BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu
negara berkembang di dunia yang melakukan
pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh negara ini meliputi pembangunan ekonomi,
perbaikan sistem publik, melakukan usaha
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak kalah pentingnya adalah pembangunan di
bidang hukum dari tahun ke tahun yang
diusahakan pembaharuan hukum sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Seperti
yang termuat dalam Penjelasan
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat)
tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka
(machtstaat), sebagai negara hukum maka Indonesia mempunyai serangkaian peraturan atau hukum
supaya kepentingan masyarakat dapat
terlindungi. Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan landasan
konstitusional negara ini memuat bahwa
tujuan negara salah satunya adalah menciptakan kesejahteraan umum.
Jadi semua usaha dan pembangunan
yang dilakukan negara ini harus mengarah
pada tujuan ini sehingga tercipta kesejahteraan rakyat. Di dalam pergaulan masyarakat terdapat beraneka
ragam hubungan antara anggota
masyarakat, yaitu hubungan yang timbul
oleh kepentingan anggota masyarakat itu.
Adanya keanekaragaman hubungan tersebut, para anggota masyarakat memerlukan
aturan-aturan yang dapat menjamin
keseimbangan dalam hubungan tersebut agar tidak terjadi kekacauan.
Peraturan-peraturan hukum yang telah
ada di masyarakat wajib untuk ditaati
karena berpengaruh pada keseimbangan dalam tiap-tiap hubungan antar anggota masyarakat. Kurangnya
kesadaran hukum dalam masyarakat
menyebabkan terjadinya ketidakpercayaan antara anggota masyarakat itu sendiri maupun ketidakpercayaan
dengan aparat penegak hukum dan
pemerintah. Terlebih dengan kondisi perekonomian negara kita yang sulit saat ini, mengakibatkan
timbulnya kasus kriminalitas yang terjadi
dalam masyarakat yang dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang mendesak.
Kondisi yang terjadi setiap hari
dan dialami oleh masyarakat sebagai
contohnya, penjambretan, penodongan, pencurian, perampokan, penganiayaan, perkosaan, pembunuhan, tawuran
remaja, atau lebih dikenal dengan
“kejahatan jalanan” atau street crime” menjadi tantangan bagi proses penegakan hukum.
Kejahatan tidak akan dapat hilang
dengan sendirinya, sebaliknya kasus
kejahatan semakin sering terjadi dan yang paling dominan adalah jenis kejahatan terhadap harta kekayaan, khsnya
yang termasuk di dalamnya adalah tindak
pidana penadahan.
Bahwa kejahatan terhadap harta
benda akan tampak meningkat di negara-negara
sedang berkembang. Kenaikan ini sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Di setiap negara tidak terkecuali negara yang paling maju sekalipun,
pasti akan menghadapi masalah kejahatan
yang mengancam dan mengganggu ketentraman dan kesejahteraan penduduknya. Hal ini menunjukkan
bahwa kejahatan tidak hanya tumbuh subur
dinegara miskin dan berkembang, tetapi juga dinegara-negara yang sudah maju.
Seiring dengan adanya
perkembangan kejahatan seperti diuraikan di atas, maka hukum menempati posisi yang
penting untuk mengatasi adanya persoalan
kejahatan ini. Perangkat hukum diperlukan untuk menyelesaikan konflik atau kejahatan yang ada
dalam masyarakat. Salah satu usaha
pencegahannya dan pengendalian kejahatan itu ialah dengan menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang
berupa pidana.
Kejahatan dapat diartikan secara
kriminologis dan yuridis.
Kejahatan dalam arti kriminologis
yaitu perbuatan manusia yang menodai norma-norma
dasar dari masyarakat. Hal ini dimaksudkan sebagai perbuatan unsur yang menyalahi aturan-aturan
yang hidup dan berkembang di masyarakat.
Kejahatan secara yuridis yaitu perilaku jahat atau perbuatan jahat dalam arti hukum pidana
maksudnya bahwa kejahatan itu dirumuskan
di dalam peraturan-peraturan pidana. Masalah pidana yang paling sering terjadi di dalam
masyarakat adalah tindak pidana terhadap
harta kekayaan (tindak pidana materiil), seperti pencurian, pemerasan, penggelapan, penipuan,
pengrusakan, dan penadahan. Salah satu
tindak pidana terhadap harta kekayaan yang masih sering menimbulkan perdebatan adalah
tindak pidana penadahan kendaraan
bermotor yang berasal dari hasil pencurian.
