BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hak-hak asasi itu merupakan hak dasar yang
telah diperoleh dan dibawanya bersamaan
dengan kelahiran atau kehadirannya di bumi. Hak asasi manusia ini berlaku tanpa ada perbedaan atas
dasar keyakinan agam atau kepercayaan ,
suku, bangsa, ras , jenis kelamin dan status sosial. Karena itu hakhak asasi
manusia itu mempunyai sifat yang suci, luhur dan universal.
Berbicara mengenai pelanggaran
hak asasi manusia sangatlah luas cakupannya,
karena jangkaunnya sangat luas, berkaitan dengan hak dan eksistensi manusia selaku ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa,
bahwa setiap manusaia yang dilahirkan
bebas dan sama dalam hal derajat dan hak, tiada perbedaan kulit, ras dan keturunan serta golongan maupun kodrat
manusia.
Hak itu di dalam ekonomi, sosial
budaya dan dari kacamata hukum maupun pemerintahan
yang berkuasa. Selagi manusia itu “living in the truth” manusia itu berhak mempertahankan hidupnya.
Akan tetapi manusia itu juga harus menyadari karena
adanya proses interaksi antar manusia,
hidup di dalam “human totaliy” kesatuan manusia, yang dalam hal ini harus diperhatikan juga hak-hak
orang lain termasuk pemerintahan, sehingga
diharapkan adanya keseimbangan antara masyarakat dan pemerintahan selaku pelindung atas hak-haknya
masyarakatnya, sesuai dengan teori perjanjian masyarakat dari John Locke yang mengatakan
bahwa manusia itu lahir bebas dan mempunyai
hak-hak yang kekal dan tidak dapat
dicabut, yang tidak pernah ditinggalkan ketika umat manusia “dikontrak”
untuk memasuki keadaan sosial dari
keadaan primitif dan tidak pernah berkurang karena tuntutan ‘hak ilahi raja” atau pemerintah. Inilah suatu idealisme dari
pelaksana hak-hak asasi manusia di setiap
negara di atas permukaan bumi ini, tanpa ada pengecualiannya, sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengacu
kepada Deklarasi Kemerdekaan yang diproklamirkan oleh ketiga
belas koloni Amerika Serikat pada tanggal
4 Juli 1776 yang mengatakan bahwa : “Kami beranggapan bahwa kebenaran ini sudah
nyata dengan sendirinya, bahwa semua
manusia diciptakan sederajat , bahwa mereka dikaruniai oleh Pencipta mereka dengan hak-hak asasi
tertentu yang tidak dapat dicabut, bahwa
diantara hak-hak ini adalah kehidupan , kebeasan serta mengajar kebahagiaan”.
Memandang perlu membuat
pernyataan “The Universal Declaration of Human Rights”, yang terdiri dari Mukadimah dan
30 pasal operatif yang mencakup hak-hak
sipil dan politik maupun ekonomi, sosial budaya yang didasari oleh pernyataan-pernyataan terdahulu, selain
daripada Deklarasai Kemerdekaan yang
diproklamirkan olehketiga belas koloni Amerika Serikat yaitu: 1. Magna Charta
(Piagam Agung 1215) berupa dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh raja
John di Inggris kepada beberapa
bawahannya, atas adanya tuntutan mereka dan naskah ini dapat membatasi kekuasaan raja John
terhadap kaum bangsawan tersebut yang
ada di lingkungannya.
2. Bill
of Right (Undang-Undang Hak 1689) yaitu sebuah undangundang yang diterima oleh
parlemen Inggris setelah berhasil dalam tahun
sebelumnya yang mengadakan perlawanan terhadap raja John dalam revolusi berdarah (lebih dikenal
dengan deglorius revolution of 1688) 3. Declaration des droit de I home et du citoyen
(Pernyataan hak-hak manusia dan warga
negara tahun 1789). Ini sebuah naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi Perancis
sebagai perlawanan terhadap kesewenangan
dari suatu rejim penguasa.
4. Bill of Right (Undang-Undang Hak), ini sebuah
naskah yang disn oleh rakyat Amerika
tahun 1789, semua teksnya dengan Deklarasi
Perancis yang menjadi bagian dari undang-undang dasar pada tahun 1791 di Amerika.
