatakan bahwa : “Kami beranggapan bahwa kebenaran ini sudah nyata dengan sendirinya,  bahwa semua manusia diciptakan sederajat , bahwa mereka dikaruniai  oleh Pencipta mereka dengan hak-hak asasi tertentu yang tidak dapat  dicabut, bahwa diantara hak-hak ini adalah kehidupan , kebeasan serta  mengajar kebahagiaan”.
Memandang perlu membuat pernyataan “The Universal Declaration of  Human Rights”, yang terdiri dari Mukadimah dan 30 pasal operatif yang  mencakup hak-hak sipil dan politik maupun ekonomi, sosial budaya yang didasari  oleh pernyataan-pernyataan terdahulu, selain daripada Deklarasai Kemerdekaan  yang diproklamirkan olehketiga belas koloni Amerika Serikat yaitu: 1.  Magna Charta  (Piagam Agung 1215) berupa dokumen yang  mencatat beberapa hak yang diberikan oleh raja John di Inggris  kepada beberapa bawahannya, atas adanya tuntutan mereka dan  naskah ini dapat membatasi kekuasaan raja John terhadap kaum  bangsawan tersebut yang ada di lingkungannya.
 2.  Bill of Right (Undang-Undang Hak 1689) yaitu sebuah undangundang yang diterima oleh parlemen Inggris setelah berhasil dalam  tahun sebelumnya yang mengadakan perlawanan terhadap raja  John dalam revolusi berdarah (lebih dikenal dengan deglorius  revolution of 1688) 3.  Declaration des droit de I home et du citoyen (Pernyataan hak-hak  manusia dan warga negara tahun 1789). Ini sebuah naskah yang  dicetuskan pada permulaan revolusi Perancis sebagai perlawanan  terhadap kesewenangan dari suatu rejim penguasa.
4.  Bill of Right (Undang-Undang Hak), ini sebuah naskah yang  disn oleh rakyat Amerika tahun 1789, semua teksnya dengan  Deklarasi Perancis yang menjadi bagian dari undang-undang dasar  pada tahun 1791 di Amerika.
 Sebenarnya hak-hak yang dirumuskan pada abad ke-17 dan 18 sangat  dipengaruhi oleh gagasan alam (natural law) seperti yang dirumuskan Jhon Locke  (1632-1714), Jean Jaques Rooseau (1712) yang terbatas pada hak yang bersifat  politik seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk memilih. Akan tetapi,  pada abad ke-20 hak politik ini dianggap kurang sempurna dan mulailah  dicetuskan beberapa hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya, dan hak yang  sangat terkenal seperti dirumuskan oleh presiden Amerika Serikat Franklin  D.Rosefel pada permulaan perang dunia ke-2 sewaktu berhadapan dengan Nazi   Maryam Budihardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Penerbit: PT.Gramedia, Jakarta, tahun 2000:  h1m20.
 Jerman dan hak-hak yang dikatakan oleh Rosefel itu antara lain ada 4 kebebasan  yaitu: 1.  Freedom of speak (kebebasan untuk berbicara) 2.  Freedom of fear (kebebasan dari ketakutan) 3.  Freedom of religion (kebebasan beragama) 4.  Freedom of from want (kebebasan dari kemelaratan)  Pengalaman pahit dan getir dari umat manusia dari perang dunia yang  telah terjadi, dimana harkat dan martabat manusia terinjak-injak, timbul kesadaran  umat manusia ke dalam Piagam PBB yang sebagai realisasinya muncul kemudian  The Universal Declaration of Human Rights yang diterima secara aklamasi oleh  Sidang Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948.
Walaupun demikian pernyataan di atas bukan tidak mendapat pertentangan  dari sarjana-sarjana lain seperti Jeremy Bentham seorang filsuf yang beraliran  positivas yang mengatakan bahwa hak asasi manusia adalah anak hukum. Tidak  ada hak asasi manusia tanpa hukum. Dari hukum yang imajiner seperti hukum  alam (natural law)  yang ada ialah hak-hak yang imajiner. Karena hak asasi  manusia atas dasar hukum alam itu adalah kosong belaka.
Sejarah umat manusia telah mencatat bahwa setiap penindasan,  pemerkosaan dan pelanggaran hukum atas hak-hak asasi manusia yang dilakukan  oleh siapapun,  ia akan menimbulkan akibat perlawanan dari berbagai pihak.
Pengorbanan jiwa dan raga dari mereka yang tertindas membuat harkat dan   Maurice Cronston, Human Right Today (Bombay Manak Thana Sons), 1962, hal.
 martabat manusia itu mnejadi kehilangan arti dan makna dalam kehidupan  bernegara dan berbangsa. Oleh karena itu, setiap tindakan yang menindas dan  memperkosa harkat dan martabat hak-hak asasi manusia perlu mendapat perhatian  dan penanganan secara serius.
Pengalaman pahit dan getir dari umat manusia dari perang dunia yang  telah dua kali terjadi, dimana harkat dan matabat hak-hak asasi manusia terinjakinjak, timbul kesadaran umat manusia menempatkan penghormatan dan  penghargaan akan hak-hak asasi manusia ke dalam Piagam PBB yang sebagai  realisasinya muncul kemudian  The Universal Declaration of Human Rights (Penyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia) yang diterima secara  aklamasi oleh Sidang Umum Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember  1948.
Dengan memperhatikan besarnya perhatian PBB dan dunia internasional  terhadap hak-hak asasi manusia sedunia tersebut, maka sudah sepantasnya dalam  kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus menghormati dan memperlakukan  setiap manusia sesuai dengan harkat dan martabat hak-hak asasinya.
Perkembangan progresif di bidang hak asasi manusia dewasa ini tidak  terlepas dengan diterimanya suatu prinsip bahwa negara (pemerintah) mempunyai  kewajiban untuk menjamin dan memberikan perlindungan HAM setiap warga  negaranya dan pengawasan terhadap pelaksanaan HAM tersebut selain merupakan  tanggung jawab negara yang bersangkutan juga merupakan tanggung jawab  bersama masyarakat internasional.


Download lengkap Versi PDF