Pencurian kendaraan bermotor
semakin marak di Kota , berbagai macam
modus operandi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor pada saat
ini. Kalau hal ini tidak dapat diatasi
tentu perbuatan tersebut sangat meresahkan masyarakat.
Kejahatan pencurian kendaraan
bermotor merupakan kejahatan terhadap
harta benda yang tidak lajim terjadi di negara-negara berkembang……. selanjutnya dikatakan bahwa
kejahatan pencurian kendaraan bermotor
beserta isi-isinya merupakan sifat kejahatan yang menyertai pembangunan.
Soerjono Soekanto, Hartono Widodo dan Chalimah Sutanto, Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor Suatu Tinjauan
Kriminologi Jakarta,,Penerbit Aksara 1988, hal. 20.
Suatu hal yang tidak dapat
dipungkiri bahwa salah satu penyebab semakin
maraknya terjadi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor adalah diantaranya semakin marak juga tindak
pidana penadahan kendaraan bermotor hasil curian tersebut. Sehingga para pelaku pencurian kendaraan bermotor (curanmor) tidak
merasa kesulitan untuk memasarkan
kendaraan bermotor hasil curiannya. Selain itu juga semakin maraknya penjualan
bagian-bagian (onderdil) kendaraan
bermotor bekas oleh para pedagang kaki lima, yang tidak menutup kemungkinan onderdil kendaraan
tersebut didapatkan oleh pedagang dari
para pelaku curanmor, untuk itu perlu dilakukan penyelidikan terhadap para pedagang kaki lima
yang memperdagangkan onderdil kendaraan
bermotor bekas tersebut.
Namun hingga kini para pedagang
kaki lima yang memperdagangkan onderdil
kendaraan tidak pernah dilakukan pemeriksaan
oleh aparat kepolisian, sehingga memungkinkan tindak penadahan terus berlangsung dan aparat juga
belum pernah mengadakan koordinasi dengan
aparat Pemda Kota untuk melakukan penertiban para pedagang kaki lima yang
memperdagangkan onderdil kendaraan
bermotor.
Tindak pidana penadahan
sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 480
KUHP, dimana salah satu unsur penadahan yang sering dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam praktik
persidangan sehari-hari adalah unsur
culpa, yang berarti bahwa si pelaku penadahan dapat dianggap patut harus dapat menyangka asalnya barang
dari kejahatan dan jarang dapat
dibuktikan bahwa si penadah tahu benar hal itu (asal-l barang).
Dalam hal ini, “maksud untuk
mendapatkan untung” merupakan unsur dari semua penadahan. Berdasarkan uraian tersebut,
maka penulis tertarik untuk mengkaji
masalah tindak pidana penadahan dengan
mengambil judul : TINJAUAN YURIDIS
TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN
BERMOTOR HASIL PENCURIAN DAN UPAYA PENERAPAN
/ PENEGAKAN HUKUMNYA
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana
telah diuraikan diatas, maka yang
menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian
dan penadahan dalam hukum positif di
Indonesia.
2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan
terjadinya tindak pidana pencurian dan
penadahan terhadap kenderaan bermotor di Kota .
3. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana
pencurian dan penadahan terhadap
kendaraan bermotor di Kota .
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang
ingin penulis capai
dalam penulisan skripsi
ini adalah : 1.
Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian dan penadahan dalam hukum positif di Indonesia.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang
menyebabkan terjadinya tindak pidana
pencurian dan penadahan terhadap kendaraan bermotor.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa yang dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana pencurian dan
penadahan terhadap kendaraan bermotor.
D. Manfaat Penulisan
Seperti pada umumnya dalam
setiap penulisan skripsi pasti ada manfaat
yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi tersebut. Manfaat penelitian
secara umum yang dapat diambil dalam
penulisan skripsi ini terdiri dari manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis.
1. Manfaat Teoritis Mengharapkan
bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan
mengembangkan disiplin ilmu hukum, khsnya
dalam disiplin ilmu hukum pidana mengenai tindak pidana pencurian dan penadahan kendaraan
bermotor.