Sebenarnya hak-hak yang dirumuskan pada abad ke-17
dan 18 sangat dipengaruhi oleh gagasan
alam (natural law) seperti yang dirumuskan Jhon Locke (1632-1714), Jean Jaques Rooseau (1712) yang
terbatas pada hak yang bersifat politik
seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk memilih. Akan tetapi, pada abad ke-20 hak politik ini dianggap
kurang sempurna dan mulailah dicetuskan
beberapa hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya, dan hak yang sangat terkenal seperti dirumuskan oleh
presiden Amerika Serikat Franklin D.Rosefel
pada permulaan perang dunia ke-2 sewaktu berhadapan dengan Nazi Maryam Budihardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik,
Penerbit: PT.Gramedia, Jakarta, tahun 2000: h1m20.
Jerman dan hak-hak yang dikatakan oleh Rosefel
itu antara lain ada 4 kebebasan yaitu: 1. Freedom of speak (kebebasan untuk berbicara) 2. Freedom of fear (kebebasan dari ketakutan) 3. Freedom of religion (kebebasan beragama) 4. Freedom of from want (kebebasan dari
kemelaratan) Pengalaman pahit dan getir
dari umat manusia dari perang dunia yang telah terjadi, dimana harkat dan martabat
manusia terinjak-injak, timbul kesadaran umat manusia ke dalam Piagam PBB yang sebagai
realisasinya muncul kemudian The
Universal Declaration of Human Rights yang diterima secara aklamasi oleh Sidang Majelis Umum PBB pada tanggal 10
Desember 1948.
Walaupun demikian pernyataan di
atas bukan tidak mendapat pertentangan dari
sarjana-sarjana lain seperti Jeremy Bentham seorang filsuf yang beraliran positivas yang mengatakan bahwa hak asasi
manusia adalah anak hukum. Tidak ada hak
asasi manusia tanpa hukum. Dari hukum yang imajiner seperti hukum alam (natural law) yang ada ialah hak-hak yang imajiner. Karena
hak asasi manusia atas dasar hukum alam
itu adalah kosong belaka.
Sejarah umat manusia telah
mencatat bahwa setiap penindasan, pemerkosaan
dan pelanggaran hukum atas hak-hak asasi manusia yang dilakukan oleh siapapun,
ia akan menimbulkan akibat perlawanan dari berbagai pihak.
Pengorbanan jiwa dan raga dari
mereka yang tertindas membuat harkat dan Maurice Cronston, Human Right Today (Bombay
Manak Thana Sons), 1962, hal.
martabat manusia itu mnejadi kehilangan arti
dan makna dalam kehidupan bernegara dan
berbangsa. Oleh karena itu, setiap tindakan yang menindas dan memperkosa harkat dan martabat hak-hak asasi
manusia perlu mendapat perhatian dan
penanganan secara serius.
Pengalaman pahit dan getir dari
umat manusia dari perang dunia yang telah
dua kali terjadi, dimana harkat dan matabat hak-hak asasi manusia
terinjakinjak, timbul kesadaran umat manusia menempatkan penghormatan dan penghargaan akan hak-hak asasi manusia ke
dalam Piagam PBB yang sebagai realisasinya
muncul kemudian The Universal
Declaration of Human Rights (Penyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia)
yang diterima secara aklamasi oleh
Sidang Umum Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948.
Dengan memperhatikan besarnya
perhatian PBB dan dunia internasional terhadap
hak-hak asasi manusia sedunia tersebut, maka sudah sepantasnya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus
menghormati dan memperlakukan setiap
manusia sesuai dengan harkat dan martabat hak-hak asasinya.
Perkembangan progresif di bidang
hak asasi manusia dewasa ini tidak terlepas
dengan diterimanya suatu prinsip bahwa negara (pemerintah) mempunyai kewajiban untuk menjamin dan memberikan
perlindungan HAM setiap warga negaranya
dan pengawasan terhadap pelaksanaan HAM tersebut selain merupakan tanggung jawab negara yang bersangkutan juga
merupakan tanggung jawab bersama
masyarakat internasional.
Download lengkap Versi PDF