2. Manfaat Praktis Dari segi praktis diharapkan bahwa hasil
penelitian ini dapat dimanfaatkan atau
diterapkan oleh pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum di bidang hukum pidana khsnya
mengenai tindak pidana pencurian dan
penadahan terhadap kenderaan bermotor.
Dengan mengetahui faktor-faktor
pendorong dari dilakukannya tindak pidana
pencurian dan penadahan terhadap kenderaaan bermotor, maka penegak hukum an masyarakat dapat
mengambil langkah penanggungan yang
tepat untuk menangani apabila timbul suatu tindak pidana.
E. Keaslian Penulisan
Skripsi ini
berjudul “ Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor Hasil Pencurian.
Sehubungan dengan keaslian judul skripsi,
penulis telah melakukan pengecekan pada perpustakaan Fakultas Hukum untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat
di Fakultas Hukum dan sebelumnya penulis telah berkonsultasi terlebih dahulu kepada Bapak Ketua Departemen
Hukum Pidana dan Pembimbing skripsi
mengenai judul yang penulis sajikan.
Dan berdasarkan hal tersebut
diatas penulis memberanikan diri untuk mengerjakan
skripsi ini.
F. Tinjauan Kepustakaan
1.
Pengertian Tindak Pidana Untuk memberikan pengertian tindak pidana,
pembentuk undangundang telah mempergunakan perkataan “strafbaar feit” untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai “tindak
pidana” di dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana. Perkataan “feit” itu
sendiri di dalam bahasa Belanda berarti
“sebagian dari suatu kenyataan” atau “een gedeelte van de werkelijkheid” ,
sedangkan “strafbaar” berarti
“dapat dihukum”, sehingga secara harfian
perkataan perkataan “strafbaar feit” itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari
suatu kenyataan yang dapat dihukum”,
yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan diketahui bahwa yang yang dapat dihukum itu
sebenarnya adalah manusia sebagai
pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan.
Menurut Hazewinkel-Suringa, telah membuat
suatu rumusan yang bersifat umum dari
“strafbaar feit” sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di
dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu
dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang
bersifat memaksa yang terdapat
didalamnya.
Menurut Profesor Pompe, perkataan “strafbaar
feit” itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu
pelanggaran norma P.A.F. Lamintang,
Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, sebagaimana dikutip dari van Bemmelen, Ons Strafrecht I, Bandung,
Citra Aditya Bakti, 1997, hal.181.
Ibid, hal. 181.
Ibid, sebagaimana dikutip dari
Hazewinkel-Suringa,Inleiding, hal. 182.
(gangguanterhadap tertib hukum)
yang dengan sengaja atau tidak dengan sengaja
telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu
demi terpeliharanya tertib hukum dan
terjaminnya kepentingan umum.
Demikian juga menurut Profesor Simon, telah
merumuskan “strafbaar feit” sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang
telah dilakukan dengan sengaja ataupun
tidak dengan sengaja oleh seseorang yang
dapat dipertanggungjawabkan atas tindaknnya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu
tindakan yang dapat dihukum.
a. Untuk adanya suatu strafbaar feit itu disyaratkan
bahwa di situ harus terdapat sutau
tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang, dimana pelanggraan terhadap
larangan atau kewajiban semacam itu
telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
Alasan dari Profesor Simons apa
sebabnya “strafbaar feit” itu harus
dirumuskan adalah karena : b. Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka
tindakan tersebut harus memenuhi semua
unsur dari delik seperti yang dirumuskan di dalam undang-undang.
c. Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada
hakikatnya merupakan Ibid, sebagaimana
dikutip dari Pompe,Handboek, hal. 182.
Ibid, sebagaimana dikutip dari
Simons,Leerboek, hal. 185.
sutu tindakan melawan hukum atau
merupakan suatu “onrecntmatige handeling”.
Menurut S.R. Sianturi, pengertian tindak
pidana adalah suatu tindakan pada
tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh
undang-undang, bersifat melawan hukum
serta dengan kesalahan, dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Maka selanjutnya
unsur-unsur tindak pidananya adalah
terdiri dari : subjek, kesalahan, bersifat melawan hukum, tindakan yang dilarang dan diancam dengan
pidana oleh undangundang serta waktu dan tempat serta keadaan tertentu.
2.
Pengertian Tindak Pidana Pencurian Sebelum mengetahui apa itu pencurian, maka sebaiknya mengetahui asal kata pencurian yang dalam
bahasa Indonesia berasal dari kata “curi”
yang mengalami imbuhan “pe” dan berakhiran “an” sehingga kata “pencurian mengandung arti
proses, perbatan cara mencuri dilaksanakan.
Ibid, hal. 185.
S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di
Indonesia dan Penerannya, Jakarta, Penerbit
Alumni AHM-PTHM, 1986, hal.211.
Peter Salim & Yenni Salim, Kamus Bahasa
Indonesia Kontemporer, Jakarta, Modern
English Press, 2002, hal. 303.
Dalam kamus Bahasa Indonesia juga
disebutkan bahwa mencuri ialah perbuatan
yang mengambil hak milik orang lain dengan jalan tidak sah.
Pencurian adalah pelanggaran terhadap harta
milik dan merupakan delik formil
(formeel delict), yaitu delik yang dianggap telah sepenuhnya terlaksana dengan dilakukannya suatu perbuatan
yang dilarang, dan merupakan norma yang
dibentuk larangan atau verbod, seperti pada Pasal 362 Kitab Undang-undang Pidana yang
mencantumkan larangan untuk mencuri.
Demikian juga disebutkan pencurian adalah
perbuatan yang telah memenuhi perumusan
Pasal 362 KUHP yaitu mengambil sesuatu barang baik berwujud maupun tidak berwujud yang sama
sekali atau sebahagian termasuk
kepunyaan orang lain, yang dilakukan dengan sengaja dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan
hak yang sanksinya telah ditetapkan
yaitu hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya atau Rp. 900.
3.
Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah
mengatur secara juridis pasal-pasal yang
menyangkut kejahatan atau tindak pidana pencurian
sebagaimana yang terurai dalam Pasal 362 KUHP :
Ibid. hal. 303.
P.A.F. Lamintang, C. Djisman Samosir,
Delik-delik Khs, Bandung, Penerbit Tarsito,
1981, hal.78.
R. Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana, Bogor,
Politea, 1996, hal.52.
“Barang siapa mengambil dengan
sengaja barang yang sama sekali atau
sebahagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak,
dihukum karena pencurian dengan hukuman
penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-.
1.
Unsur subjek adalah barang siapa.
Dari perumusan tersebut di atas,
jika diuraikan dari sudut unsurunsurnya, agar dapat disebut melakukan tindak
pidana pencurian adalah : 2. Unsur
kesalahan adalah sengaja, yang tersirat pada kata “mengambil” dan kemudian dipertegas lagi oleh
kata-kata “dengan maksud untuk
memilikinya”.
3. Unsur bersifat melawan hukum yang ditentukan
pada Pasal 362 KUHP dan dua macam yaitu
bersifat melawan hukum materil dan bersifat
melawan hukum formil. Unsur bersifat melawan hukum materil dalam pasal tersebut adalah tindakan
mengambil sesuatu barang, sedangkan
mengenai pemilikan ditentukan sebagai bersifat melawan hukum formil. Tindakan mengambil
sesuatu barang harus dapat dibuktikan
bersifat melawan hukum, sedangkan mengenai pemilikan barang tersebut wajib dibuktikan
bersifat melawan hukum, baik di dalam
surat dakwaan maupun dalam putusan hakim.
4. Unsur tindakannya adalah melakukan perbuatan
mengambil sesuatu barang yang seluruhnya
atau sebahagian kepunyaan BPHN, Hasil
Tim Penerjemah, Departemen Kehakiman, KUHP, Jakarta, Penerbit Sinar Harapan, 1983, hal.141.
orang lain dengan maksud untuk
memilikinya secara melawan hukum.
5. Unsur waktu, tempat dan keadaan adalah
ditentukan oleh hukum pidana formil
(hukum acara pidana).
Unsur subjek dalam perumusan
tindak pidana adalah terletak pada kata
“barang siapa” dan memang pada prinsipnya dalam hukum pidana umum (KUHP) yang menjadi subjek hukum pidana atau
biasa juga disebut pelaku atau pembuat
(dader), hanya orang atau manusi (natuurlijke persoon). Pada tindak pidana pencurian seperti
yang diatur pada Pasal 362 KUHP secara
umum subjek hukumnya adalah seseorang atau sekelompok orang.
Unsur kedua dari tindak pidana
adalah kesalahan (schuld).
Kesalahan dibagi dua bagian,
yaitu sengaja (dolus) dan lalai (culpa).
Sengaja mempunyai hubungan
kejiwaan yang lebih erat dalam diri pelaku terhadap suatu tindakan, dibandingkan dengan
kelalaian. Dan untuk membuktikan adanya
sifat kesengajaan dalam tindakan sipelaku bukanlah hal yang mudah.
Sengaja disini adalah
“menghendaki atau menginsafi”. Dan kesengajaan
yang digunakan dalam KUHP adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana
tertentu (misalnya pencurian) dan orang
itu menghendaki tindakannya tersebut, artinya ada hubungan kejiwaan yang erat antara sipelaku
dengan tindakannya.
Pada Pasal 362 KUHP unsur
kesalahan yang berbentuk sengaja seperti
yang tersirat pada kata-kata “mengambil sesuatu barang dengan maksud untuk memiliki” menunjukkan bahwa
pelaku mempunyai kehendak dan tujuan
untuk melakukan sesuatu itu (memiliki) Mempunyai kehendak berarti ada kesengajaan. Dan
kata-kata “dengan maksud” pada pasal ini
tidak berarti kehendak dan tujuan yang ada pada diri pelaku sudah terlaksana atau terpenuhi sepenuhnya.
Unsur tindakan yang dilarang dalam Pasal 362
KUHP adalah tindakan mengambil sesuatu
barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan
orang lain dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan yang
dilarang tersebut (pencurian) adalah
delik formil, yang berarti delik dianggap sempurna Mengenai perumusan unsur “bersifat melawan
hukum”, pada sistem hukum pidana
Indonesia adalah mengikuti pada ajaran bersifat melawan hukum material, yakni semua delik
harus senantiasa dianggap mempunyai
unsur bersifat melawan hukum, walaupun tidak dengan tegas dirumuskan. Dan bersifat melawan hukumnya
tindakan itu harus selalu dapat
dibuktikan apabila dipersoalkan dipersidangan, serta harus ternyata dalam surat dakwaan sampai pada putusan hakim.
Sementara dari sudut ajaran bersifat
melawan hukum yang formil, apabila unsur melawan hukum tidak dirumuskan dalam
perundang-undangan, maka tidak ada keharusan
untuk membuktikannya.
S.R Sianturi, Tindak Pidana di KUHP
Berikut Uraiannya, Jakarta, Penerbit Alumni AHMPTHM, Cetakan Pertama, 1993,
hal.591. (voltooid) jika tindakannya sudah memenuhi
rumusan delik tanpa mempersoalkan
akibatnya.
4. Pengertian Tindak Pidana Penadahan Tindak
pidana penadahan telah diatur didalam Bab XXX dari buku II KUHP sebagai tindak pidana pemudahan.
Menurut Prof. Satochid Kartanegara,
tindak pidana penadahan disebut tindak pidana pemudahan, yakni karena perbuatan menadah telah mendorong
orang lain untuk melakukan
kejahatan-kejahatan yang meungkin saja tidak akan ia lakukan, seandainya tidak ada orang yang
bersedia menerima hasil kejahatan.
Demikian juga BadanPembinaan Hukum Nasional
Departemen Hukum dan HAM RI di dalam Bab
XXXI dari l rancangannya mengenai Buku
II dari KUHP yang baru ternyata telah bermaksud untuk memasukkan tindak pidana penadahan ke dalam
pengertian suatu jenis tindak pidana
baru yang disebutnya sebagai pertolongan jahat.
5.
Unsur-unsur Tindak Pidana Penadahan Tindak pidana penadahan dalam bentuk
pokok oleh pembentuk undang-undang telah
diatur dalam Pasal 480 angka 1 KUHP terdiri atas : a. Unsur-unsur subjektif, yang terdiri dari dari
: P.A.F. Lamintang, Theo Lamintang,
Delik-delik Khs Kejahatan Terhadap Harta
Kekayaan, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal.
Ibid, hal. 363.
1. Yang ia ketahui atau waarvan
hij weet 2. Yang secara patut harus dapat ia duga atau warn hij redelijkerwijs moet vermoeden b. Unsur-unsur objektif, yang terdiri dari : 1.
Kopen atau membeli 2. Buren atau menyewa 3. Inruilen atau menukar 4. In pand
nemen atau menggadai 5. Als geschenk aannemen atau menerima sebagai hadiah atau
sebagai pemberian 6. Uit winstbejag atau
didorong oleh maksud untuk memperoleh keuntungan
7. Verkopen atau menjual 8. Verhuren atau menyewakan 9. In pand geven atau
menggadaikan 10. Vervoeren atau mengangkut 11. Bewaren atau menyimpang dan 12.
Verbergen atau menyembunyikan Dari penjabaran ke dalam unsur-unsur mengenai
tindak pidana penadahan seperti yang
diatur dalam Pasal 480 angka 1 KUHP tersebut dapat diketahui bahwa untuk subjektif pertama
dari tindak pidana penadahan ialah unsur
waarvan hij weet atau yang ia ketahui.
Karena tindak pidana penadahan
yang diatur dalam Pasal 480 angka 1 KUHP
mempunyai dua macam unsur subjektif, masing-masing yakni unsur kesengajaan atau unsur dolus dan
unsur ketidaksengajaan atau unsur culpa
atau dengan kata lain karena tidak pidana penadahan yang diatur dalam Pasal 480 angka 1 KUHP
mempunyai unsur subjektif yang pro parte dolus dan pro parte culpa, maka di
dalam surat dakwaannya penuntut umum
dapat mendakwakan kedua unsur subjektif tersebut
secara bersama-samaterhadap seorang terdakwa yang didakwa telah melakukan tindak pidana penadahan
seperti yang dimaksud dalam Pasal 480
angka 1 KUHP.
a. Unsur-unsur subjektif, yang terdiri dari : Disamping
itu pula unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam Pasal 480 angka 2 KUHP terdiri dari : 1. Yang ia ketahui 2. Yang secara patut harus dapat diduga b.
Unsur-unsur objektif, terdiri dari : 1.
Barangsiapa 2. Mengambil
keuntungan dari hasil suatu benda 3.
Yang diperoleh karena kejahatan Ibid,
hal. 369. Perbuatan mengambil keuntungan dari hasil
suatu benda yang diperoleh karena
kejahatan itu tidak perlu selalu diartikan sebagai perbuatan mengambil keuntungan dari hasil
suatu benda yang diperoleh karena
kejahatan, yakni jika benda tersebut dijual, melainkan jika benda yang diperoleh karena kejahatan itu telah
disewakan, digadaikan, dipertunjukkan,
bahkan juga jika benda itu telah dibudidayakan, diternakkan,dan lain-lainnya.
6. Pengertian Kendaraan Bermotor Kenderaan
bermotor, baik itu yang beroda dua atau lebih adalah alat transportasi bagi manusia yang bernilai
ekonomis dan memiliki kegunaan, sehingga
kendaraan bermotor dijadikan sebagai bagian dari harta benda. Menyadari bahwa kenderaan bemotor
merupakan bagian dari harta kekayaan
yang benilai mewah, maka setiap orang ingin memilikinya, baik itu dengan cara membeli,
mengangsur atau kredit, mencuri,
merampas, menadah dan sebagainya. Memiliki kenderaan bermotor dengan cara mencuri memang tidak
perlu mengeluarkan biaya / uang, dan
lebih mudah, cepat memperolehnya serta mempunyai resiko yang kecil untuk diketahui oleh pihak yang
berwajib, oleh karena biasanya oleh
sipelaku identitas pemilik kenderaan bermotor tersebut secepatnya dirubah.
Demikian juga memiliki kenderaan
bermotor dengan cara menadah dengan
mengeluarkan biaya yang begitu kecil dan tidak sebagaimana mestinya, dan komponen-komponen kenderaan
tersebut dapat diperjualbelikan kepada
orang lain dengan suatu keuntungan yang cukup besar.
G. Metode Penulisan Dalam menyn
suatu skripsi, data adalah faktor yang sangat penting sekali untuk kelengkapan penulisan
skripsi, sehingga usaha untuk memperoleh
dan mengumpulkan data yang relevan dengan materi akan cenderung membentuk isi skripsi akan lebih
baik dan lebih sempurna.
Maka dalam penulisan skripsi ini
penulis menggunakan metode, sebagai
berikut : 1. Jenis Penelitian Dalam
penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat yang
dinamakan dengan data primer, sedangkan
data yang diperoleh dari perpustakaan lazimnya dinamakan dengan data sekunder. Penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder dapat dinamakan penelitian hukum normatif, disamping adanya
penelitian hukum sosiologis atau empiris
yang terutama meneliti data primer. Berdasarkan jenis penelitian hukum tersebut, maka jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah hukum normatif sosiologis.
2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitin dilakukan
di Kepolisian Resort Kota (POLRESTA) dan Pengadilan Negeri Klas I – A . Dari tempat
penelitian ini dapat diperoleh data-data
tentang masalah yang akan diteliti.
3. Sumber Data Sumber data skripsi ini terdiri
dari : a. Data Primer, yaitu data yang
didapat dari sumber asli. Data diperoleh dengan cara wawancara dengan pihak yang
berkompeten di lokasi penelitian b. Data
Skunder, yaitu data yang didapat dari tangan kdua dan seterusnya berupa catatan, arsip, buku dan
lainnya yang berhubungan dengan isi
skripsi.
4. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan
data yang diperlukan, penulis menggunakan dua metode penelitian yaitu : a. Penelitian
kepustakaan, yaitu cara untuk mendapatkan data teoritis yang relevan melalui bahan-bahan literatur
seperti buku-buku, Koran dan
laporan-laporan penelitian lainnya yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian. Data
yang diperoleh dari penelitian ini
berwujud teori-teori, konsep-konsep yang dikelompokkan sebagai data sekunder.
b. Penelitian lapangan, yaitu
cara untuk mendapat data yang dilakukan langsung
ke objek penelitian dalam ini Kepolisian Resort Kota (POLRESTA) dan Pengadilan Negeri Klas I – A . Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan
data sekunder.
Adapun teknik pengumpulan data
yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengamatan (observation), yaitu
melakukan peninjauan langsung ke objek
penelitian untuk memperoleh gambaran tentang fakta yang ada di lapangan. Hasil-hasil pengamatan akan dicatat
seperlunya sebagai bahan temuan.
b. Wawancara (interview), yaitu
melakukan Tanya jawab langsung kepada pihak
yang berwenang untuk memberikan keterangan / data yang diperlukan.
5. Analisis Data Dalam penulisan skripsi ini,
analisis data yang digunakan adalah dengan
menggunakan menggunakan metode normatif kuantitatif. Metode normati artinya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan. Cara kualitatif yaitu tanpa
menggunakan rumus-rumus statistic, sehingga
diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh. Data yang diperoleh dikualifikasikan dengan cara
mempelajari, memahami semua data yang
ada. Selanjutnya dianalisis dengan menafsirkan menggunakan metode normatif kualitatif.
H. Sistematika Penulisan Agar
dapat diperoleh pemahaman yang menyatu dan memudahkan pembahasan tesis ini, maka penulisan
skripsi ini dilakukan dengan sistematika yang telah ditetapkan oleh
Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum yang terdiri seperti sebagai berikut ini: BAB I :
Bab Pendahuluan disajikan beberapa Sub Bab yaitu latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan (jenis
penelitian, lokasi penelitian, sumber
data, metode pengumpulan data analisis data, sistematika penulisan.
BAB II :
Memberikan gambaran umum tentang pengaturan tindak pidana
penadahan kendaraan bermotor hasil pencurian dalam hukum positif di Indonesia.
BAB III :
Membahas tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil pencurian dan bagaimana modus operandi yang dilakukan oleh pelaku tindak
pidana penadahan kendaraan bermotor
hasil pencurian.
BAB IV :
Mengenai tentang upaya penangulangan tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil pencurian
dan bentuk putusan yang dijatuhkan
terhadap pelaku serta analisis putusan,
pertimbangan hukum Pengadilan Negeri .
BAB V :
Mengenai bagian kesimpulan dan saran yang berisi pada bagian pertama kesimpulan dan pada bagian
kedua berisi saran terhadap penegakan
hukum terhadap pelaku tindak pidana
penadahan kendaraan bermotor hasil
pencurian.
Download lengkap Versi Word